Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa

🐼 Hello! Mohon dukungannya setelah membaca cerita ini 🐼🐼

like komen ✔️

favorite jika suka

Setiap pagi sebelum bel masuk berbunyi, Arthur Ergard melakukan briefing bersama seluruh guru di kantor guru. Ia tidak pernah bosan menyampaikan pentingnya kedisiplinan bagi seorang guru, dan kata- kata motivasi bernada bijak.

Jangan ditanya penghuni ruangan yang mendengar pidato singkatnya, tentu saja bosan. Terlebih saat Arthur tanpa segan- segan menyebut nama guru yang diketahui sering datang terlambat.

“Murid- murid kita hampir 80 persen, adalah murid yang dikeluarkan dari sekolah lain. Atau tidak ada pilihan selain memilih masuk ke sekolah kita ini, hanya sekolah kita yang menerima semua murid tanpa syarat,” kata Arthur kembali mengingatkan.

Dia meminta guru-gurunya harus tetap bersabar dalam menghadapi cobaan dan rintangan.

“Mungkin kelas 2-E bisa dijadikan contoh kelas yang sekarang sangat tenang, Mr.__”Lidah Arthur tersendat saat hendak menyebut nama Allen Max. Bagaimana bisa cara yang tidak biasa menjadi contoh guru teladan?

“Semester depan kita sudah menggunakan kurikulum yang baru, jadi Bapak dan Ibu guru harus sudah memahami dan dapat melaksanakannya semester depan dengan Rencana pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum kita yang baru,” jelas Arthur mengganti topik pembicaraan.

Briefing yang membosankan itu berlangsung kurang lebih selama sepuluh menit. Diakhiri setelah petugas penjaga sekolah membunyikan bel masuk.

Pagi ini Allen Max kembali masuk ke kelas 2-E, kelas dimana ia adalah guru kelasnya. Sebelum memulai pembelajarannya, ia membagikan lembar jawaban yang telah selesai diberinya nilai hanya dalam waktu lima menit.

Tidak sulit memeriksa lembar jawaban siswa kelas 2-E, karena lembar jawaban mereka rata-rata hanyalah lembar kosong. Jika pun ada tulisannya, itu adalah soal yang kembali mereka tulis ulang.

Allen Max mengambil spidol bersiap untuk menulis di papan tulis. Namun tangannya terhenti saat hendak menulis, ia berbalik dan melihat seluruh muridnya duduk dengan rapi dibangkunya masing- masing, melihat ke arahnya.

“Kalian tidak sengaja membiarkan sebuah wajan besi di atas kompor hingga menjadi sangat panas, Apa yang terjadi ketika wajan ini kita celupkan ke dalam sebuah baskom yang diisi dengan sedikit air dingin?” tanya Max. Dia mencoba melakukan apa yang dilakukannya di kelas 1-A. Dari awal hingga akhir, dia tidak perlu repot- repot memberi pelajaran. Yang dilakukannya ialah memberi pertanyaan.

Setelah tiga menit menunggu, tidak ada satupun murid yang mengeluarkan suara.

“…..” Max menghela napas dan kembali menatap papan tulis.

“Air di baskom menjadi panas.” Tiba- tiba seorang siswa menjawab pertanyaan Max.

[ Misi selesai

Anda mendapat 50 poin

Poin Anda : 250

Misi selanjutnya : sedang mencari….

(Belanja Item)]

Misi selesai? apa hubungan judul misi baca sebelum berpikir dengan murid yang tiba-tiba menjawab pertanyaanku? Batin Max. Ia ingin protes kepada Layar sistem, namun ia urungkan. Sudahlah yang penting misi selesai.

“Bagus!” seru Allen Max bersemangat, “misalkan kamu makan telalu banyak es krim dan kue, 500 kalori. Untuk mengimbanginya kamu harus manjat tangga. Berapa tinggi tangga yang harus kamu panjat?” tanya Max lagi.

“….”

Kelas tetap hening hingga akhir pelajaran selesai.

***

“Mengapa kau terus mengikutiku? Item yang dapat dibeli dengan poin tidak ada yang berguna, untuk apa kau memberikanku poin yang tidak berguna?” kesal Max di sepanjang lorong gedung sekolah.

“Poin bisa ditukar dengan uang,”

“Kau tidak berbohong?”

[ 1 poin \= 1$]

“Menggapa hanya 1$?! Hoi Layar pelit! Tukar seluruh poin dengan uang!” pinta Max.

Tring!

Sebuah notif masuk ke ponsel Max, sejumlah uang telah ditransfer ke rekeningnya.

No. Rek xxxx11xx11 ada dana masuk sebesar $250. Saldo akhir: $251

“Setidaknya poin yang diberikan Layar pelit ini bisa digunakan,” gumam Max menatap layar ponselnya.

Ujung mata Max mengangkap sosok berbaju hitam sedang mengamati sekolah mereka dari luar pagar. Allen Max berjalan mendekati kaca jendela untuk melihat sosok manusia berbaju hitam itu lebih jelas, Apakah dia orang yang akan mengincar Chad Lucco? Pikir Max waspada.

“Aku harus segera menemui orang tua Chad, aku Allen Max tidak dibenarkan melindungi target tanpa bayaran,” gumam Max sembari berjalan mencari Cesare Bocci, guru kelas Chad Lucco.

“Aduh! Kenapa kau memukulku Layar bodoh!” teriak Allen Max di sepanjang perjalanan.

[Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa]

“Aku adalah guru bayaran!”

Layar sistem kembali memukul Max.

Langkah kaki Max terhenti, begitu juga dengan Layar sistem. Mereka melihat pria dengan kepala botak sebagian di bagian belakang.

Cesare Bocci adalah guru pendidikan jasmani yang selalu membawa penggaris kayu yang panjangnya satu meter kemana pun dia pergi. Kabarnya dia bahkan tetap membawa penggarisnya saat pergi mencari rumput untuk makanan ternak sapinya.

“Mr. Bocci!” panggil Max.

Cesare Bocci yang jelas mendengar panggilan Max pura- pura tidak mendengar, ia berjalan terus.

Apa dia tidak mendengarnya? Tanya Batin Max. Jarak mereka hanya satu setengah meter.

“Mr. Bocci!!” Max menepuk bahu Cesare Bocci.

Cesare Bocci menoleh ke belakang. Dalam pandangannya Max terlihat ingin menghajarnya. Wajah Max yang sangat tegas dengan rahang yang kokoh, dan ukuran badannya yang seperti tukang jagal manusia.

Terang saja, tatapan tajam Max membuat Cesare menciut. Jika Max menghajarnya, mungkin badannya yang kurus akan langsung remuk, patah menjadi beberapa bagian.

“Anda memanggil saya Mr. Max?” tanya Cesare.

“Benar! Ada yang ingin saya sampaikan, dan tanyakan kepada Anda.”

“Kalau begitu, mari kita ke kantor guru,” cicit Cesare. Jika terjadi apa- apa dengannya, di kantor guru akan banyak saksi. Allen Max tidak akan berani menghajarnya.

“Tidak bisa!” tolak Allen tegas. “Hal ini sangat rahasia, karena menyangkut nyawa.”

Glek! Cesare menelan ludah mendengar kata nyawa, dirinya semakin takut disembelih oleh Max.

“Kita ke gudang penyimpanan peralatan olahraga saja!” usul Allen Max. Usulannya bersifat maksa.

Cesare Bocci dan Allen Max akhirnya tiba di gudang penyimpanan peralatan olah raga. Allen menutup pintu setelah memastikan keadaan aman dan terkendali.

“Dengar Mr. Bocci! Anda harus membuat surat panggilan untuk orang tua Chad Lucco!”

“Me...mengapa? Apakah dia berbuat kesalahan di kelas anda?”

“Tidak, lihat ini! Chad mendapat skor 90!” Allen menunjukkan lembar jawaban Chad kepada Cesare.

“Mr. Max, itu terlalu berlebihan,” cicit Cesare.

“Tidak! Tidak! hal ini harus menjadi perhatian kita sebagai guru, kita tidak boleh menutup mata melihat siswa yang tidak bisa menuntaskan pelajarannya,” kata Allen Max penuh ambisi.

Cesare melirik lembar yang masih di pampangkan di hadapannya, “Errr… Mr. Max, terima kasih Anda sangat memperhatikan murid kelas 1-A. Tetapi alangkah baiknya, semangat patriotisme anda disalurkan untuk lebih memperhatikan siswa kelas 2-E saja.”

Allen Max terdiam sesaat. “Anda benar juga, lembar jawaban mereka lebih mengenaskan.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!