"Bos, semua bukti di tangan kita sudah lengkap."
Nicholas mengangguk dan membolak-balik laporan yang diberikan Alex.
"Bagus, buat tuntutan dengan bukti-bukti ini. Bagaimana pun caranya, grup Santoso harus rata dengan tanah."
Alex bergidik ngeri mendengar perintah Nicholas. Benar-benar tak ada ampun sedikitpun untuk keluarga Santoso.
"Salah sendiri mencari masalah dengan mengganggu orang milik Nicholas," gumam Alex pelan.
Tidak akan ada yang menyangka dibalik kehancuran grup Santoso ada grup ZN yang menjadi penyebabnya. Lantaran keduanya memiliki bisnis yang berbeda dan tak ada peluang untuk menjalin kerjasama diantara mereka.
Selama 2 hari belakangan Alex selalu kerja lembur untuk memuaskan Nicholas yang sedang sensitif. Semua yang Alex lakukan menjadi serba salah. Bahkan sekretarisnya pun kena omel setiap hari.
Alex sama sekali tak bisa memahami perubahan mood bosnya itu. Ia jadi sedikit kesulitan menyelesaikan pekerjaannya.
"Bos, bisa nggak sih ngasih kerjaan itu satu-satu?" protes Alex yang sudah sangat kewalahan.
Nicholas hanya menaikkan sebelah alisnya menatap Alex.
"Aku menggajimu untuk bekerja. Harusnya kau pikirkan cara untuk meratakan grup Santoso bukan mengeluh saja kerjaanmu," sahut Nicholas yang kembali fokus pada berkas di depannya.
Alex berlalu pergi dengan kecewa. Nyawanya yang seolah sudah meninggalkan raga membuatnya berjalan gontai dan amat lesu.
[send a picture]
[Kakak tidak merindukanku?]
Ponsel Nicholas bergetar, dilayarnya tertera nama Zahra yang mengirim beberapa pesan.
"Cantik," gumam Nicholas menatap foto yang dikirimkan oleh Zahra.
Meski dalam foto itu ada Zahra, namun mata Nicholas hanya tertuju pada Hanna yang sedang tersenyum bahagia.
Hanna yang sudah keluar dari rumah sakit langsung diajak ke vila keluarga oleh Zahra untuk menenangkan pikiran selama beberapa hari.
Zahra yang menantikan balasan dari Nicholas sedikit kecewa karena Nicholas hanya membaca pesan yang ia kirim saja.
"Kakak menyebalkan!" ucap Zahra kesal.
"Kenapa? Siapa yang menyebalkan?" tanya Hanna bingung.
Hanna menatap dengan tatapan curiga. Mengira bahwa Zahra bertengkar dengan pacarnya.
"Ah, Hanna. Ku dengar kamu sedang mencari pekerjaan. Aku mengenal seseorang yang sedang membutuhkan asisten, bagaimana kalau kamu coba melamar saja?" ucap Zahra menawari Hanna.
Hanna tampak menimbang penawaran Zahra. Pekerjaan itu tampak bagus dan Hanna akan secepatnya bisa membayar hutangnya kepada Nicholas.
Hanna tak tahu jika orang yang dimaksud Zahra adalah Nicholas yang merupakan kakak Zahra. Dan akhirnya Hanna mencoba untuk mengirim berkas lamaran dibantu oleh Zahra.
Dengan koneksi Zahra, Hanna akan langsung dipanggil untuk wawancara. Sebenarnya Hanna bisa langsung bekerja tanpa wawancara, tapi hal itu berpotensi menimbulkan skandal bagi Hanna. Sehingga, Nicholas membuat acara wawancara hanya sebagai formalitas tanpa Hanna ketahui.
"Alex, kapan jadwal wawancara Hanna?" tanya Nicholas sambil membolak-balik berkas yang perlu ia tanda tangani.
Alex pun sontak membuka agenda yang ia catata dalam tabletnya. Semua jadwal yang berkaitan dengan Hanna dan Nicholas harus selalu dia catat dengan rapi.
"Nona Hanna akan wawancara hari kamis. Kenapa bos?"
"Siapa yang mewawancarainya?"
"Haish! Tentu saja Rossa, Pak Hendra dan Bu Nana," sahut Alex masih berusaha sabar.
"Baiklah, kamu boleh keluar," ucap Nicholas sambil memberi kode kepada Alex dengan mata bahwa kehadirannya sudah tidak dibutuhkan lagi.
Alex mengehela napas kasar frustasi dengan tingkah bosnya yang kadang-kadang tidak waras. Setidaknya biarkan ia duduk sebentar di kursi, ini malah tak menawari untuk duduk sama sekali.
Ditengah kesibukan Alex dengan rencana penghancuran grup Santoso, ia masih harus mengawasi Hanna. Ia yang bekerja sebagai asisten Nicholas malah sekarang seperti kerja serabutan. Semua pekerjaan ia ambil dan kerjakan tanpa terkecuali.
"Haahhh, benar-benar melelahkan," hela Alex sambil meletakkan kepalanya di atas meja.
Hari semakin sore dan Alex bisa sedikit lebih santai. Apalagi semua rencana hanya tinggal dijalankan dan menunggu hasilnya dengan duduk tenang.
"Lex, kau tidak pulang?" tanya Nicholas yang hendak pulang.
"Pak bos serius? Saya boleh pulang nih bos?" tanya Alex dengan mata berbinar.
"Memang siapa yang melarangmu pulang?" tanya Nicholas bingung dengan pertanyaan Alex.
Alex diam dan hanya menoleh pada tumpukan berkas di meja kerjanya.
Nicholas yang melihat masih ada setumpuk berkas langsung menyahut, "Selesaikan itu hari ini, aku butuh berkasnya besok pagi."
Alex yang tadinya sudah siap untuk pulang malah jadi di suruh lembur karena tumpukan berkas sialan itu. Dengan menggerutu, Alex kembali duduk dan mengerjakan berkas-berkas menyebalkan itu.
"Ini semua gara-gara kalian! Kalian tidak bisa apa mandiri? Biar pekerjaanku lebih ringan sedikit," omel Alex kepada berkas-berkas di depannya.
Alex pun mengakhiri harinya dengan lembur. Benar-benar nasib yang tragis bagi seorang Alex. Bukannya diberi libur mah makin disuruh lembur.
Paginya, Zahra senyum-senyum sendiri melihat grup Santoso memenuhi headline berita.
"Salah siapa mengganggu sahabatku," gumam Zahra.
Hanna yang hendak mengagetkan Zahra sontak bertanya, "Siapa yang mengganggu siapa?"
Zahra refleks mematikan tabletnya agar Hanna tidak melihat berita bahwa grup Santoso tengah berada diambang kehancuran. Zahra harus merahasiakan bahwa kehancuran grup Santoso berkaitan dengan insiden Hanna. Karena Zahra tahu betul bagaiamana sifat Hanna.
"Hei, bukankah kau harus wawancara?"
"Ah iya! Kenapa aku lupa," pekik Hanna langsung berlari ke kamar.
Sembari menunggu Hanna bersiap, Zahra menghubungi Nicholas yang seharusnya sudah di kantor.
"Kakak, jangan ganggu Hanna-ku nanti di kantor. Awas saja kau!" ancam Zahra.
Nicholas yang mendengar ancaman tersebut hanya tertawa.
"Kakak tidak di kantor loh. Tapi, kakak tidak janji. Semakin kamu melarang kakak, semakin kakak ingin menjahili sahabatmu itu," sahut Nicholas dengan tertawa geli.
Zahra yang mendengar kakaknya begitu langsung mengomel karena kesal. Mana bisa ia membiarkan sahabatnya ditindas oleh kakaknya sendiri. Hanya Zahra yang boleh menindas Hanna.
Zahra yang semakin kesal langsung mematikan panggilan.
"Ra, aku berangkat dulu ya. Bye...!" ucap Hanna berlari terburu-buru.
"Loh Na! Kan... Mau aku anter," sahut Zahra melemah ketika Hanna tak lagi terlihat.
Tanpa pikir panjang Zahra langsung menyambar kunci mobil di nakas dan mengejar Hanna. Ia khawatir terjadi sesuatu kepada Hanna.
Hanna yang sudah tidak ia temukan keberadaannya di sekitar vila membuat Zahra memacu mobil sportnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor Nicholas.
Setibanya di kantor Nicholas, Zahra memarkir memarkir mobilnya asal di lobby.
"Zahra?" panggil Nicholas di pintu lobby.
"Loh, bukannya kakak yang bakal wawancarain Hanna? Ngapain kakak masih di sini?" tanya Zahra heran.
"Siapa yang bilang?"
Zahra pun dibuat bingung karena biasanya Nicholas yang akan mewawancarai calon asistennya secara langsung.
Nicholas pun menatap adiknya dengan tatapan bingung dengan alis yang naik sebelah, "Sudahlah, kakak ada kerjaan. Kalau kau mau ikut boleh saja, asal jangan menggangguku."
Nicholas berlalu pergi dan Zahra mengekor seperti anak ayam yang mengikuti induknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments