Memang, ada yang mengatakan kalau engkau jatuh cinta jangan sampai keterlaluan dan menjadi cinta buta yang habis-habisan. Begitu pula, kalau engkau benci maka jangan benci secara berlebihan karena itu bisa berakhir dengan kesengsaraan dan kematian.
Obat yang paling ampuh dari patah hati adalah dengan jatuh cinta lagi. Seperti yang sahabat Daisha alami. Berkali-kali hatinya dipatahkan oleh banyak lelaki, namun berkali-kali pula ia kembali untuk jatuh cinta lagi.
''Kenapa sih ribut-ribut?'' tanya ibu Rahayu mendengar teriakan Naya dari dapur.
''Ada yang lagi putus cinta, bu. Diselingkuhin pula.'' jawab Daisha.
''Owalah, kirain ada apa. Yang sabar, ya Nay. Hidup itu penuh cobaan, kalo penuh cucian itu namanya laundry kiloan.'' kata bu Rahayu dengan terkekeh.
''Bener tuh kata ibu. Makanya nggak usah pacar-pacaran, sakit kan kalo putus cinta. Bendel sih dibilangin.'' ejek Daisha.
''Nah, bener juga itu kata Daisha.'' bela ibu Rahayu.
''Ya Tuhan, mengapa engkau kembali mematahkan cinta di hati hamba mu ini.'' ucap Naya seolah menjadi makhluk yang paling menderita karena cinta.
''Saat gerimis datang ingat mantan, waktu hujan turun ingat kenangan, pas banjir menyerbu baru deh ingat Tuhan.'' ucap Daisha.
''Niat hati ingin mencari kedamaian, eh dapatnya malah hujatan.'' ucap Naya memanyunkan bibirnya.
Daisha dan ibu Rahayu sudah hafal betul mengenai tabiat Naya. Jadi, setiap kali Naya putus cinta mereka sudah khatam betul dan selalu saja meledek Naya dengan maksud untuk menghibur anak gadis yang sedang patah hati itu. Ibu Rahayu dan Daisha memang sudah sangat akrab dengan Naya, hubungan persahabatan antara Daisha dan Naya layaknya sebuah hubungan kakak adik seperti keluarga sendiri.
''Nggak usah ngambek, makin jelek tau. Buruan makan aja sana!'' ucap Daisha.
''Ibu masak apa, bu?'' tanya Naya kembali bersemangat.
''Udah lupa sama patah hatinya?'' tanya ibu Rahayu.
''Patah hati bikin gampang lapar, bu.'' jawab Naya terkekeh.
''Bilang aja mau numpang makan.'' sambung Daisha.
''Yaudah, sana makan di belakang. Masih ibu sisakan lauk untuk kamu.''
''Makasih ibu, ibu memang best deh.'' Naya segera menuju meja makan di ruang belakang.
...ΩΩΩ...
Di sebuah hunian mewah di tengah kota, dua lelaki beda generasi sedang merebahkan tubuh mereka pada sebuah kursi santai panjang sambil memandang indahnya bintang yang berkilauan bertahta di gelapnya malam. Mereka diam dan larut dalam pikirannya masing-masing.
''Kalian ini sedang ngapain malam-malam tiduran di luar begitu?'' tanya tante Maya, adik dari mendiang ibunda Rendi.
''Ini juga kenapa kamu biarkan anak kamu jam segini belum tidur.''
Dua lelaki beda usia itu hanya melihat sekilas ke arah tante Maya dan kembali memandang bintang-bintang yang berhamburan di atas sana.
''Rendi!''
''Iya, tante. Sebentar lagi Rendi akan bawa Arka masuk ke dalam.''
''Kamu sudah mau tidur?'' tanya Rendi pada putranya. Dan Arka pun menggeleng.
''Kalian ini bapak dan anak sama saja!''
''Jangan begadang kasihan Arka. Dia masih kecil, belum boleh terlalu sering tidur terlalu larut. Tante sudah mengantuk. Tante mau tidur duluan.'' ucap tante Maya.
''Iya, tante.'' jawab Rendi.
Selepas kepergian tante Maya, Rendi dan Arka kembali diam.
''Arka apa yang sedang kamu pikirkan?'' tanya Rendi pada putranya. Namun, Arka hanya diam saja dan tetap memandang hamparan langit malam. Rendi hanya dapat menghembuskan nafasnya dengan kasar katika putranya itu kembali ke mode silent seperti ini.
''Apa kamu merindukan mama Raline?'' tanya Rendi kembali.
Sekilas Arka memandang ke arah papanya itu, namun sepersekian detik ia kembali memalingkan wajahnya.
''Benar-benar sama saja.'' ucap Rendi pada dirinya sendiri.
''Sudah malam, ayo kita masuk ke dalam. Sudah waktunya kamu tidur.'' Rendi pun menggendong putranya itu menuju kamarnya.
Setelah mencuci tangan dan gosok gigi, Rendi membaringkan putranya di sebuah kasur yang empuk.
''Berdoa dulu.'' ucap Rendi.
Arka diam dan khusuk melafalkan doa.
''Anak pintar, segera tidur jika besok ingin ikut papa pergi ke kantor lagi.'' Rendi mengusap lembut kepala putranya.
Sebenarnya Rendi tidak ingin membawa putranya itu ketika sedang bekerja, namun dengan kondisi yang Arka alami, mau tidak mau Rendi membiarkan hal itu terjadi. Setelah memastikan putranya tertidur, segera Rendi beranjak menuju kamarnya.
Ia baringkan tubuhnya dan sedikit bersandar pada sebuah sandaran kasur. Ia ambil sebuah bingkai foto yang terletak di dekat ranjangnya. Sejenak ia pandangi wajah cantik yang sedang tersenyum manis itu.
''Hai, apa kabar kamu di sana? Kamu lihat, anak kita sudah besar sekarang. Kenapa kamu pergi begitu cepat? Apa kamu tidak kasihan melihat putra kita tumbuh tanpa sosok ibu di dekatnya?'' ucap Ibrahim pada sebuah foto yang selalu ia pandangi menjelang tidurnya.
Rendi menghembuskan nafasnya dengan berat. Berbagai kekhawatiran dan rasa takut selama ini selalu menghantuinya. Ia takut bila gagal menjadi ayah dan ibu sekaligus bagi putra semata wayangnya. Namun, ia seolah tidak bisa melakukan apa-apa. Ia juga merasa lemah bila melihat putranya berada jauh dari jangkauannya.
...ΩΩΩ...
Pagi hari, Arka sudah bersiap dengan pakaian rapi dan gadget yang selalu menemaninya. Arka terbiasa bangun pagi dan mandi sendiri. Sikap disiplin hasil didikan dari papanya membuatnya bisa dan terbiasa melakukan aktifitas paginya sendiri.
Kini, mereka sedang duduk di sebuah meja makan untuk menikmati sarapan pagi.
''Arka mau ikut ke kantor papa lagi?'' tanya tante Maya. Dan Arka pun mengangguk mengiyakan.
''Arka di rumah saja ya sama oma Maya, nanti kita jalan-jalan ke mall beli mainan baru. Kamu mau apa nak? Mobil, kereta, atau truk besar?'' bujuk tante Maya. Dan Arka pun menggeleng dengan keras.
''Jangan dipaksa tante, yang penting Arka bahagia.'' jawab Rendi.
''Lingkungan kantor itu tidak cocok untuk Arka, Rendi. Belum saatnya Arka berada di lingkungan orang-orang dewasa seperti kantor kamu. Kamu lihat sendiri kan, sikap dan perilaku Arka sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang anak kecil seusia Arka. Dia terlalu cepat dewasa, tante nggak setuju kalau Arka ikut kamu ke kantor terus-terusan.'' ucap tante Maya yang merasa khawatir dengan tumbuh kembang cucunya tersebut.
''Sudahlah tante, biar Rendi pikirkan lagi nanti.'' jawab Rendi.
Sebenarnya Rendi pun merasakan kekhawatiran yang sama dengan apa yang dirasakan oleh tantenya itu. Sudah berulang kali dan berbagai macam cara ia tempuh untuk mengatasi sikap putranya tersebut. Puluhan psikolog Rendi datangkan namun sama saja, nihil hasilnya. Banyak dari mereka yang menyerah menghadapi Arka. Termasuk usaha Rendi untuk mencoba memasukan Arka ke sebuah sekolah khusus anak usia dini. Akan tetapi, lagi-lagi Arka membuat kekacauan dan berkelahi dengan temannya di sekolah itu, alhasil Arka menjadi enggan dan memberontak jika dibujuk untuk pergi ke sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Kanjeng ayu
next thorrrrr!!!! seruuu 😋😋
2022-10-22
5