Chapter 2

"Kau payah sekali Tuan Nicholas," ucap seseorang yang telah berhasil memukul Nicholas hingga terjerembap.

"Ha, tak usah basa-basi. Apa maumu?" tanya Nicholas yang masih tak bisa melepaskan diri.

Ia hanya menyeringai mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut seorang Nicholas. Benar-benar diluar dugaannya.

Nicholas hanya mengernyitkan dahi karena yang ditanya diam saja.

"Ah! Kakak tidak seru," pekiknya lalu melepaskan Nicholas begitu saja.

Zahra pun menggembungkan pipinya karena kesal.

Sedangkan Nicholas hanya tertawa kecil melihat tingkah gemas adik bungsunya itu.

"Kakak tidak bisakah berpura-pura takut sedikit saja?" tanya Zahra yang masih kesal.

"Apa? Kakak sudah ketakutan dari tadi. kamu tidak melihatnya?" tanya Nicholas berusaha menghibur.

Sayangnya, Zahra tidak bisa dibujuk hanya dengan kata-kata. Nicholas pun memutar otak agar adik manisnya itu tidak cemberut lagi.

Nicholas langsung berlari ke dapur untuk mengambil kue dan minuman favorit Zahra di kulkas.

Dan benar saja, mata Zahra langsung berbinar penuh semangat melihat kue dan minuman favoritnya ada di depan mata.

"Waaahhhhh....," seru Zahra yang sudah ileran ingin memakan kue itu.

"Eitsss, kakak sedang banyak kerjaan. Jadi, kamu duduk dengan tenang dan makan kuemu di sini. Jangan masuk ke ruang kerja kakak kalau tidak ada yang penting," ucap Nicholas menarik kue yang disodorkannya pada Zahra.

Setelah Zahra mengangguk paham, Nicholas meletakkan kue dan minuman di atas meja.

Melihat kakaknya yang sudah menghilang di balik pintu ruang kerja, Zahra langsung menerkam kuenya tanpa basa basi.

Tanpa Zahra tahu, Nicholas yang mengintip dari balik pintu tersenyum melihat adiknya begitu ceria menikmati kue setelah sekian lama tidak bertemu.

Zahra kesayangannya yang menerima beasiswa untuk belajar di Eropa membuat mereka tak bisa sering ketemu.

"Aih, tujuanku kemari kan bukan untuk ini," gerutu Zahra yang tersadar ditengah acara memakan kue.

"Nicholas! Kau membodohiku!" Pekik Zahra dari sofa depan televisi.

Nicholas hanya cekikikan di ruang kerjanya mendapati adiknya masih saja mudah untuk dibodohi. Ia bahkan heran bagaimana adiknya itu bisa mendapatkan beasiswa kuliah di Eropa dengan otak sekecil otak udang itu.

Namun, ia juga bangga kepada Zahra atas semua prestasinya meskipun tidak lebih banyak dari dirinya.

"Kak! Kau ini jahat sekali. Adiknya pulang malah tidak dijemput," teriak Zahra sambil menggedor-gedor pintu ruang kerja Nicholas.

"Tidak mau tau, kakak harus ganti rugi!"

Nicholas hanya tersenyum tipis mendengar ocehan Zahra yang tak bisa masuk ke ruang kerjanya.

Meski gemas kepada adiknya, tapi tumpukan berkas di depannya memaksa untuk segera diselesaikan. Jadi, mau tak mau Nicholas harus mengerjakannya hingga tuntas.

Zahra yang masih kesal terus saja menggedor-gedor pintu.

Karena Nicholas mulai terganggu, ia pun membuka pintu tiba-tiba membuat Zahra jatuh tersungkur.

"Kamu ngapain dek di lantai?" tanya Nicholas dengan polosnya.

Zahra pun terpancing emosinya hingga mengamuk pada kakaknya yang tidak punya akhlak itu.

"Kakak itu bodoh atau bagaimana sih! adiknya jatuh malah nggak ditolongin," ucap Zahra cemberut.

"Oooh, adik kakak jatuh rupanya. Aduh sayang, sini sini sini... cup cup cup," ucap Nicholas sambil memeluk dan mengusap kepala Zahra.

Zahra berontak dari pelukan Nicholas, tapi Zahra kalah tenaga dengan Nicholas.

Meski Zahra bisa saja melepaskan diri dari pelukan kakaknya, tapi ia tak melakukannya karena sebenarnya Zahra pun rindu dipeluk kakaknya itu.

"Kakak harusnya memanjakanku sebelum menikah," lirih Zahra membuat Nicholas tercekat.

"Siapa yang menikah?" tanya Nicholas bingung.

Zahra hanya diam semakin erat memeluk kakaknya.

Nicholas yang paham akan ketakutan adiknya itu pun membalas pelukannya.

Hari sudah semakin larut, tetapi Zahra masih begitu enggan melepaskan kakaknya. Hingga akhirnya Nicholas menemani Zahra menonton TV hingga tertidur.

"Kakak akan terus jaga kamu sayang," lirih Nicholas mengecup kening adiknya yang terlelap.

Zahra begitu beruntung memiliki seorang kakak selembut Nicholas. Meskipun mereka kerap kali bertengkar, Nicholas tetap tak pernah meninggikan nada bicaranya.

Nilai ini lah yang membuat Nicholas disukai banyak wanita selain karena harta dan wajah tampannya. Namun, tak banyak yang tahu jika seorang Nicholas bisa bersikap lembut kepada perempuan. Karena image superior yang dibangunnya sudah menjadi ciri khas dari dirinya di depan publik.

***

sebuah dering ponsel di nakas membuat Zahra mengejapkan matanya.

Dengan mata setengah tertutup Zahra membaca pesan tersebut dari notifikasi.

[Pak, Nona Hanna meminta bertemu di Cafe Romansa ketika jam makan siang]

Melihat pesan tersebut mata Zahra langsung membulat dan penasaran siapa sosok Hanna ini. Karena kakak menyebalkannya selalu menolak untuk menikah atau sekedar dikenalkan dengan wanita.

Tanpa pikir panjang, Zahra langsung mencatat alamat kafe dan hendak menguntit kakaknya itu.

"Kak, barusan asisten kakak chat tuh. Berisik banget pagi-pagi," gerutu Zahra.

Nicholas yang terlelap di sofa kamarnya pun membuka mata dengan malas.

"Hm," sahut Nicholas yang masih belum sadar dari tidurnya.

Zahra hanya menggelengkan kepala dan langsung menuju dapur karena ia mulai merasa lapar.

"Kak! kakak mau aku buatkan apa? sandwich? atau roti selai saja?" teriak Zahra dari dapur.

Nicholas pun mulai terusik kembali dan dengan sangat-sangat terpaksa ia bangkit dari tidurnya yang baru beberapa menit. Kantung mata dan mata merahnya pun sudah menjelaskan semuanya hanya dalam sekali lihat.

Pria gila kerja seperti Nicholas ini sudah banyak berserakan di tepi jalan. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak memikirkan tentang pernikahan sama sekali seperti Nicholas.

"Apa saja sayang," sahut Nicholas dari dalam kamar.

"Tak bisakah kakak berhenti memanggilku begitu? Nanti kakak ipar salah paham kak," teriak Zahra sambil cekikikan di dapur.

Dalam hitungan ketiga, Nicholas pun menghampiri Zahra dengan raut kesal.

Bagaimana tidak, ia tak berniat memberi Zahra seorang kakak ipar tapi malah Zahra berkata demikian.

"Siapa? lagian kamu tidak akan punya kakak ipar," ucap Nicholas dengan raut cemberut.

Melihat ekspresi kakaknya yang begitu lucu Zahra tertawa terpingkal-pingkal hingga lupa ia sedang menggoreng telur. Alhasil, telur yang digorengnya pun gosong.

Nicholas menertawai Zahra puas. Naasnya, nasib baik tidak sedang berpihak kepadanya karena Zahra langsung memasukkan telur gososng itu ke dalam mulut Nicholas tanpa aba-aba.

Hampir saja Nicholas mati tersedak.

"Dek, kamu mau bunuh kakak ya?" tanya Nicholas dengan napas yang masih terengah-engah karena panik.

"Hahahaha, sukurin. salah sendiri ngetawain Zahra. Mamam tuh telur gosong," tawa Zahra puas melihat kakaknya sangat kesal.

Nicholas yang kesal pun langsung masuk ke kamar dan membanting pintu. Nicholas harus segera bersiap-siap untuk ke kantor dan menyelesaikan pekerjaannya lebih awal agar bisa bertemu dengan Hanna.

Cermin berembun di depannya menampilkan wajah tampan dengan garis rahang yang begitu tegas membuatnya tampak sangat maskulin.

Tatapan mata yang setajam cakar elang miliknya pun siap mengoyak setiap pandangan yang meremahkan dirinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!