Bian memasuki rumah dimana David sang Papa sudah menunggunya diruang keluarga.
Setelah mengantar Aruna, Bian tidak langsung pulang melainkan Ia pergi ke proyek pembangunan kantor perusahaannya.
Bian melirik ke arah Papanya sejenak lalu melewatinya begitu saja.
"Bian!" Suara David terdengar kesal.
"Apa?" Wajah Bian terlihat malas.
"Duduk, ada yang mau Papa omongin."
"Bian sibuk, mau jemput Aruna."
"Duduk, Aruna biar dijemput Torik!"
Bian menatap ke arah David tak setuju, "Bian yang antar dan Bian juga yang harus jemput!"
David menghela nafas panjang, "Ingat Bian, Aruna itu adikmu!"
"Bian tahu." Balas Bian santai.
"Kamu sudah Papa harapkan untuk menggantikan posisi Papa dan sekarang kamu malah memiliki perusahaan sendiri, apa maksudnya Bian?"
"Karena Bian nggak mau menggantikan Papa!"
"BIAN!"
"Sudahlah, kalau memang cuma itu yang ingin Papa bicarakan. Semua udah jelas Pa, Bian nggak akan mau menggantikan Papa lagipulan perusahaan itu bukan milik Papa, aku cukup tahu diri tidak seperti Papa yang tidak tahu diri merebut perusahaan itu dari orang yang membangunnya."
Plak... satu tamparan melayang ke pipi Bian.
"Jaga ucapanmu, jangan membuat Papa Marah!"
Bian tersenyum sinis, Ia memilih kembali keluar rumah tanpa menghiraukan teriakan sang Papa.
Bian kembali memasuki mobilnya, Ia melihat ke cermin, bibirnya sedikit lecet.
Bian berdecak kesal, Ia mengambil selembar tissu lalu membersihkan luka lecetnya.
Bian segera melajukan mobilnya menuju kampus Aruna.
Tadinya Bian pulang ingin mandi dan berganti pakaian karena Bian ingin mengajak Aruna jalan jalan namun karena Papanya, Bian mengurungkan niatnya untuk mandi, Ia tidak ingin berlama dirumah yang bak neraka itu.
Sampai didepan kampus, Bian melihat Aruna sudah menunggunya dihalte.
"Kakak lama!" Omel Aruna.
"Lo aja yang pulangnya kecepetan!"
Aruna berdecak, tak sengaja Ia melihat bibir Bian terdapat luka lecet.
"Ini kenapa kak?" Aruna ingin menyentuh bibir Bian namun Bian tidak membiarkannya.
"Nggak apa apa!"
"Kakak habis berantem sama siapa?"
"Nggak usah kepo deh Lo!"
Aruna berdecak, "Diperhatiin bilangnya kepo, nggak diperhatiin kataknya nggak perhatian." Omel Aruna yang langsung membuat Bian menyunggingkan senyum.
"Loh kok belok sini kak?" Tanya Aruna saat mobil Bian belok ke kiri padahal harusnya belok ke kanan untuk sampai kerumah mereka.
"Makan dulu."
"Kita makan dirumah aja kak, ada Papa ada Mama biar bisa kumpul keluarga sekali kali." Kata Aruna terlihat semangat.
Bian menghentikan mobilnya mendadak membuat Aruna terkejut dan kepalanya membentur dasboard.
"Kakak gila ya!" Sentak Aruna sambil memengangi kepalanya yang sakit.
"Run, bisa nggak sekali kali nggak usah mikirin keluarga? Lo tu harus mikirin diri Lo sendiri."
"Nggak bisa kak, Mama sama Papa kan-"
"Apa Run? Mereka aja ninggalin Lo terus, nggak ada waktu buat Lo sementara Lo kesepian berharap mereka peduli tapi nyatanya apa?"
Aruna menundukan kepalanya, memang benar apa yang dikatakan Bian jika selama ini kedua orangtuanya selalu sibuk dan tidak pernah ada waktu untuk dirinya.
"Tapi bukan berarti kita harus ikut nggak peduli kan kak."
"Percuma Run, sekarang baiknya Lo mikirin diri Lo sendiri, nggak usah mikirin mereka yang sama sekali nggak mikirn Lo." Kata Bian membuat Aruna akhirnya diam tidak melayangkan protes lagi.
Bian kembali melajukan mobilnya menuju sebuah restoran. "Makan dulu, gue laper!"
"Ntar Runa lagi yang bayar!" Protes Aruna sebelum turun mobil.
"Enggak, gue yang bayar kali ini."
Senyum Runa langsung mengembang dan Ia segera turun dari mobil.
"Ada banyak menu makanan dan Lo cuma makan nasi rawon aja?" Heran Bian.
"Aku nggak suka menu fastfood kak, lebih suka sama masakan masakan indonesia." Jelas Aruna yang hanya diangguki Bian.
Selesai makan Aruna dan Bian langsung pulang kerumah, tadinya Bian ingin mengajak Aruna ke taman namun Aruna memaksa ingin segera pulang.
"Papa... mama..." teriak Aruna saat sampai dirumah.
"Babygirl." David yang ada diruang keluarga langsung memeluk putrinya.
"Mama mana?"
"Mama kamu arisan sama temen temennya."
Raut wajah Aruna langsung kecewa karena jujur Aruna sangat merindukan sang Mama.
Bian yang melihat raut kecewa Aruna ikut kesal dan langsung naik ke atas kamarnya.
"Kakak kamu baik sama kamu?" Tanya David pada Aruna saat Bian sudah naik ke atas.
"Baik Pa, baik banget malah ya walaupun kadang nyebelin sih." Ungkap Aruna.
"Jangan terlalu deket ya sama Kakak kamu."
"Kenapa Pa?" Heran Aruna.
"Papa cuma takut kalau Bian suka sama kamu."
Sontak Aruna tertawa, "Apa sih Pa, nggak mungkinlah kak Bian suka sama aku kan Kak Bian kakak aku."
David terdiam mendengar ucapan Runa.
"Lagian Runa juga udah punya pacar." Ungkap Runa membuat David terlihat lega.
"Pacar? Siapa?"
"Kakak tingkat di kampus Pa, emm aku udah boleh punya pacar kan Pa?" Tanya Aruna memastikan.
"Boleh asal jangan sampai melakukan hal hal yang diluar batas, harus jaga diri dengan baik oke?"
Aruna mengangguk, "Siap Pa, nggak bakal aneh aneh pokoknya."
David tersenyum lalu mengelus kepala Aruna,
"Ya udah sana istirahat dikamar, kamu pasti capek kan?"
Aruna mengangguk dan segera ke kamarnya dengan wajah riang.
"Udah dapet restu dari Papa, tinggal Mama sama kak Bian aja." Gumam Aruna kembali tersenyum senang.
Aruna sibuk belajar dikamar, pintu terbuka membuat Aruna tersenyum lebar kala Anneta memasuki kamarnya sambil membawa paper bag.
"Ini sepatu, tas, baju buat kamu baby girl." Kata Anneta meletakan paper bag di ranjang.
"Ck, sepatu sama tas aku aja masih bagus bagus Ma, kenapa dibeliin lagi."
"Ini model terbaru sayang, dipakai lah biar temenmu pada pengen, barang branded semua ini." Kata Anneta sambil terkikik geli.
"Mama nggak boleh boros lah, aku kalau pengen juga bisa beli sendiri."
"Jadi nggak mau nih? Mama buang aja kalau nggak mau!" Annetta terlihat kesal.
Aruna berdiri dan langsung memeluk Anneta, "Besok dipakai sama Aruna, dah dong jangan ngambek Ma."
Anneta tersenyum, "Mama mana bisa sih marah sama babygirl Mama."
Pintu kembali terbuka, kali ini Mbok Inem yang masuk,
"Nyonya, Non Aruna. Ada tamu."
"Siapa Mbok?"
"Nggak tahu Non, nyari Non Aruna katanya."
Aruna mengerutkan keningnya, penasaran dengan siapa yang datang.
Aruna dan Anetta pun turun ke bawah untuk melihat siapa yang datang.
Betapa terkejutnya Aruna saat tahu yang datang adalah Adam membawa sebucket mawar merah untuk Aruna.
"Mawar cantik untuk gadis paling cantik." Kata Adam memberikan bucket mawar pada Aruna lalu mencium punggung tangan Anneta.
"Sore tante." Sapa Adam.
"Siapa ini?" Tanya Annetta sambil melirik ke arah Aruna.
"Pacarnya Aruna Tante."
Senyum Annetta langsung saja mengembang mendengar pengakuan Adam.
Bersambung...
Jgn lupa like vote dan komen yaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Yuli Astuti
lohhhh
2023-08-15
0
Cut Nyak Dien
hayo adam udh berani npbgol didepn ortune runa nich
2022-10-07
0
3 semprul
penasaran....
2022-10-06
0