“Icha. Katakan, jika ini tidak benar!” imbuhnya.
Dika masih menatap adik perempuan tersebut, masih menunggu jawabannya.
“Jawab, Icha!” ujar Dika sedikit membentak.
Icha menutup matanya sejenak, mendengar abangnya membentaknya.
Netra Icha melirik kakak perempuannya itu, melihat Anggun yang menyatukan kedua tangannya dengan wajah yang memelas.
Icha menghela nafas, lalu mengangguk pelan. Demi menutupi kehamilan kakaknya ia terpaksa harus berbohong.
Dika mendesah, melihat adiknya mengangguk.
“Mama kecewa sama kamu!” ujar Bu Sintya meninggalkan kamar tersebut.
“Lihat adikmu yang kamu banggakan, dia bahkan melakukan hal sekotor itu! Cih... aku tidak sudi mempunyai putri sepertimu!”
“Pria mana yang sudah menghamili mu?! Jawab!” bentak papanya melihat Icha hanya diam dengan tatapan kosong.
“Kita akan periksa ke Dokter sekarang,” ujar Dika masih belum percaya jika adiknya itu benar-benar hamil.
“Walau di periksa dengan sepuluh Dokter, pasti hasilnya akan sama. Karena tespack itu hasilnya 80% akurat,” ujar pak Heri masih menatap Icha dengan kemarahan.
“Katakan, anak siapa itu?! Kamu sudah membuat malu keluarga ini! Sebaiknya kamu angkat kaki dari rumah ini!”
“Pah!” teriak Dika.
Icha hanya diam, ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut.
Ia meninggalkan pertengkaran Abang dan Papanya, langkah kakinya pun terasa sangat berat melangkah.
Icha membuka pintunya dan duduk di tepi kasur miliknya, duduk dengan pikiran yang tidak karuan.
“Icha,” panggil Anggun.
Ternyata melihat Icha keluar dari kamarnya, ia mengikuti langkah adiknya tersebut.
“Ada apa lagi Kak?” tanya Icha masih dengan nada lembut, tanpa menatap Anggun.
“Icha, maafkan kakak. Kakak tadi panik, aku tidak tahu lagi harus bagaimana!” ujar Anggun duduk di bawah sambil memegang kaki adiknya.
“Terima kasih Kak. Atas apa yang Kakak lakukan hari ini, tenang saja kak! Aku sudah memaafkan Kakak sebelum Kakak minta maaf. Icha harap setelah kejadian ini, Kakak akan berubah,” imbuh Icha.
“Aku bingung harus bagaimana Dek, karena diriku kamu jadi ditampar oleh Papa. Aku sungguh bingung, kekasihku tidak mau bertanggung jawab... hiks...” Anggun menangis sambil memeluk kaki adiknya.
“Jangan seperti ini Kak! Bayi itu tidak bersalah kak, jangan berniat menggugurkannya,” ujar Icha.
“Oh... jadi ini yang sebenarnya,” ujar Dika yang berdiri di ambang pintu.
“Abang,” ujar mereka bersamaan menoleh ke arah pintu.
“Puas kamu sekarang, Anggun! Puas kamu sudah menyakiti adikmu sendiri!” pekik Dika menatap tajam Anggun.
“Icha, kemasi semua pakaianmu! Kita akan keluar dari rumah ini. Cepat!” bentak Dika masih menatap Anggun.
Tampak Anggun seperti ketakutan, bahkan tidak berani melihat Abangnya.
Icha langsung berdiri menuruti ucapkan Abangnya, ia mengambil koper miliknya dan mulai memasukkan pakaiannya.
“Abang mau kemana?” tanya Anggun memberanikan diri untuk bertanya.
“Apa sudah selesai?” tanya Dika melihat adiknya sudah mengemas pakaiannya.
“Kalian mau kemana?” tanya Anggun lagi.
“Aku yakin kamu punya telinga dan bahkan mendengar jelas ucapan Papa tadi!” pungkasnya.
“Tidak Bang. Jangan pergi! Aku akan bicara dengan Papa,” ujar Anggun menahan koper milik adiknya.
“Sudah terlambat. Kenapa tidak beritahu saat masih di kamar tadi? Kamu bahkan diam saja, saat adikmu di tampar oleh Papa berulang kali! Dimana hari nuranimu, Anggun?!”
“Abang, maafkan aku. Hiks...”
Dika menarik tangan adiknya dan satu tangannya menggeret koper milik Icha, tanpa mempedulikan Anggun yang menangis terisak.
Sebelum menuruni tangga, Dika lebih dulu mengambil koper miliknya yang sudah siap di depan pintu kamarnya.
“Abang, kita mau kemana?” tanya Icha dengan berhati-hati karena sedikit takut, apalagi melihat Abangnya masih menahan amarahnya.
“Ikuti saja,” sahutnya.
Mereka menuruni tangga, sambil menggerek koper.
“Tunggu!” teriak pak Heri.
Dika dan Icha menoleh ke belakang.
“Jika kamu keluar dari rumah ini, itu artinya kamu tidak bisa lagi masuk dan menginjak kaki di rumah ini!” ujar pak Heri menatap tajam putranya tersebut.
“Aku bahkan tidak ingin tinggal di rumah ini!” pungkas Dika.
“Kembali kan aset yang ku berikan kepadamu!”
Tanpa di duga, Dika melangkah kembali naik. Lalu memberikan kunci mobil dan kredit card kepada Papanya.
“Ini, semuanya ku kembalikan. Setelah tahu kebenarannya nanti, jangan menyesal Pa!”
Meletakkan semua benda tersebut di tangan papanya. Lalu melangkah lagi menuruni tangga.
Papanya tersenyum kecut.
“Ayo,” ajaknya kepada adiknya.
“Bang. Biarkan Icha yang pergi dari rumah ini, Abang harus bersama Papa dan Mama,” Ujar Icha.
“Sudah! Jangan membantah,” imbuh Dika masih dengan keputusannya yang akan pergi meninggalkan rumah besar itu.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Nurhayati
beruntungnya icha mash memiliki kakak sprti bang Dika
2022-11-22
0
👑Gre_rr
aku enggak suka sama mama
2022-11-14
0
R.F
2 like hadir lagi k semangat
2022-11-06
0