Sebuah hari tanpa tertawa adalah hari yang tidak berguna. Seperti yang sedang Daisha lakukan, ia tetap tertawa lepas untuk melupakan rasa nyeri pada kakinya.
''Heh! Berani ya kamu ngerjain saya!'' gertak Rendi.
''Pak, bapak pernah denger pepatah kuno nggak? Sini deh saya kasih tau, bikin semua orang senang itu susah, yang gampang itu bikin semua orang marah.'' ucap Daisha terkekeh.
''Sialan kamu!'' umpat Rendi kesal.
''Sudah, pak. Jangan marah-marah terus nanti cepet tua.''
''Awas kamu ya!''
''Oh iya, masih ada satu lagi pak. Hidup di dunia ini singkat. Jadi, tersenyumlah selagi kamu masih memiliki gigi." Daisha kembali tertawa hingga tak kuasa menitikkan air matanya.
''Bener-bener kamu ya!'' geram Rendi begitu kesal dengan ulah Daisha.
Daisha berjalan meninggalkan Rendi yang masih kesal dan terus mengumpat pada dirinya.
''Arka, maaf ya kakak lama. Tadi kakak udah izin sama papa kamu. Katanya kita boleh menjadi teman. Kamu mau nggak jadi teman kakak?'' tanya Daisha setelah duduk berjejer dengan Arka. Arka pun mengangguk bahagia.
Rendi yang mendengar ucapan Daisha pun kembali melotot tidak percaya, sebab sejak tadi tidak ada pembicaraan mengenai hal itu. Lagi-lagi ia merasa dibuat kesal oleh tingkah karyawannya tersebut.
''Tapi sebelum kita berteman, kakak punya satu permintaan sama Arka?'' ucap Daisha.
''Mau tahu nggak permintaan kakak apa?'' Arka kembali mengangguk.
''Kita akan jadi teman baik asalkan Arka mau berbicara lagi. Jangan diem terus, kakak bingung kalau Arka cuma diem terus dan nggak mau ngomong.'' ucap Daisha dengan wajah dibuat sesedih mungkin.
Arka kecil membelai lembut pipi Daisha seolah ingin menghapus air mata buatan itu.
''Arka mau nggak nurutin satu permohonan kakak tadi?'' tanya Daisha dengan wajah yang dibuat seimut mungkin.
''Arka mau.'' jawab Arka dengan semangat.
''Wah, hebat! Janji ya, mulai sekarang kita berteman.'' seru Daisha dengan mengangkat telapak tangannya yang kemudian disambut semangat oleh Arka.
Rendi kembali takjub melihat interaksi dua orang di hadapannya itu. Ia masih tidak habis pikir, bagaimana mungkin anaknya bisa menurut dan patuh pada orang baru seperti Daisha. Benar-benar hal yang membuat Rendi bingung dan bersyukur melihat senyum ceria putra semata wayangnya.
''Kalau gitu, kita pulang yuk. Kakak juga harus segera pulang, takut di cariin ibu kakak.''
''Arka ikut mama pulang.'' Setiap mendengar Arka memanggil Daisha dengan sebutan mama, hati kecil Rendi merasa sedikit teriris betapa membayangkan putra kecilnya itu begitu merindukan kehadiran seorang ibu di sisinya.
''Arka, rumah kakak kan jauh. Dan ibunya kakak sudah menunggu kakak di rumah. Arka pulang ya sama papa.'' rayu Daisha.
''Enggak!''
''Gimana ini pak?'' tanya Daisha kebingungan.
''Sekarang begini saja, kita anterin kakak ini pulang. Setelah itu, Arka juga pulang ke rumah papa. Bagaimana?''
''Ini mama bukan kakak.'' ucap Arka merajuk.
''Oke. Kita antar mama pulang ke rumahnya setelah itu kita juga pulang.'' Arka pun kembali mengangguk senang.
Arka berjalan di antara kedua orang dewasa di sebelahnya. Wajahnya tersenyum senang, seolah ia sedang berjalan bersama ayah dan ibunya sendiri.
''Maaf ya, atas sikap anak saya. Jika Arka terus memanggil kamu dengan sebutan mama.'' ucap Rendi merasa tak enak hati.
''Bisa bilang maaf juga, ternyata.'' ucap Daisha.
''Kamu!''
''Iya iya pak, saya cuma bercanda. Nggak papa kok pak, saya paham betul bagaimana perasaan Arka saat ini.'' ucap Daisha tulus.
''Kalau kamu tidak keberatan, izinkan Arka memanggil kamu dengan sebutan mama untuk saat ini. Setelah Arka paham nanti, saya akan mencoba memberi pengertian kepadanya jika kamu bukanlah ibu kandungnya.''
''Bapak tenang saja. Saya tidak keberatan kok, asalkan Arka bisa selalu tersenyum seperti ini. Saya juga ikut bahagia.'' jawab Daisha.
''Hm.''
Setelah berjalan dan sampai di parkiran, mereka segera menuju mobil Rendi. Daisha nampak kesusahan ketika akan melangkahkan kakinya untuk menaiki mobil.
''Sini, saya bantu.''
''Nggak usah pak, saya bisa kok.'' tolak Daisha.
''Mau sampai kapan kamu seperti itu, cepat masuk. Bikin baju saya bau matahari saja! Nggak lihat apa lagi panas terik gini.'' ketus Rendi.
''Dih, ngomongnya tak berperikemanusiaan banget, sih.''
Tanpa permisi, Rendi segera membopong tubuh Daisha dan membawanya masuk ke dalam mobil.
''Merepotkan!''
''Saya kan udah bilang sama bapak kalau saya bisa sendiri, siapa juga yang mau ngerepotin situ.'' gerutu Daisha.
Arka yang melihat papanya membopong Daisha pun kembali tersenyum bahagia. Entah, apa yang ada di pikiran Arka saat ini.
''Di mana rumah kamu?''
''Di jalan X, pak.''
''Hm.''
''Arka, kalau Arka capek dan mengantuk, Arka boleh tidur di sini.'' Daisha menepuk sebelah bahunya.
''Enggak, Arka mau melihat mama terus.'' Rendi dan Daisha kembali berada dalam satu pandangan dengan pikirannya masing-masing.
''Em, Arka, mau main sebuah permainan sama kakak? Kakak punya kertas ini.'' ucap Daisha mencoba mengalihkan pembicaraan dan mengeluarkan beberapa kertas berbentuk persegi dari dalam tas yang ia bawa.
''Arka mau yang warna apa?''
''Biru.''
''Oke, biru untuk Arka dan kuning untuk kakak, eh mama.''
''Kita akan membuat.''
''Pesawat kertas!'' ucap mereka bersamaan. Sejak tadi, Rendi mengamati dua orang yang duduk di bangku belakang itu dari balik kaca spion dalam mobil.
''Arka juga suka membuat pesawat kertas?'' tanya Daisha dan Arka pun mengangguk mengiyakan.
''Wah, sama. Kita high five dulu!'' mereka pun melakukan high five dengan gembira.
''Biasanya sebelum kakak membuat pesawat kertas, eh mama membuat pesawat kertas, mama selalu menuliskan sebuah permohonan di sini. Arka mau menulis juga? Arka udah bisa menulis belum?''
''Udah.''
''Oke, pertama kita tulus dulu permohonan Arka di sini ya, setelah itu gantian mama juga tulis di sini.'' Daisha menyerahkan pulpen pada Arka. Hal itu tentu saja tak luput dari pandangan Rendi.
''Sudah?'' tanya Daisha.
''Sudah.''
''Sekarang gantian mama yang nulis, Arka jangan ngintip!'' Arka tersenyum mendengar ucapan Daisha.
''Oke, sekarang kita mulai buat pesawat kertasnya!''
Daisha dan Arka bermain pesawat kertas dengan begitu bahagia, terutama Arka. Ia bisa tertawa lepas hanya dengan memainkan sebuah kertas yang berubah bentuk menjadi sebuah pesawat mainan.
''Arka senang?'' tanya Daisha. Arka pun mengangguk.
''No, Arka. Tadi mama bilang apa? Kalau ada orang yang bertanya harus di jawab.''
''Sekali lagi mama tanya. Arka senang main pesawat kertas?''
''Senang!'' sorak Arka bahagia.
''Good boy!'' Daisha membelai lembut puncak kepala Arka.
''Sini peluk mama.'' Arka dan Daisha pun saling berpelukan layaknya pelukan seorang ibu yang memeluk putranya dengan hangat. Dari balik kemudi, Rendi memperhatikan dan ikut tersenyum bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Yani thea
sesederhana itu bikin anak kecil bahagia....oh kenapa aq jdi melow
2023-05-19
1
Yani thea
seru Thor...gemes bgt sama Daisha....
2023-05-19
1