“Mr. Max... Mr. Max!” teriakan seseorang mengganggu Allen Max yang sedang tidur bersandar di kursi meja kerjanya, dengan kedua kaki panjangnya yang diketakan di atas meja.
Dia telah tidur di sana sejak pelajaran pertama di mulai.
Krack!!! Sebuah pena yang baru saja melewati daun telinga Fabio Binary, guru komputer, orang yang baru saja memanggil Max, menancap di dinding belakangnya.
Glek!! Fabio menyesal telah mencoba membangunkan Max. Nyaris saja ia kehilangan telinga yang hanya dua itu.
“Ada apa?” tanya Max yang telah terbangun dengan entengnya.
Mengapa seorang gangster ada di sekolah ini, Batin Fabio cemas.
[Misi Anda: Komunikasi
Reward: 100 poin]
“Cih!!” Max tersenyum sinis membaca tulisan di depannya, karena Layar sistem menaikan bayarannya. Layar jelek pelit ini!
Fabio yang mengira Allen Max tersenyum sinis kepadanya semakin menjadi takut, hingga tidak tahu harus berkata apa.
“Maaf Mr. Binary,” ucap Zoe lembut, ia tiba- tiba datang untuk menetralisir keadaan.
Zoe memijak kaki Allan Max.
“AKH!!”
“Jaga sikapmu!” bisiknya kepada Allen. “Mr. Max, apakah kau tidak membaca jadwalmu?” tanya Zoe dengan senyum mengancam.
“Ada apa? Hari ini tidak ada kelas,” jawabnya enteng dan berencana untuk tidur kembali, “Mengapa aku harus datang jika tidak ada jadwal masuk kelas?” gerutunya kesal.
“Itu artinya kau harus menjaga keamanan sekolah dari pagi sampai pulang sekolah!!” seru Zoe sembari menunjuk Allen Max.
“Apa?!”
“Cepat pergi sana! Saat jam istirahat kau harus berkeliling, berpatroli mengawasi para siswa sepanjang jam istirahat!” seru Zoe
“Apa?!”
Para guru lain terdiam melihat Zoe Charlotte yang berani membentak Allen Max. Mereka mengkhawatirkan keselamatan Zoe yang terlihat gadis lemah dan lembut.
“Cih! Baiklah” Allen Max beranja dari duduknya.
“Mr. Max… ini,” Cesare Bocci memberikan penggaris panjang yang selalu dibawanya kepada Allen Max, “Anda memerlukan benda ini,”
“Ok,” Allen Max mengambil penggaris itu dan pergi meninggalkan kantor guru dengan kesal.
***
“Mengapa harus berpatroli saat jam istirahat, memangnya mereka anak PAUD yang harus diawasi?” gerutu Allen Max saat berjalan di lorong kelas.
Langkah kakinya terhenti demi melihat tiga orang siswi di depannya.
Mareka sedang berdiri di depan jendela dengan sebuah plastik berisi air. Plastik itu siap untuk dilemparkan ke bawah.
“Apa yang sedang mereka lakukan?” gumam Allen Max yang mengira mereka sedang menyiram tanaman dengan cara yang baru.
Dia berjalan melewati ketiganya meneruskan perjalan patrolinya.
Sementara itu, di bawah sana ada Pauline Polaire, siswi kelas 2-B yang sedang berjalan menuju platik berisi air yang siap dilemparkan kepadanya.
Chad yang menyadarinya segera mendorong Pauline, dengan maksud hati menyelamatkannya dari mara bahaya. Namun Pauline yang terdorong ke depan tidak sengaja tersandung oleh kakinya sendiri dan terjatuh di atas kotoran sapi.
Dan Guido yang cepat tanggap dengan plastik yang sudah diluncurkan akan mengenai Chad, segera menendang plastik air itu dengan gerakan perlahan, dan besar kekuatan yang dikondisikan agar plastik air itu tidak pecah, tetapi mengikuti kecepatan tendangan Guido.
Plastik air yang bergerak vertikal itu berubah posisi gerak menjadi horizontal dan melaju menuju rico yang sedang berjalan sembari mengunya es krimnya.
Crash!! Plastik yang berisi air comberan itu pecah dan membasahi Rico.
Rico yang menjadi korban salah sasaran menatap kesal kepada Guido. Ia terlihat akan menghajar siswa kelas 1 itu.
Teman- temannya yang lain telah siap dengan senjata andalah mereka masing- masing. Ada yang membawa pemukul bola kasti yang terbuat dari besi. Ada yang membawa linggis, martil, parang, sabit, dan kampak merah.
“Mereka adalah anak kelas 2-E, baiknya jangan terlibat dengan mereka,” bisik Chad kepada Guido, ia segera menarik lengan Guido untuk kabur dari kejaran Rico dan kelompoknya.
Pauline Polaire yang menjadi korban juga, menatap kesal ke arah Chad yang berlari melarikan diri. Ia membersihkan kotoran yang menempel di sikunya, dan segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Chad membawa Guido bersembunyi di gudang penyimpanan alat olah raga.
Guido menatap heran ke arah Chad, “Apa yang sedang kau lakukan? Mengapa kau membawaku ke sini?” tanyanya tajam. Tugasnya adalah memperhatikan bahaya di sekitar Chad, bukan mojok bareng.
“Ssstt… jau telah membuat kepala geng kelas 2-E tersiram air comberan, tidak ada gunanya meladeni orang seperti mereka,” bisik Chad.
Guido menghela napas dan beranjak meninggalkan gudang.
“Hey! Tunggu!” pekik Chad menahan Guido.
Tetapi terlambat, pintu gudang telah dibuka oleh Guido, dan bertepatan gerombolan Rico sedang berjalan di depan pintu gudang.
***
Di sisi lain, di toilet lantai satu sekolah.
“Bajuku jadi kotor gara- gara anak kelas satu itu!” gerutu Pauline sembai membasuh seragamnya di kamar mandi. Ia telah berganti baju olah raga.
“Di sini Klkau rupanya! Dasar tukang kibus!!” Natasha Hovey, teman sekelas Pauline yang baru saja masuk ke kamar mandi, menghentakkan bahunya ke lengan Pauline.
Pauline terdorong, dan menabrak westafel cuci tangan.
Natasha dengan santai mencuci tangannya, tanpa mengucapkan maaf karena telah menyenggol Pauline. Dia memang sengaja, kalau minta maaf jadinya nanti tidak sengaja.
Setelah mencuci tangan dan mematikan keran, Natasha memercikan sisa air di tangannya ke wajah Pauline. “Apa kau senang sudah menjadi kibus?” katanya sinis dan pergi meninggalkan kamar mandi.
Sesampainya di luar kamar mandi, Natasha tiba- tiba teringat dia lupa untuk kencing. Tujuannya ke kamar mandi bukan untuk cuci tangan, tetapi karena melihat Pauline dia jadi lupa. Karena tidak ingin malu di depan Pauline, ia memutuskan untuk kencing di kamar mandi yang lain.
Pauline mengelus jarinya yang memar akibat terbentur westafel. Ia hanya bisa diam mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Natasha.
Disetiap perbuatan yang benar, ada orang yang memusuhinya. Pikir Pauline berusaha untuk tenang menerima kebencian teman- temannya. Dan tidak akan melaporkan ujaran kebencian yang telah banyak dialaminya beberapa hari terakhir itu kepada guru.
Namun sikap tenangnya hanya berlangsung sementara, ia menjadi panik ketika pintu kamar mandi tidak bisa dibuka. Sementara bel masuk telah berbunyi.
“Tolong!!!! Siapa saja!!! Ada orang?! Tolong!!!!! Tolong!!!!” teriaknya panik.
Ceklak!! Pintu kamar mandi dibuka oleh seseorang dari luar.
“Pak guru,” ucap Pauline bernapas lega.
“Mengapa Kau bolos dan bernyanyi di sini?! Lakukan lah bolos dengan benar!” hardik Allen Max. ia masih harus melakukan tugas patrolinya, dan tidak sengaja mendapati siswi yang mencoba bolos.
“Be..bernyanyi? Pak guru seseorang mengunci pintu kamar mandi,” jelas Pauline.
“Siapa?”
“Saya tidak tahu,”
“Lari keliling lapangan sebanyak dua puluh kali!”
Apa?
“Mengapa?” tanya Pauline dengan memerkan ekspresi wajah tidak terimanya.
“Hukuman karena membolos,” ucap Allen Max menunjuk ke arah tangga. “Satu… dua ….” Allen Max mulai mengayunkan penggarisnya.
“Ba..baik.. Pak guru!” Pauline segera berlari keluar untuk menjalankan hukumannnya.
Mengapa aku jadi kena hukuman? Pikir Pauline tidak mengerti meratapi nasibnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments