Gaung perjodohan terus terdengar keluar dari bibir Lasmi. Pagi, siang, hingga malam dan membuat semua orang bosan, termasuk Kenanga—tokoh utama dari kisah cinta ala Siti Nurbaya. Wanita tua itu begitu semringah setiap mengingat bagaimana sebentar lagi dirinya akan berbesan dengan pengusaha kaya dari kota yang konon katanya memiliki pabrik semen tersebar di penjuru nusantara.
“Nga, kamu mau ke mana?” Lasmi mengenakan daster batik lusuh dengan sobek di beberapa titik. Memeluk baskom plastik berisi kangkung, wanita tua itu meneriaki putrinya yang berpamitan keluar.
“Aku ada pekerjaan penting, Bu.” Kenanga berlalu pergi dengan mendekap tas hitam lusuhnya. Tak mau sampai diinterogasi lebih, dia harus segera menghilang dari pandangan. Mengenakan celana denim biru dan kaus putih sederhana, rambut pirangnya kian menantang diterpa semburat matahari dari sudut timur bumi.
Lasmi terdiam. Matanya mengedar ke sekitar. Beberapa saat dia baru tersadar. Ada hal penting terlewatkan olehnya.
“Nga, jangan pulang terlalu siang. Kita mau ke pasar untuk membeli kain. Bukannya ka ... mu ....” Suara wanita tua itu lenyap bersama menghilangnya sosok Kenanga dari pandangan. “Jangan katakan kalau dia lupa. Bagaimana ini?” Lasmi menghela napas pelan.
Perjodohan telah disetujui kedua belah pihak, keluarga Wisely pun sudah sepakat dan akan segera melangsungkan resepsi pernikahan secepatnya setelah semua persiapan rampung.
Tatapan menerawang, pikiran pun ikut melayang. Lasmi dilanda bimbang. Kenanga selalu begitu, sejak dulu tak pernah membuatnya tenang.
“Apa aku ajak Uni saja, ya? Dia tidak akan ke mana-mana hari minggu. Anak itu pasti ada waktu.” Seringai di sudut bibir Lasmi menunjukkan isi hati perempuan tua tersebut, “Bapak juga diajak sekalian biar bisa memilih bahan untuk kemeja batik. Besan bukan orang sembarangan, tentunya harus paripurna.”
...🍒🍒🍒...
Matahari sudah melewati pucuk kepala ketika Sandi, Lasmi, dan Seruni turun dari taksi dengan masing-masing orang membawa bungkusan. Raut ceria wanita tua yang terus menebar senyum semringah itu tak sejalan dengan wajah menekuk sang suami.
“Bu, untuk apa belanja sebanyak ini?” Sandi menenteng dua bungkusan berisi pakaian dan perabotan rumah. Belanja besar-besaran yang dilakukan sang istri membuat pria tua itu garuk kepala.
“Sudah. Kita akan berbesan dengan orang kaya, Pak. Jadi penampilan pun harus menyesuaikan.”
“Tapi, Bu.” Sandi menatap putrinya yang mengekor di belakang. Sama seperti dirinya, gadis itu pun menenteng bungkusan serupa.
“Tidak ada tapi-tapi, Pak. Buat putri sendiri kok perhitungan!” sembur Lasmi, ketus.
Sandi menggeleng dan menghela napas. Dia berusaha memanjangkan sabar demi menghadapi istrinya.
“Ini semua ... dapat uang dari mana, Bu?” Sejak tadi tanya itu mengumpul di benak, kini terlontar keluar.
Langkah Lasmi terhenti di teras rumah. Wanita itu menatap suaminya, kemudian beralih menatap Seruni yang sudah menyusul.
“Bapak tidak terima?”
Sandi mengernyit. “Kenapa?”
“Bapak tidak terima kalau aku belanja barang banyak?”
“Bukan begitu, Bu. Tapi, untuk apa?”
“Untuk Kenanga. Biar kita miskin, jangan sampai dipandang sebelah mata. Setidaknya harus memantaskan dan menyetarakan diri dengan mereka, Pak.”
Sandi menggeleng. Dia memang tidak tahu jelas berapa yang dihabiskan sang istri. Pastinya bukan jumlah yang sedikit.
“Bu, cukup jadi diri sendiri. Mereka juga tahu kalau kita orang susah. Dan, mereka terima apa adanya. Lalu, masalahnya di mana?” Sandi berdiri di samping sang istri, siap menginterogasi.
Seruni yang tertahan di belakang pasangan tua yang sedang berdebat itu tampak berjalan mendahului.
“Sudahlah, Pak. Jangan cerewet. Lagi pula, aku tidak menggunakan uangmu, Pak. Tenang saja.” Lasmi masih seenaknya.
Sandi mencelang. “Celengan bukannya sudah dibelah bulan kemarin untuk bayar koperasi. Lalu?”
“Motor bututmu itu aku sekolahkan. Puas.” Melangkah menuju ke dalam rumah, dia menyusul Seruni yang telah menyelinap di balik pintu.
Napas pria tua itu nyaris putus mendengar pernyataan istrinya.
“Mak ... maksudmu, motorku?”
“Ya. Harusnya bersyukur, Pak. Sudah setua itu masih ada sekolah yang mau terima.” Lasmi menjawab santai.
“Bukan begitu, dia baru saja lulus bulan lalu. Sudah dikirim ke sekolah la ....” Protes Sandi menghilang bersama jeritan Seruni dari dalam rumah. Entah apa yang sedang menimpa putri bungsunya.
“Aaaah!” Pekik tertahan itu lenyap seketika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
🍁ɴᷠɪͥʟͤᴜᷝᴅͣ❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
lah gadein motor toh buat belanja ya ampun bu lasmi mbok wes gaya sesuai budget ga usah sok woo kalo emang ga mampu
2023-10-17
0
Ashrya AN
motor pak sandi di sekolahkan di pegadaian 😂
2023-05-19
0
🌹🐊GHISNA🐊🌹🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
Ada apakah ini, knp Seruni kget bgitu. Jngan jngan ada kejadian tak terduga
2023-04-05
0