Firasat seorang ibu tidak perlu disangsikan. Rasa sayang wanita yang memiliki surga di kedua telapak kaki itu membuatnya selangkah lebih peka dari siapa pun setiap menyangkut anak-anaknya. Sepanjang malam tak tenang, sedetik pun sepasang mata indah Kana tak mau terpejam.
Perasaannya campur aduk tak karuan, terselip penyesalan mendalam. Sesekali, Kana melirik ke arah jendela dan mengintai pekarangan rumahnya yang lengang dengan desah tertahan.
“Harusnya, aku tak izinkan anak itu keluar.”
Terbayang pernikahan yang sudah di depan mata dan dia harus menjaga Wisely dari segala dosa dunia. Terkadang, menjadi seorang ibu itu sulit. Selain harus menguatkan hati demi kebaikan, tak jarang terkena caci maki karena banyak yang tak paham kalau mencintai tak semata-mata harus menuruti. Acap kali, harus menolak bahkan menciptakan situasi tak menyenangkan demi menjaga banyak hal.
Erlang yang tak tahu menahu, tampak terlelap di peraduannya. Helaan napas pria tua itu terdengar teratur dan pelan. Seperti dibuai mimpi indah, lekukan tipis hadir di wajah polos dengan jejak ketampanan masa lalu.
“Ah, kenapa anak itu lama sekali? Padahal aku sudah mewanti-wanti.”
Berjalan mondar-mandir di dalam kamar, pandangan terarah pada jendela yang tertutup tirai. Resah kian bergelayut, kekhawatiran semakin nyata. Detik demi detik jam di dinding memicu ketakutan yang tengah mencari alasan.
“Jangan sampai dia mabuk lagi, Tuhan. Akhir-akhir ini dia mulai sedikit berubah, jangan biarkan dia tenggelam dalam pusaran yang sama.”
Rentetan doa terus dikumandangkan dari bibir kering Kana. Serasa kembali ke masa lalu, di mana membimbing Erlang yang tersesat. Tak jauh berbeda dengan Wisely yang memang menuruti sang ayah tanpa dikurang atau dilebih-lebihkan.
Melangkah menuju ke jendela, Kana kembali menyibak tirai. Dengusan sedikit kasar di ujung napas menyiratkan keputusasaan.
“Kenapa belum tidur, Na?”
Jemari itu tengah mencengkeram pinggiran tirai ketika tanya dilemparkan di tengah malam buta. Tersentak, Kana menoleh ke arah sumber suara. Sang suami terjaga. Duduk bersandar di kepala ranjang dan menatap heran.
Sempat ragu walau akhirnya tanya itu dijawab jujur. Wanita paruh baya itu tak bisa memendam keresahan sendiri.
“Wise belum pulang, Mas. Padahal, pamit ke pesta ulang tahun Jeremy.” Kana berjalan mendekati suaminya, berdiri di ujung tempat tidur.
Pria tua yang telat menyemir uban di pucuk kepalanya itu membeliak. Kemarahan tertahan lewat kepalan tangan yang berurat. Ingin melampiaskan murka, tetapi pada siapa. Hendak melontarkan amarah, pun dia tak tahu ke mana.
“Sudah aku katakan, Na. Jangan memanjakannya.” Kata-kata penuh penekanan itu keluar dari bibir yang menggeram.
“Aku pikir di sudah akan menikah. Sesekali membiarkannya menikmati kebebasan bersama teman-temannya sejenak ....”
“Masalahnya, anak itu belum bisa dipercaya, Na. Jadilah orang tua yang bijak. Bagaimana dulu kamu menuntunku, kini lakukan hal yang sama pada anak-anakmu. Jangan karena mereka, hatimu jadi lemah.” Kata-kata tegas itu melemah saat raut wajah Kana berubah. Erlang tahu, istrinya tak hanya resah, tetapi juga dihantam penyesalan mendalam.
“Aku pikir anak-anak sudah belajar dewasa, jadi ....”
“Selamanya mereka tetap anak-anak. Yang kadang butuh arahan dan masukan. Kita pun sama, membawa label orang tua sampai nyawa berkhianat dari raga. Tanggung jawab itu akan tetap di pundak hingga embusan napas terakhir. Sudah, tidur saja. Menunggu juga percuma, anak itu sedang bersenang-senang. Sakit di badan, sakit di hati, Wise tak akan peduli.” Erlang mengulurkan tangan dan meminta istriny beristirahat sejenak
...🍒🍒🍒...
Terbangun dengan kepala berdenyut, Wisely kehilangan kesadarannya lagi semalam. Tubuh terasa menggigil, telungkup di sebuah ranjang hotel dengan selimut menutupi pinggang ke bawah. Sepasang matanya mengerjap, merasakan embusan pendingin ruangan yang meluluhlantakkan tulang-tulangnya.
Kepingan kisah semalam timbul tenggelam dalam ingatan. Berputar cepat tak beraturan dan membuat pusing kian merajam. Di tengah perjuangan terombang-ambing dalam alam nyata dan ilusi, belaian di punggung serta suara manja mendesah di pinggir telinga. Wisely tersentak, kisah yang sangat familier dan terkadang masih dirindukannya di alam bawah sadar.
“Rose?”
Ucap itu terdengar menyeret dan manja. Wanita yang dipendam di relung hati terdalam bersama sakitnya kisah perselingkuhan kelam di masa silam. Nyerinya masih merajam, perihnya terasa menghunjam. Wisely merasa kembali ke masa silam, di mana dunia terasa begitu kejam. Biduk cintanya dibiarkan karam dan tenggelam.
“Honey, kamu sudah bangun?” Sapa manja mengiringi pagi yang akan datang sebentar lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
🍁ɴᷠɪͥʟͤᴜᷝᴅͣ❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
nah jangan2 wise dijebak sma si rose lagi🤔🤔
2023-10-17
0
Siti Rohaemy
indah banget kata2nya, ci Wety 😍😍😍👍👍👍
2023-09-30
0
Ashrya AN
Wise Wise 🤦🏼♀️
2023-05-19
0