Hari berganti demi hari. Dan pada setiap sinar sang mentari pagi terbit, semangat baru pun ikut terbit bersamanya.
Luka di kaki Daisha kini sudah mulai mengering. Pagi ini, rencananya ia akan berangkat ke kampus untuk mengambil jadwal wisudanya yang akan dilaksanakan beberapa waktu mendatang. Dan setelah itu, ia akan segera kembali untuk bekerja setelah sekian hari izin karena kakinya yang masih sakit.
Daisha melaju membelah jalanan kota bersama motor matic butut peninggalan mendiang ayahnya. Ia parkirkan motornya berjajar diantara motor mahasiswa lain. Ia lepas helm merah muda kesayangannya, dan sedikit merapikan rambutnya yang berantakan terbawa oleh angin.
''Selamat pagi neng Shasha.'' sapa lelaki jangkung dari arah belakangnya. Seakan hafal betul dengan suara dari sosok lelaki itu, Daisha hanya menghembuskan nafasnya dengan malas.
''Neng Shasha, kemana aja sih? Abang cariin kemana-mana kok nggak pernah kelihatan di kampus?'' tanyanya.
''Apa sih, Ben. Lebay tau ah.''
''Bukan lebay neng Shasha, abang Beni resah dan gelisah tanpa kehadiran neng Shasha di kampus ini.''
''Mohon maaf abang tukang bakso, saya lagi sibuk. Permisi.''
''Woi, neng Shasha tungguin abang!'' kejar Beni.
''Buru-buru amat sih, kaki kamu kenapa Sha?'' tanya Beni kembali.
''Kecelakaan.'' jawab Daisha.
''Hah? Kok nggak bilang sama abang? Kan abang bisa kirimin karangan bunga untuk neng Shasha.'' ucap Beni.
''Dipikir meninggoy apa pake dikirim karangan bunga segala.'' protes Daisha.
''Bukan begitu neng Shasha, tapi abang akan kirimkan karangan bunga dengan ucapan yang romantis biar kaya di sinetron-sinetron itu.'' jawab Beni.
''Tapi beneran kaki kamu udah nggak kenapa-kenapa?''
''Buktinya aku udah bisa jalan kan sekarang. Atau mau balapan lari buat bukti?'' tantang Daisha.
''Jangan dong, abang nggak bisa kalau harus berlari menjauh dari neng Shasha.''
''Apaan sih, Ben!''
''Kalau lagi jutek gini, makin cantik aja deh neng Shasha ini.''
''Sekali lagi ngomong kaya gitu, aku kempesin kamu, Ben!''
''Emangnya ban serep di kempesin segala.'' ucap Beni.
Beni adalah teman lelaki Daisha di kampus, teman dalam artian yang sesungguhnya. Beni memang terkenal sebagai buaya darat dengan sejuta rayuan dan gombalan-gombalannya pada setiap mahasiswi di kampus itu. Sayangnya, tidak ada satupun dari mereka yang mau menjadi kekasih dari seorang lelaki jangkung seperti Beni.
Daisha dan Beni kini tengah duduk di sebuah bangku kayu panjang yang berada di bawah pohon beringin besar dekat parkiran motor. Tempat itu sering dijadikan oleh mahasiswa di sana untuk sekedar nongkrong, bermain gitar ataupun bersenda gurau dengan satpam di kampus mereka.
''Setelah lulus nanti, kamu mau ngapain Sha?'' tanya Beni.
''Kawin!'' jawab Daisha sekenanya.
''Buset, mau kawin sama siapa kamu? Tega ya kamu ninggalin abang.''
''Aku juga bingung, Ben. Pengennya sih langsung kerja biar bisa bantu ibu.''
''So sweet.. Ini nih yang bikin abang tambah makin demen.''
''Aku lagi serius, Ben. Becanda mulu, aku tinggal cabut nih!''
''Iya-iya. Gitu aja ngambek.''
''Kamu sendiri mau lanjut kuliah lagi?''
''Bingung juga, Sha.''
''Bingung kenapa? Orang tua kamu kan orang berada, Ben. Pasti bisalah mereka biayain kuliah kamu.''
''Mampu sih mampu, tapi otak abang ini yang sepertinya nggak mampu.'' jawab Beni.
''Hahaha bisa aja kamu.''
''Udah ah, aku duluan ya. Bentar lagi jam kerja.''
''Nggak makan siang dulu, Sha? Aku traktir deh. Udah hampir jam makan siang nih?''
''Aku bawa bekal. Aku duluan, ya Ben. Jangan kangen!'' canda Daisha.
''Neng Shasha jangan ngomong gitu, sekarang aja abang Beni udah kangen.''
''Udah ah, duluan Ben.''
''Hati-hati, Sha.''
Sepanjang perjalanan menuju kantor tempatnya bekerja, entah mengapa ia merasa bahagia sekali. Ia melajukan motornya dengan berdendang dan bersiul-siul dengan tak jemu-jemu.
''Siang, Pak Toni.'' sapa Daisha pada Pak Toni selaku kepala bagian kebersihan.
''Eh, Daisha. Sudah berangkat kerja lagi? Bagaimana kaki kamu?''
''Aman, pak.''
''Oh iya kebetulan kamu sudah berangkat, kamu bersihkan ruangan Pak Rendi ya, kebetulan mbak Tika izin hari ini.'' perintah Pak Toni.
''Saya pak?''
''Iya, saya lihat kerja kamu bagus dan bersih. Jadi kamu saja yang menggantikan tugas mbak Tika. Kamu tahu sendiri kan, Pak Rendi itu sangat bersih sekali orangnya.''
''Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu pak, mau siap-siap dulu.''
''Oke.''
Setelah berganti pakaian kerja, Daisha menuju sebuah loker guna menaruh tas dan baju gantinya. Berbagai selentingan dan kabar miring tentang dirinya ia dengar dari mulut-mulut karyawan yang ia jumpai sejak kedatangannya di kantor. Daisha memilih untuk pura-pura tidak mendengar dan menanggap lalu, toh berbagai ucapan dan tuduhan yang mereka gaungkan tidak nyata adanya.
''Nay!'' sapa Daisha.
''Udah berangkat, Sha? Kirain masih betah rebahan di rumah? Secara kan dapat izin cuti cuma-cuma dari aa bos tercinta.''
''Mulai deh, mau ikutin ghibah juga kaya yang lain?'' tanya Daisha.
''Selo bosku, bercanda.''
''Udah ah, aku kerja dulu.''
''Oke, semangat bekerja! Sampai ketemu lagi pada jam pulang kantor dan jangan lupa kawanmu ini mau nebeng pulang.'' ucap Naya terkekeh.
''Kebiasaan!'' jawab Daisha.
Daisha mulai membersihkan setiap sudut ruangan di lantai atas. Jam kerjanya memang dimulai setelah waktu makan siang selesai. Setiap sudut ia bersihkan, tak kan ia biarkan setitik debu pun hinggap di sudut ruangan. Setelah itu, ia berjalan menuju letak ruangan atasannya berada. Ia merapikan kemejanya yang memang sudah rapi dan menata debar jantungnya yang entah mengapa kini ia merasa sedikit takut untuk memasuki ruangan tersebut. Ini adalah kali pertamanya memasuki ruangan Rendi, karena tidak sembarang petugas kebersihan bisa masuk dan membersihkan ruangan tersebut.
''Ini kenapa jantung gini amat, sih. Kalau mau masuk ruangan bos kenapa vibe nya jadi beda ya, horor bin serem.'' ucap Daisha dalam hati.
Setelah dirasa cukup tenang, ia ketuk pelan pintu ruangan Rendi.
''Permisi, pak. Saya ditugaskan Pak Toni untuk membersihkan ruangan bapak dan menggantikan mbak Tika yang sedang izin sakit.''
Perhatian Rendi dan Arka kini teralihkan pada sosok perempuan yang sedang berdiri di ambang pintu.
''Mama!'' teriak Arka.
Daisha menjadi salah tingkah dan merasa tak enak hati. Pasalnya saat ini mereka sedang berada di kantor dan dengan suasana yang sedikit berbeda tentunya.
''Arka, saat di kantor jangan panggil mama Daisha ya, cukup panggil tante atau kakak. Nanti kalau di dengar karyawan lain bisa jadi salah paham.'' ucap Rendi. Daisha yang mendengar itu pun entah mengapa merasa sedikit sesak hatinya. Seakan ia kembali disadarkan tentang statusnya yamg hanya sebagai pegawai rendahan.
''Iya, Arka. Panggil tante saja ya nak kalau mama sedang bekerja di sini'' ucap Daisha lembut.
''Nggak mau!'' jawab Arka merajuk dan hendak berlari ke luar ruangan.
''Arka!'' dengan cepat Daisha dapat menangkap Arka.
''Arka mau kemana?'' tanya Daisha yang membawa tubuh kecil Arka ke dalam dekapannya.
''Papa jahat!''
''No no no! Arka nggak boleh ngomong kaya gitu. Nanti dosa sayang.'' bujuk Daisha.
''Arka kamu harus nurut sama papa!'' ucap Rendi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Kanjeng ayu
punya temen kaya Beni gini klo d dunia nyata pasti seru bgt wkwkk
2022-10-29
2
suci dari debu
ngakak banget sama abang beni 🤣🤣
2022-10-26
4