Icha mengendarai motornya dengan pelan, sambil melihat keindahan kota. Walaupun penuh dengan polusi akibat debu dan asap kendaraan. Namun, tidak mengurungkan niat berkeliling mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Dari kejauhan, Icha melihat sebuah toko bunga yang sedang membutuhkan karyawati.
Ia menepikan motornya, lalu memarkirkannya dengan benar di depan toko tersebut. Ia melihat lagi tulisan di kertas putih tersebut, bertuliskan ada lowongan.
Ia melangkahkan kakinya, menggeser pintu kaca tersebut.
Beberapa karyawan menyapanya dengan ramah.
“Selamat siang Nona. Ada yang bisa kami bantu?” tanya seseorang karyawan tersebut dengan ramah.
“Iya, maaf mau tanya? Apakah di toko ini butuh karyawan?” tanya Icha dengan sopan.
“Benar sekali Nona. Apakah nona mau melamar kerja disini?”
“Iya, benar sekali.”
“Mohon di tunggu, nona. Apa boleh saya meminta berkasnya?”
“Oh, iya. Ini, terima kasih sebelumnya.”
“Iya, sama-sama. Mohon di tunggu ya, nona.”
Icha mengangguk, ia menunggu di kursi yang telah di sediakan sambil bermain dengan ponselnya.
Ting! Suara pesan masuk dari ponselnya.
“Assalamualaikum, dek. Maaf, Abang baru menyelesaikan meeting,” ujar Dika mengirim pesan.
Icha langsung membalas pesan tersebut, menekan keyboard di layar ponselnya.
“Waalaikumsalam Bang” sahutnya.
Belum semua pesan terkirim, Dika menghubungi dengan melakukan panggilan suara.
Drrttt! Drrtt!
“Abang,” lirihnya melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
“Halo, Assalamualaikum Bang.”
“Waalaikumsalam, Icha kenapa menghubungi Abang tadi? Maaf, Abang baru selesai meeting.”
“Iya Abang. Icha izin keluar, karena Icha ingin bekerja dan sekarang alhamdullilah, Icha sedang menunggu interview.”
“Hah? Kerja? Kamu kerja dimana? Kenapa gak bilang dulu sama Abang, kalau mau kerja. Icha bisa kerja di kantor!” ujar Dika menghujani adiknya dengan pertanyaan.
“Ini sudah bilang. Maaf Bang, Icha gak bisa kerja di kantor Papa. Abang pasti mengerti maksud Icha, lagian itu juga bukan bidang Icha,” sahutnya lembut.
“Tapi dek, walaupun Icha tidak bekerja Abang masih bisa membiayai hidupmu.”
“Maafkan Icha Abang, Icha ingin mandiri, izinkan Icha bekerja ya kak? Please...!”
Terdengar helaan napas Dika, ia tidak mampu menolak keinginan adiknya tersebut.
“Baiklah. Setelah dapat pekerjaan, kamu harus memberitahu Abang dimana tempat kamu bekerja, oke?”
“Alhamdullilah. Insya Allah Bang,” sahut Icha tersenyum senang.
“Oke, Abang tutup dulu teleponnya. Berhati-hati di jalan dek,” ujar Dika memperingati adiknya tersebut.
“Iya, Bang, Insya Allah, Assalamualaikum.”
Setelah menjawab salam, mereka mengakhiri panggilannya, kebetulan saat itu Icha di panggil masuk ke sebuah ruangan untuk melakukan interview terlebih dahulu.
Saat masuk ke dalam, ada wanita cantik yang duduk di kursi menunggu kedatangannya.
“Selamat siang,” sapa Icha mengulurkan tangannya.
“Siang. Silahkan duduk,” sahut wanita tersebut setelah melepaskan jabat tangan mereka.
“Namanya Marissa?” tanya wanita tersebut.
Icha mengangguk.
“Jadi begini Nona Marissa, kami memang sangat membutuhkan karyawati di toko kami, untuk buka cabang di tempat lain. Tapi, ada beberapa syarat yang harus di penuhi,” ujarnya menggantungkan ucapannya.
“Apa syaratnya Nyonya?” tanya Icha menatapnya.
“Yang pertama harus melepas hijab dan kedua kami membutuhkan wanita yang masih single.”
Deg! Syarat yang pertama membuat Icha keberatan.
“Maaf, Nyonya. Kalau syarat yang pertama saya tidak bisa,” tolak Icha lembut.
“Kenapa? Saya akan membayarmu lebih tinggi dari karyawan lainnya,” usul pemilik toko.
“Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa jika harus melepas hijab saya. Karena ini sudah kewajiban seorang wanita muslim harus menutup auratnya.”
“Kamu takut orang tua kamu marah ya? Kamu bisa mengenakannya kembali setelah pulang bekerja, di saat bekerja kamu harus melepasnya.”
Icha tersenyum simpul, bahkan wanita tersebut terpesona melihat senyum manis Icha di tambah lesung Pipit di pipi kanannya.
“Maaf, Nyonya.”
“Atau kamu mau minta di tambah lagi gajihmu, saya siap. Toko bunga saya pasti sangat laku, jika penjualnya wanita cantik seperti kamu,” ujarnya lagi masih mencoba untuk membujuk Icha.
“Maaf Nyonya. Mungkin perkerjaan ini tidak rezeki saya, sekali lagi saya katakan! Saya tidak bisa melepas hijab saya. Saya mohon maaf sebesar besarnya,” tutur Icha dengan lembut.
Wanita pemilik toko tersebut, menghela nafas. Karena sudah gagal membujuk Icha untuk melepaskan hijabnya.
“Baiklah. Maaf, jika saya sedikit memaksa tadi.”
Icha tersenyum mengangguk, karena ia tidak bisa melepaskan hijabnya saat bekerja, ia menolak untuk bekerja di toko bunga tersebut.
Ia berpamitan kepada pemilik toko tersebut. Namun, saat hendak melangkah keluar.
Wanita tersebut memanggilnya kembali.
“Nona Marissa.” Panggilnya.
“Iya, Nyonya!” sahutnya.
“Jika kamu berubah pikiran, toko saya terbuka lebar untukmu bekerja,” ujarnya berharap Icha berubah pikiran.
Icha tersenyum lalu mengangguk.
“Iya Nyonya. Terima kasih banyak,” sahutnya lembut.
“Saya permisi Nyonya,” ujarnya kembali melanjutkan langkahnya.
Setelah keluar dari ruangan tersebut, ia menghela nafas lega. Sebelum ia menggeser pintu keluar tersebut, ia lebih dulu berpamitan kepada karyawan yang sudah membantunya tadi.
Di parkiran, ia kembali memasang helmnya dan melanjutkan menyusuri jalan.
Saat di tengah perjalanan, ia mendengar suara adzan berkumandang. Ia kembali menepikan motornya, setelah mendapatkan masjid untuk beribadah.
Setelah selesai menjalankan Shalat, ia kembali melanjutkan perjalanannya mencari pekerjaan yang cocok untuk dirinya.
Saat berhenti di lampu merah, ia melihat dari seberang jalan tertuliskan ada lowongan. Namun, ia harus berputar sekitar 5 km mencari rambu-rambu lalu lintas yang di perbolehkan untuk putar balik.
Sesampainya di tempat tersebut, tampak toko tersebut menjual buku-buku. Sangat jelas terlihat dari luar buku masih tersusun rapi di dalamnya.
Ia masuk ke dalam, langsung bertanya kepada seseorang yang ada di dalam tersebut.
“Assalamualaikum,” sapa Icha melihat karyawati tersebut juga memakai hijab.
“Waalaikumsalam. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.
“Iya. Apakah disini sedang membutuhkan karyawati?” tanya Icha lembut.
“Iya, benar sekali. Tapi, anda harus menunggu terlebih dahulu. Karena pemilik toko ini sedang keluar makan siang,” sahutnya.
“Apakah anda mau menunggu?”
Icha tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk.
“Iya, saya akan menunggu!” sahut Icha lembut.
Wanita itu tersenyum.
“Baiklah, silahkan duduk dulu. Jika pemilik toko ini datang, saya akan memberitahu anda.”
Icha mengangguk.
“Terima kasih,” ujar Icha.
Ia melangkah sedikit, ke tempat duduk yang telah disediakan.
Cukup lama ia menunggu, sambil membaca ayat suci Al-Qur’an dari salam ponselnya, walaupun ia membacanya hanya dalam hatinya.
Selesai ia mengaji, pemilik toko buku tersebut tidak kunjung datang. Bahkan ia sempat bertanya kepada karyawati yang sebelumnya memintanya untuk menunggu.
Tapi, ia mengatakan sebentar lagi pemilik toko tersebut akan datang.
Dan benar saja, tidak lama datang sebuah mobil putih ke toko tersebut bersamaan dengan pengendara motor yang memarkirkan motor di samping motor miliknya.
Setalah pria itu membuka helmnya, ia seperti pernah bertemu dengan pria tersebut. Namun, ia lupa dimana ia pernah bertemu, bahkan saat ini Icha berusaha mengingatnya.
Karena sibuk dengan pikirannya, ia tak menyadari jika pria tersebut berdiri di hadapannya.
“Assalamualaikum Ukhti,” ujar pria tersebut memberinya salam, seketika itu Icha langsung tersadar.
.
.
.
Dukungan kalian adalah semangat Author untuk menulis, terima kasih semua atas dukungannya.🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Astuty Nuraeni
abangnya baik bgt
2022-12-09
0
Anastassya
like hadir
2022-11-07
0
R.F
3 like hadir semangat k
2022-11-02
1