Sapuan cahaya menyilaukan mata menerobos di antara celah dedaunan pohon Ketapang Kencana yang sebagian mulai menguning. Semilir angin perlahan meruntuhkan kokohnya dedaunan kering berwarna jingga itu. Ranting yang membentang dan bertingkat, membuat suasana taman menjadi rindang dan teduh. Namun, teduhnya pohon Ketapang Kencana ternyata tak mampu menyejukkan hawa panas yang kini menyeruak di antara dua insan beda jenis gender tersebut. Sesaat, fokusnya tertuju pada genggaman tangan hangat milik perempuan di sampingnya. Entah mengapa, ia merasa nyaman berada dalam genggaman tangan perempuan itu.
''Ehem!''
Rendi mengangkat tinggi kedua tangan yang saling bertaut erat itu.
''Eh, maaf pak. Saya nggak sengaja.'' ucapnya segera melepas genggaman tangannya malu dan memukul-mukul pelan tangannya sendiri.
''Saya terlalu senang, jadi kurang memperhatikan Maaf ya pak.'' ucap Daisha sekali lagi.
''Hm.'' ucap Rendi mencoba menetralkan debaran jantungnya yang mulai berdetak lebih kencang.
''Saya panggilkan Arka dulu ya, pak.'' ucap Daisha mencoba lari dari situasi canggung yang terjadi.
''Hm.'' ucap Rendi acuh.
''Papa!'' panggil Arka dan berlari ke gendongan papanya.
''Anak papa.'' sambut Rendi dengan mencium lembut puncak kepala putranya.
''Kita pulang sekarang atau Arka masih mau main bersama teman-teman?'' tanya Daisha.
''Arka lapar.''
''Kalau begitu, kita cari makan dulu. Bapak duluan saja, saya mau berpamitan dulu dengan ibu kepala sekolah.''
''Ya.'' jawab Rendi singkat.
Waktu makan siang memang belum sepenuhnya dimulai, sehingga mereka dengan leluasa bisa memilih meja makan yang akan mereka tempati. Beberapa menu steak daging yang menggugah selera tersaji di antara beberapa makanan pendamping lainnya.
''Lho, bapak nggak makan?'' tanya Daisha.
''Enggak, saya masih kenyang.''
''Padahal enak banget lho ini, pak. Arka aja udah hampir habis satu porsi ya, kan Arka?''
''Iya, ma.''
''Kalian saja yang makan.''
''Mama, suapi papa juga dong!'' ucap Arka mengedipkan matanya.
''Bapak mau? Sini buka mulutnya?''
''Enggak.''
''Papa ayo makan juga.''
''Ayo, cobain dulu, pak. Aaak..'' ucap Daisha menyodorkan potongan daging steak ke arah mulut Rendi.
''Gimana? Enak kan pak?''
''Hm.'' jawabnya singkat.
''Yey! Mama dan papa romantis.'' ucap Arka bahagia.
''Memangnya kamu tahu arti kata romantis?'' tanya Rendi.
''Tahu dong, pa. Romantis itu mesra.'' jawab Arka.
''Salah! Yang betul romantis itu rombongan makan gratis.'' ucap Daisha terkekeh.
''Bisa aja kamu.'' jawab Rendi ikut tersenyum.
''Eh, bapak bisa senyum juga ternyata. Bapak tuh makin tampan lho kalau lagi senyum gitu. Selain senyum itu bernilai ibadah dan sedekah yang paling mudah, senyum juga dapat memupuk hubungan baik antar sesama manusia. Terus bapak jadi keliatan makin cakep, pak.'' puji Daisha.
''Udah ceramahnya? Dikira gila nanti senyum-senyum sendiri.'' elak Rendi.
''Bapak bisa saja.'' jawab Daisha dengan tawanya.
''Ya sudah, kita pulang sekarang.''
''Siap, bos.'' jawab Daisha.
Karena kelelahan setelah bermain tadi, Arka pun tertidur dipangkuan Daisha.
''Segera tidurkan dia di kamar. Dan kamu masih hutang penjelasan dengan saya.'' ucap Rendi setelah memasuki pintu rumahnya.
''Oke, bos.''
Di meja makan, tante Maya sedang menikmati menu makan siangnya seorang diri. Wanita paruh baya itu selalu terlihat anggun dalam situasi apapun.
''Baru pulang?'' tanyanya pada Daisha yang melewati meja makan itu.
''Iya, tante. Maaf ya tante, kami nggak makan siang di rumah. Tadi sekalian mampir makan siang dengan Pak Rendi.''
''Oh. Iya, santai saja.''
''Saya permisi dulu ya tante, dipanggil pak bos ke atas.'' pamit Daisha.
Saat Daisha hendak masuk ke ruang kerja atasannya itu, ponselnya berdering menandakan sebuah panggilan masuk ke nomornya. Ia baca nama kontak di layar ponselnya, dan dengan enggan ia geser tombol hijau di sana.
''Hallo?''
''Aku lagi kerja. Maaf ya, aku nggak bisa.''
''Telefon dari siapa? Pacar kamu?'' tanya Rendi yang telah berdiri di mulut pintu.
''Bapak sukanya ngagetin terus.''
''Masuk!'' perintahnya.
Daisha berjalan mengikuti langkah kaki bosnya dari belakang. Ketika Rendi menghentikan langkahnya, rem di kaki Daisha pun mendadak sulit dikondisikan. Keningnya menabrak punggung kekar di hadapannya.
''Aduh, bapak kalau mau berhenti bilang dong!'' ucap Daisha mengelus keningnya yang sedikit terasa nyeri.
''Makanya fokus!''
''Saya udah fokus pak, bapak aja yang berhenti tiba-tiba.''
''Memangnya sakit beneran ya?'' tanya Rendi mengamati dari dekat kening Daisha yang sedikit memerah. Perlahan jarak mereka semakin dekat dan dengan lembut Rendi meniup kening Daisha yang memerah.
''Pak, jangan terlalu deket-deket gini dong, pak. Jantung saya nggak aman nih.'' ucap Daisha terus terang. Mendengar ucapan Daisha, Rendi pun segera menarik tubuhnya menjauh.
''Saya ambil kotak obat dulu.'' ucap Rendi mengalihkan pembicaraan.
''Nggak usah, pak!''
Lagi-lagi tangan Daisha mencengkeram lengan Rendi yang hendak melangkah ke luar. Pandangan mereka kembali beradu untuk beberapa saat. Irama detak jantung mereka berdendang seolah saling bertautan.
''Eh, maaf pak. Nggak sengaja lagi.'' ucap Daisha tak enak hati dan melepaskan cengkeramannya.
''Selain menyebalkan ternyata kamu hobi pegang-pegang juga ya?''
''Sembarangan aja bapak ngomongnya. Enggaklah. Cuma bapak yang pernah saya pegang-pegang.'' ucap Daisha. Rendi pun melotot mendengar jawaban yang Daisha ucapkan.
''Eh, maksud saya bukan begitu, pak. Ah bapak sih, jadi salah kan saya ngomongnya.''
''Bilang aja kamu ingin memegang saya!''
''Bapak nyebelin, ih! Saya pergi aja deh dari sini!'' ucap Daisha merajuk.
''Eh, tunggu!'' cegah Rendi dan menarik tangan Daisha. Karena kehilangan keseimbangan, Daisha pun terpelanting ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung, dengan cepat Rendi menangkap tubuh Daisha dengan kedua tangannya.
Bak dalam cerita drama india, tubuh Daisha berada di dalam pelukan Rendi. Seolah waktu sejenak berhenti berputar dan seakan memberi ruang bagi dua insan yang sedang dalam pelukan.
Diam-diam dari luar pintu, Arka dan tante Maya melihat kemesraan dua sejoli tersebut. Mereka pun bersorak senang dan meninggalkan ruangan itu.
''Aduh!'' teriak Daisha mengelus pantatnya yang terbentur lantai.
''Bapak jahat banget, sih. KDRT ini namanya!'' protes Daisha.
''Kamu berat.'' jawab Rendi acuh dan berjalan ke arah jendela yang menghadap langsung ke arah taman belakang.
''Sakit tahu, pak! Kalau sampai saya kenapa-kenapa gimana!' gerutu Daisha.
Rendi menjauh mengacuhkan pemilik bibir mungil yang tak henti-henti berbicara itu.
''Sialan!'' umpat Rendi dalam hati. Berada dalam jarak yang begitu dekat dengan pengasuh anaknya ternyata cukup membuat panas tubuhnya. Apalagi ketika tanpa sengaja tangannya sedikit menyentuh benda kenyal yang tersembunyi di balik pakaian khusus yang hanya dirancang untuk wanita, yang membuat sesuatu yang telah lama tertidur dari balik celananya bangkit dari tidur panjangnya.
''Stop! Jangan mendekat!'' ucap Rendi ketika melihat Daisha akan berjalan ke arahnya.
''Kamu keluar dari sini!''
''Bapak ngusir saya?''
''Iya!''
''Nyebelin banget sih jadi orang! Udah KDRT eh pakai ngusir juga! Awas aja, aku balas nanti!'' gerutu Daisha berjalan meninggalkan ruangan bosnya tersebut. Ia pun membanting pintu dengan begitu keras karena kesal.
''Woi! Jangan sembarangan!'' teriak Rendi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments