Kenanga pulang setelah hari menjelang sore. Tanpa rasa bersalah sedikit pun, gadis itu melenggang masuk ke dalam rumah. Diabaikannya tatapan penuh tanya sang ayah yang sudah menunggu sejak siang, dibiarkan juga sepasang mata yang hampir melompat keluar mengiringi pergerakan dari pintu utama tanpa banyak bicara.
“Dari mana, Anga?” Sandi melontar tanya ketika melihat gelagat putri tertuanya. Walau hanya anak sambung, rasa sayang pria tua itu tak berkurang. Sama seperti Seruni, keduanya adalah buah hati dan tumpuan harapan.
“Aku ‘kan sudah katakan, Pak. Ada sedikit urusan pekerjaan.” Kenangan mulai melancarkan dustanya.
“Seberapa pentingnya dirimu sampai hari libur pun masih bekerja?”
Kenanga menyunggingkan senyuman dan menanggapi sindiran bapaknya dengan santai. “Karena aku bukan orang penting makanya diminta bekerja walau hari libur. Kalau jabatanku penting, tentunya sudah liburan bersama keluarga, Pak.”
Sandi menghela napas lelah. Selama ini dia tak sanggup berdebat dengan Kenanga. Ada saja kata-kata membangkang yang dilontar gadis dengan rok mini itu untuk membungkamnya.
“Sudah, sudah, Pak. Jangan terlalu menekannya. Anga sudah tak lama lagi bersama kita. Kalau menikah, tentu akan ikut suaminya ke kota.” Senyum bahagia Lasmi hadir bersama dengan cairan kristal melapisi sepasang mata beningnya. Berkaca-kaca, haru dan bahagia menggulung bersamaan.
Kenangan bermaksud menuju ke kamar ketika rangkaian kalimat ibunya meluncur lancar tanpa sanggahan. Berbalik, dia memastikan kalau pendengarannya tak salah menangkap maksud. Dikulitinya perempuan berusia senja dengan jejak lipstik merah di bibir yang terus merekah menyiratkan kebahagiaan nyata.
“Apa maksudnya, Bu?” Tanya menyelidik diiringi tatapan tajam.
Bibir Lasmi melengkung. Kedua sudut bibir tertarik dan membentuk bulan sabit sempurna Sebagai ibu, tentu berharap kebahagiaan anaknya. Itu yang diharap dan tersemat di setiap doa malam. Wacana perjodohan yang sempat dibahas di acara makan siang bersama keluarga Hutomo Putra jelas mengarah pada Kenanga. Kana dan suaminya sepakat, dia dan Sandi pun menyetujui dengan berbagai pertimbangan. Selain Seruni yang masih kuliah, tentunya tak elok dilihat saat sang adik menikah lebih dulu.
“Bapak dan Ibu sudah sepakat dengan keluarga Kana untuk menjodohkanmu dengan putra tertua mereka.”
Deg.
Kenanga melotot.
“Kenapa harus aku? Kenapa bukan Uni saja, Bu?” Pertanyaan itu bernada penolakan.
Lasmi kembali tersenyum. Dengan sabar, dia menjelaskan semua pada putrinya.
“Karena kamu putri tertua ….”
“Itu bukan alasan. Kalau Uni mau menikah lebih dulu, aku tak keberatan.”
“Uni masih kuliah. Tak mungkin menyodorkannya.” Sandi ikut bicara. Sejak tadi berdiri menyimak dengan tangan melipat di dada, kini dia ikut bersuara.
“Tak masalah. Di luar sana banyak juga ….”
“Anga, kenapa protes terus? Ini untuk kebaikanmu, Nak. Lagi pula, calon suamimu itu bukan pria sembarangan. Dia keturunan orang kaya. Konglomerat. Keluarganya punya pabrik semen di berbagai kota. Jadi, kamu jangan khawatir akan tinggal di gubuk reot. Pasti hidupmu terjamin., Tinggal di istana megah di ibu kota. Tidak perlu khawatir dengan kesulitan ekonomi. Mau makan, jalan-jalan, pakaian mahal, bukan hal sulit untuk mereka. Kamu tidak melihat mobilnya. Mewah sampai menyilaukan mata.”
Kenanga cemberut. “Bukan masalah itu, Bu. Logika, tolong dipakai logikanya.”
Sandi menyimak, Lasmi mengernyit.
“Dia tampan?” tanya Kenanga, menatap bapak dan ibunya bergantian.
Sandi dan Lasmi mengangguk pelan.
“Berpendidikan?”
“Ya.” Lasmi menjawab.
“Masih muda?”
“Tentu, Anga. Jangan khawatir. Wis, Wis, Wis … siapa namanya tadi, Pak?”
“Wisely, Bu.”
“Namanya saja sudah keren. Aku yakin, kalau lidah ibu-ibu kampung sini pada keseleo menyebut namanya. Memang kalau orang berada dengan orang susah itu jelas sekali bedanya. Dari nama saja sudah ketahuan. Kalau sudah seumur bapakmu, tentu namanya bukan Wise, mungkin Anwar, Wahyudi, atau Wak Udin” Lasmi terus membanggakan sang calon menantu yang diperjuangkan untuk Kenanga dengan penuh drama.
“Tampan juga, ‘kan?” tebak Kenanga lagi.
“Ibu berani jamin. Andai Ibu belum menikah dengan bapakmu … pasti sudah menyodorkan diri sendiri.”
Kenanga terbelalak.
“Bu, tampan, berpendidikan, kaya raya. Apa masih tersisa untuk kita orang susah ini. Pastinya kalau memilih jodoh pun, mereka akan mendahulukan yang setara.”
Bola mata Lasmi mengedar ke sekeliling.
“Jelas sudah di sini. Laki-laki itu tidak sempurna, Bu. Kalau memenuhi semua kriteria yang aku sebutkan tadi, tentunya tak perlu susah-susah mencari jodoh sampai rela menerima gadis kampung sepertiku.”
“Maksudmu?” Lasmi terbeliak.
“Kalau dia pria normal, tidak cacat, waras, tentunya akan memilih jodoh sendiri. Aku yakin dia memiliki kekurangan yang selama ini disembunyikan. Bapak dan Ibu saja yang mau dibodoh-bodohi.” Kenanga menjelaskan dengan gamblang.
“Anga, Ibu berani jamin. Kamu harus menerima perjodohan ini. Dia laki-laki sempurna. Ibu tidak mungkin menjerumuskanmu. Andai memang cacat dan bercela seperti katamu, tentu akan menyodorkannya pada Uni.”
Sandi melotot mendengar ucapan istrinya. Sejak dulu, Lasmi tak berubah. Andai bukan karena Seruni membutuhkan sosok ibu, dia akan berpikir ratusan kali menikah lagi dengan wanita yang tabiatnya mengerikan.
“Pokoknya, aku tidak mau menerima semua ini. Sekarang sudah era milenium, Bu. Kenapa masih setuju perjodohan seperti ini. Aku bukan Siti Nurbaya!” tegas Kenanga.
Lasmi tidak terima. “Yang mengatakan kamu Siti Nurbaya itu siapa?” Perempuan itu menggeleng kencang. "Kamu bukan Siti Nurbaya, tapi Cinderella, Anga.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
🍁ɴᷠɪͥʟͤᴜᷝᴅͣ❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
astaga bu lasmi yang ngebet banget ya makanya sampai segitunya debàt sama kenanga
2023-10-17
0
Siti Rohaemy
mending gak punya ibu sambung, daripada punya modelan Lasmi bgni 😪😪
2023-09-30
0
Ashrya AN
baguslah anga menolak
2023-05-19
0