Lantas Aurora menatap jelas ke depan, ia melihat seorang pria paruh baya yang sedang di kepung oleh 4 preman sekaligus.
Aurora berdecak, "Mainnya keroyokan, nggak gentle banget."
"Kita putar balik aja ya, Neng? Mungkin akan sedikit lebih jauh, daripada nanti kita kena juga sama mereka," ucap tukang ojek itu semakin ketakutan.
Aurora menggeleng, ia mengamati sekitar, ternyata jalan itu memang sangat sepi padahal baru jam 9 malam.
"Bentar Pak, kayaknya mereka itu perlu dikasi siraman rohani dulu. Biar mereka nyadar kalau membegal orang itu perbuatan dosa," ucap Aurora, gadis itu mengikat rambutnya sebelum turun dari motor membuat tukang ojek itu terkejut mendengar ucapannya.
"Jangan Neng, itu bahaya banget."
"Bapak tenang aja, saya sering kok melawan beban-beban negara seperti mereka." Yang dimaksud beban negara oleh Aurora itu tentu saja preman-preman tersebut.
"Tapi neng--" Ucapan tukang ojek langsung disela oleh Aurora.
"Udah gapapa kok, Pak. Kalau Bapak takut, Bapak bisa pergi dari sini."
Tukang ojek itu mengangguk ragu, "Neng geulis hati-hati ya?"
"Iya, Bapak tenang aja."
Tukang ojek itu pergi melajukan motornya dengan kencang meninggalkan Aurora, karena dia masih sayang dengan nyawanya.
"Ah mumpung gue lagi emosi, gue lampiaskan aja amarah gue sama mereka," gumamnya sambil menggerakkan lehernya ke kanan-kiri seperti seseorang sedang melakukan pemanasan. Sepertinya ia harus membantu pria paruh baya itu.
Jangan salah, Aurora dulu mengikuti ekstrakurikuler beladiri seperti karate, taekwondo, dan wing chun sejak dia masih duduk di kelas 5 SD hingga kelas 2 SMA. Karena hal itu juga membuat Aurora memiliki sifat bar-bar dalam dirinya.
"Woy beraninya main keroyokan, terus mana lawannya orang tua lagi. Cih pengecut banget sih kalian!" teriak Aurora, membuat atensi preman-preman itu jatuh padanya.
"Wah sepertinya ada yang mau jadi pahlawan kesiangan nih!" celetuk salah satu preman yang berbadan gembul.
Aurora menghiraukan ucapan preman berbadan gembul, ia malah menanyakan keadaan pria paruh baya itu.
"Bapak nggak apa-apa?"
"Bapak nggak apa-apa kok nak," ucap pria paruh baya itu seraya tersenyum tipis.
"Cantik juga ni cewek," ucap preman berkumis tebal sembari mencolek dagu Aurora dengan genit, sepertinya dia ketua dari ke 3 preman itu.
Aurora langsung menatap tajam ke arah preman yang sudah berani menyentuhnya tadi.
"Jangan berani lo sentuh tubuh suci gue dengan tangan haram lo itu," ucap Aurora dingin.
Mereka seketika melihat aura tak enak di sekeliling Aurora, tapi mereka mencoba untuk tidak takut dengan gadis di depannya ini.
"Besar juga ternyata nyali lo," ucap sang ketua preman seraya tertawa, sedangkan preman yang lain hanya memandang remeh Aurora.
Menurut mereka Aurora hanyalah gadis ingusan yang masih suka bermain boneka barbie, melihat wajah Aurora yang memang seperti anak remaja 15 tahun.
Saat ketua preman itu akan menyentuh Aurora lagi, dengan cepat Aurora melintir tangan ketua preman itu membuat sang empu mengerang kesakitan.
"L-lepasin gue, arrgghh!" teriak ketua preman itu tak tahan, ternyata tenaga gadis di depannya ini nggak main-main.
Melihat ketua mereka yang di perlakukan seperti mengeram marah, mereka bertiga pun menyerang Aurora.
Aurora sedikit kewalahan melawan 4 preman sekaligus. Karena lengah, dirinya pun terkena pukulan dari ketua preman membuat badan Aurora sedikit limbung.
BUGH!
Sial!
Tadi dirinya mendapatkan tamparan dari Rivan, sekarang dapat tonjokan dari preman. Malang sekali nasibmu malam ini Aurora.
"Kuat juga ternyata pukulan lo," ucap Aurora menatap remeh ketua preman.
"Bacot lo!" sentak ketua preman itu.
Sudah kepalang emosi, Aurora pun kembali memukul mereka satu persatu. Kini Aurora memukul mereka dengan membabi buta, membuat pria paruh baya itu menganga lebar melihat gadis yang menolongnya ini memukul para preman itu seperti orang kesetanan.
Tak lama kemudian, mereka semua tersungkur ke aspal dengan memar dimana-mana, mereka salah telah meremehkan gadis di depannya ini yang telah berhasil menumbangkan mereka berempat.
Karena sudah tidak memiliki tenaga lagi, preman-preman itu pun mencoba untuk kabur, mereka berlari tunggang langgang menuju ke arah motornya berada dan segera melajukan motornya dengan kencang.
"Cih dasar hama negara!" cibir Aurora seraya berkacak pinggang.
"Kamu nggak kenapa-napa kan, Nak?" tanya pria paruh baya itu sedikit khawatir dengan keadaan Aurora.
Aurora menggeleng, "Saya nggak kenapa-napa kok, Pak," ucapnya sambil tersenyum.
"Papa!" panggil seorang wanita paruh baya, dia adalah istri dari pria paruh baya yang Aurora tolong, ternyata wanita paruh baya itu tadi berada di dalam mobil atas suruhan suaminya.
"Papa nggak kenapa-napa, kan?" tanya wanita paruh baya itu khawatir pada suaminya.
Pria paruh baya itu menggeleng, "Papa nggak kenapa-napa Ma, berkat bantuan gadis ini," ucapnya sambil menunjuk Aurora, gadis yang telah menolongnya. Wanita paruh baya itu menatap Aurora.
"Makasih ya nak, sudah nolongin kami. Tadi saya sudah telpon polisi, tapi sampai sekarang polisinya belum datang juga," ucapnya lembut.
"Sama-sama Bu, sebagai manusia kan harus saling tolong menolong," ucap Aurora sopan.
"Kamu baik sekali ..."
"Ah ya, nama saya Aurora, Bu." Aurora yang mengerti langsung memperkenalkan dirinya.
"Saya Jihan dan ini suami saya namanya Harun," ucap Jihan tersenyum.
"Nama kamu cantik, sama seperti orangnya," sambungnya.
"Tante bisa aja. Oh ya, apa saya bisa panggil anda dengan sebutan Tante?" tanya Aurora sedikit ragu.
Jihan tersenyum dan mengangguk, "Tentu saja boleh, panggil saja kami dengan sebutan Tante dan Om." Aurora pun tersenyum dan mengangguk.
"Pipi kamu nggak kenapa-napa kan, nak?" tanya Harun ketika melihat pipi Aurora yang lebam.
"Iya benar Aurora, apa kita ke rumah sakit aja?" kini Jihan yang bertanya.
"Pipi saya nggak kenapa-napa kok Om, Tante. Nggak perlu ke rumah sakit juga, ini hanya luka kecil aja kok, tinggal di kompres air dingin sama olesi salep pasti cepet sembuh," ucap Aurora menenangkan pasangan paruh baya didepannya ini.
Luka lebam seperti itu menurut Aurora tak seberapa, bahkan dulu ia pernah sampai terkena tusukan pisau di perutnya ketika menolong sahabatnya saat di ganggu oleh segerombolan preman. Tapi untung saja Tuhan masih sayang dengannya sehingga ia masih selamat dan sehat sampai sekarang.
"Beneran, Nak?" tanya Jihan memastikan.
"Iya beneran, Tante nggak perlu khawatir."
"Rumah kamu dimana? Biar kami antar."
"Memangnya nggak ngerepotin Om dan Tante?" tanya Aurora.
"Ya nggak lah, Aurora. Ayo biar kami antar kamu pulang sebagai ucapan rasa terima kasih kami ke kamu," ucap Jihan.
Aurora mengangguk, "Baiklah Om, Tante. Aurora mau."
Jihan dan Harun tersenyum mendengarnya, lalu mereka bertiga masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil banyak yang mereka obrolkan dari tentang keluarga hingga tentang pekerjaan Aurora.
Dan sampailah di depan gerbang rumah minimalis namun terlihat indah milik orang tua Aurora. Lalu mereka bertiga keluar dari dalam mobil.
"Mampir dulu Om, Tante."
"Nggak usah Nak, terima kasih. Nanti saja kapan-kapan kami bertamu ke rumahmu nggak enak ini juga sudah malam. Sekalian nanti kami kenalkan juga anak kami ke kamu," ucap Jihan mengelus bahu Aurora.
Aurora mengangguk, "Oh ya sudah Tan, gapapa."
"Oh ya ini ada sesuatu buat kamu, sebagai hadiah karena tadi kamu sudah menolong kami," ucap Harun seraya menyodorkan selembar cek yang berisi nominal 50 juta. Dengan ragu Aurora mengambilnya.
Mata Aurora melebar seketika melihat nominal di cek tersebut, "What 50 juta? Gila sih ini!" pekiknya dalam hati.
Aurora langsung mengembalikan cek tersebut karena ia merasa tidak berhak menerimanya, "Ini saya kembalikan saja, Om."
"Kenapa di kembalikan? Apa ini kurang nak?" tanya Harun heran seraya melihat cek yang sempat di tulisnya tadi.
Aurora menggeleng cepat, "Astaga bukan begitu Om, saya cuma nggak enak menerimanya. Saya ikhlas kok menolong Om dan Tante tadi," ucapnya sungkan.
Jihan mengambil cek itu dari tangan suaminya dan memberikannya kembali pada Aurora. "Kami juga ikhlas kok kasi ini ke kamu."
"Tapi Tan ..." Ucapan Aurora langsung dipotong oleh Jihan.
"Terima saja, Nak. Kalau tidak, kami akan marah loh sama kamu," ucap Jihan pura-pura merajuk.
Aurora menghela napas, "Ya sudah Aurora terima, makasih Om, Tante."
"Sama-sama, Nak. Itu nominalnya nggak seberapa dengan kamu yang sudah menyelamatkan nyawa kami," ucap Harun.
Aurora hanya tersenyum mendengarnya, "Ini semua atas pertolongan dari Allah, Om. Dan perantaranya lewat Rora."
Harun dan Jihan tersenyum mendengar ucapan gadis di depannya ini, sangat cocok menjadi calon mantunya, pikir mereka.
"Kalau begitu kami pulang dulu ya, Nak?"
"Iya Tante, kalian hati-hati di jalan," ucap Aurora seraya menyalami tangan Jihan dan Harun secara bergantian.
"Iya Nak, kami pergi dulu ya?" ucap Harun.
"Iya, Om."
"Assalamualaikum," ucap Harun dan Jihan serempak.
"Waalaikumsalam."
Lalu Harun dan Jihan masuk ke dalam mobilnya, setelah itu mereka pergi meninggalkan rumah Aurora.
Aurora pun masuk ke dalam rumahnya, yang ternyata sudah sepi. Sepertinya semua penghuni rumah itu sudah pada tidur.
Ia pun melangkah kan kakinya menuju ke kamar. Setelah sampai, Aurora langsung merebahkan diri di kasur sembari menatap langit-langit kamar, memikirkan hal yang terjadi malam ini.
"Begini banget hidup gue."
Aurora mencoba memejamkan matanya, setelah beberapa saat kemudian ia pun tertidur dan mulai bergelut dengan mimpinya.
...----------------...
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 261 Episodes
Comments
Marnisa Nisa
Semangat
2023-01-24
1
SENJA ROMANCE
Cewek itu kalem, penurut dan tidak bilang "terserah, gpp, gak tau" saat pria bertanya.😁😁😁😁😁
2022-11-03
0
SENJA ROMANCE
teringat saat memiliki sahabat yang bilang begini ke calon mertua nya dan tak jawab "Pala bapak kau Om Tante, itu mertua mu nantinya."
2022-11-03
0