Beli susu

“Sir Max?” sapa Elio Ludovic

Allen Menoleh mendengar seseorang memanggil namanya.

“Apakah Pak guru ingin menemui orang saya?” tanya Elio. Wajahnya terlihat khawatir.

Jadi ini rumah bocah ini?

“Itu Pak guru,” Elio terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu.

“Elio! Apa yang kau lakukan di luar?! Cepat masuk!” tiba-tiba terdengar teriakan seorang pria dewasa dari dalam rumah terdengar hingga keluar.

Elio bergantian melihat rumahnya dan Allen Max, “Saya berjanji akan memperbaiki nilai saya, dan berusaha untuk lebih rajin,” ucap Elio dengan nada memelas, dan kemudian menunduk hormat kepada Allen Max, “Sir Max, saya mohon jangan menemui orang tua saya,” pintanya penuh harap.

“Ok,” jawab Allen enteng, karena ia juga tidak berencana menemui orang tua Elio.

“Banyak terima kasih Sir Max!” ucap Elio bersuka cita. Dengan hati tenang ia berjalan masuk ke dalam rumahnya.

Tetapi Allen menahan langkahnya, “Hoi Bocah, kau harus mengantarkanku ke jalan lintas desa!” kata Allen Max.

“Benar juga hari sudah gelap,” balas Elio menyadari gurunya tidak memiliki penerangan apapun di tangannya. “Tunggu sebentar Sir Max, saya kan mengambil lampu senter.”

“Kau sedang berbicara dengan siapa?!” seseorang telah berdiri di depan pintu rumah.

“Itu aku!” jawab Allen Max singkat.

“Sepertinya Anda bukan orang desa ini, dan ada keperluan apa?”

“Hanya pendaki gunung yang tersesat,”

“Oh naik lah dulu. Nanti anak saya akan mengantarkan Anda,” kata pria tersebut.

Tanpa basa basi, Allen Max langsung saja menaiki tangga dan memasuki rumah Elio Ludovic. Allen Max disambut dengan baik oleh kedua orang tua Elio Ludovic.

Ibunya Elio dengan segera menghidang makan malam. Allen tidak menyangka akan mendapat makan malam gratis lagi dari warga desa. Sepertinya hal itu adalah tradisi Desa Piedmone, setiap ada orang yang berkunjung ke rumah mereka selalu diajak makan.

Fabrizio, ayahnya Elio memperkenalkan keluarganya satu persatu kepada Allen Max dengan penuh keramah tamahan. Dimulai dari adiknya Elio yang paling kecil hingga Elio, anak tertua berkerja di kota lain. Total seluruh penghuni di rumah itu ada 8 orang.

“Kalau anak kedua saya sudah putus sekolah,” terang Fabrizio.

Haruskah berempati? Jangan- jangan misi kali ini adalah di sini? Batin Allen Max.

“Sungguh sangat disayangkan sekali,”

“Percuma saja sekolah jika tidak memiliki prestasi yang membanggakan,” kata Fabrizio mengemukakan pendapatnya. “Anak saya juga akan menjadi petani yang tidak memerlukan ijasah, pelajaran yang didapatnya di sekolah tidak dibutuhkan untuk menjadi seorang petani.”

“Sekolah bukan satu satunya tempat untuk memperoleh pengetahuan, tetapi hanyalah salah satu tempat memperoleh pengetahuan,” kata Allen Max sependapat dengan Fabrizio

Pak guru…, Elio hanya bisa pasrah jika gurunya juga sependapat dengan ayahnya.

Setelah selesai makan malam, Allan Max segera pamit pulang. Elio Ludovic bersiap mengantar Max dengan lampu senter kecil kebanggaan keluarga.

“Terima kasih atas makan malamnya Mr. Fabrizio,” kata Allen. Ia tidak tahu harus senang atau bermuram durja ketika melihat Layar sistem sudah muncul di depannya. “Tidak perlu mengantar, sepertinya Aku sudah tahu jalan menuju jalan utama Desa,” kata Allen Max kepada Elio.

“Hati- hati Sir Max,” Elio memberikan lampu senternya kepada Allen Max.

“Mr. Fabrizio, Kotoran belum menjadi kotoran jika belum dikeluarkan. Tetapi makanan akan menjadi kotoran yang dihinggapi lalat jika tidak dimakan. Putra Anda masih memiliki harapan untuk menjadi sesuatu yang membanggakan jika masih terus melanjutkan sekolahnya. Jika ada yang putus sekolah menjadi sukses. Ingat mereka bukan putra Anda,” ujar Allen Max dan berlalu dari hadapan Elio.

***

Keesokan paginya, lagi – lagi Allen Max datang dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Semalamnya Layar sistem bolak balik kehilangan sinyal selama perjalanan pulang mereka.

Allen Max berjalan dengan lesuh menuju pintu masuk gedung sekolah.

“Sir Max!” Elio setengah berlari menyusul Allen Max. ia menyerahkan sebungkus plastik susu sapi kepada Allen Max.

“ 80 sen!” Elio menengadahkan tangannya ketika Allan mengambil sebungkus plastik susu sapi miliknya.

Allen Max terbengong tidak percaya, kali ini dirinya terpaksa membeli susu sapi setelah semalam membeli bayam.

Elio mengambil beberapa koin yang diberikan Allen Max dengan sumringah, “Orang tua saya memutuskan untuk terus menyekolahkan Saya, jadi saya akan berjualan apa saja dan di mana saja untuk membantu perekonomian keluarga,”

“Hoi Bocah, kau lebih cocok menjadi seorang pedagang,”

“Terima kasih Sir Max!” Elio dengan semangat membawa keranjang jualannya masuk ke dalam gedung sekolah.

Allen Max kembali melanjutkan langkahnya memasuki gedung sekolah dengan sebungkus susu sapi di tangannya, sesekali ia membalas siswa yang menyapanya.

Brak!! Terdengar suara dentuman dari arah jalan di depan sekolah. Sebuah truk menabrak pohon melinjo yang berdiri kokoh dipinggir jalan. Tak jauh dari situ ada Chad dan Guido sedang berdiri melihat kondiri truk yang hampir menabrak mereka.

“Cih! Mengapa dia tetap mengirim ekskutor yang amatiran,” gumam Allen Max kesal karena Baldoni belum mengirim eksekutor yang dicarinya. ia berharap bisa berhadapan dengan pembunuh kedua orang tuanya.

Hampir semua siswa yang mendengar dan melihat kecelakaan di depan sekolah mereka berlari untuk melihat lebih dekat.

Guido yang menyadari ada yang tidak beres dengan truk yang tengah terkapar di pohon melinjo segera menarik tangan Chad, “Ayo pergi!”

Sementara para siswa lain berlari mendekati truk yang diduga sudah kehilangan supirnya, Guido dan Chad berlari menjauhi truk itu.

“Ada apa?” tanya Chad.

“Truknya akan meledak,” ucap Guido enteng.

“Apa?” Chad terlihat panik melihat teman temannya yang berpapasan dengannya, “kalian! Jangan ke sana!!!” teriaknya. Tetapi tidak ada satu pun yang mendengarkannya.

Ding! Dong! Suara bel sekolah yang tiba- tiba berbunyi dan pagar sekolah yang bergerak menutup, menghentikan langkah para siswa dan segera berbalik.

Bisa gawat jika mereka terlambat, karena akan di hukum membersihkan halaman sekolah, dan membersihkan kendang hewan ternak yang dimiliki sekolah.

“Ini belum waktunya bel masuk berbunyi,” gumam Chad.

Boom!! Truk yang terkapar itu akhirnya meletup dan terbakar sedemikian rupa.

Tidak ada korban nyawa dalam peristiwa itu, satu – satunya korban adalah pohon melinjo yang tengah dalam kondisi kritis. Petugas kebakaran harus cepat tiba di lokasi. Jika tidak, dikhawatirkan pohon melinjo akan meregang nyawa.

Sementara Allen Max sebagai pelaku yang membunyikan bel sekolah bernapas lega, karena para siswa masih lebih patuh kepada aturan sekolah.

[ Misi selesai

Anda mendapat 50 poin

Poin Anda : 50

Misi selanjutnya : sedang mencari….

(Belanja Item)]

“Hoi Layar jelek! Jangan memberiku misi baru dengan bayaran yang sedikit, dan jangan coba- coba menghajarku! Aku sudah mengetahui kelemahanmu,” bisik Allen Max sembari tersenyum mengejek ke arah layar hologram yang menampilkan kombinasi angka 1 dan 0 yang berbentuk mata menyipit.

________

**Hello!

Mohon dukungannya setelah membaca cerita ini,

Like dan komen.

favorite jika suka 🐼**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!