Aruna bergegas pulang kerumah untuk mengambil mobil yang akan dia gunakan menjemput Bian.
Bian, ya Bian kakaknya yang paling menyebalkan pulang hari ini setelah hampir sepuluh tahun berada diluar negeri.
Selama ini Aruna hanya mendengar cerita dari Mama tentang Bian saat berada di luar negeri.
Dan sekarang, Aruna harus menjemput Bian padahal sudah lama Aruna tidak melihat foto Bian. Terakhir Aruna melihat foto Bian dua tahun yang lalu dan setelah itu memang Aruna enggan melihat foto Bian mengingat saat kecil Bian selalu membuatnya menangis.
MENJEMPUT BIAN
Aruna membawa tulisan itu agar saat Bian melihat langsung menghampirinya namun hingga satu jam lamanya dan semua penumpang yang ada dibandara habis, Tidak ada orang yang mendekat ke arahnya.
"Ck, harusnya jam lima dan sekarang sudah jam enam, kenapa dia masih belum datang." Gerutu Aruna merasa lelah berdiri dan membawa tulisan itu.
Aruna melihat ke sekelilingnya, Ia mencoba mengingat wajah kakaknya itu hingga Ia melihat seorang pria dengan penampilan sangat keren, mengenakan kaca mata hitam sedang duduk dan menatap ke arahnya.
Aruna kembali menatap pria itu, sepertinya tidak asing untuknya.
"Dia mirip kak Bian." Gumam Aruna.
Pria itu tidak melepaskan pandangan ke arah Aruna.
Dengan penuh percaya diri akhirnya Aruna menghampiri pria itu.
"Kau Bian kan?" Tanya Aruna yang langsung di angguki pria itu.
Bian membuka kaca mata hitamnya, "kenapa lama sekali, aku menunggumu sedari tadi."
Aruna melotot tak percaya, "Kak Bian, aku sedari tadi disana menunggumu apa kau tidak lihat?"
"Tentu saja aku melihatmu." Balas Bian santai.
"Dan kakak tidak menghampiri ku?" Aruna mulai kesal.
"Untuk apa? Toh akhirnya kau juga yang menghampiri ku." Balas Bian masih terlihat santai.
Aruna ingin marah saat ini juga namun Ia tahan.
"Sabar Aruna, sabar."
"Dimana mobilnya?" Tanya Bian tanpa perasaan bersalah, berdiri melihat ke arah luar.
"Tentu saja di tempat parkir, apa aku juga harus membawanya kesini!" Ketus Aruna berjalan meninggalkan Bian.
Bian tersenyum geli dan mengikuti langkah Aruna.
"Kakak yang menyetir." Pinta Aruna saat keduanya sudah didepan mobil.
"Tidak mau, kau saja."
Aruna mendecak kesal, hari ini Ia benar benar sial karena harus bertemu lagi dengan Bian.
"Hati hati saat berbelok, kau bisa menabrak pohon jika seperti itu." Kritik Bian.
"Itu lebih bagus kak, kita bisa mati bersama!"
"Jika kau ingin mati sendiri saja, jangan mengajak ku. Aku masih ingin hidup." Balas Bian santai.
Aruna menatap Bian tajam,
"Jangan menatap ku seperti itu, kau bisa menyukai wajah tampan ku ini."
Aruna melotot tak percaya, "kau benar benar gila kak!"
Bian tertawa, Ia keluar dari mobil saat sudah sampai.
"Bawakan koperku."
"Aku tidak mau!"
"Kau harus mau!"
"Tidak mau." Aruna yang kini sudah berada diluar mobil.
Bian mendekat ke arah Aruna, sangat dekat membuat Aruna terhimpit mobil.
Bian tersenyum nakal berbeda dengan Aruna yang menunduk takut.
"Tuan muda sudah pulang." Suara Torik terdengar membuat Bian berbalik menjauh dari Aruna.
"Ya, tapi sayang Papa dan Mama malah pergi." Balas Bian.
"Mang Torik tolong bantu bawakan koper kak Bian, aku harus masuk sekarang." Kata Aruna berlari memasuki rumah.
"Permisi Tuan biar saya bawa masuk kopernya." Kata Torik melewati Bian yang masih berdiri di tempatnya.
Bian memasuki rumah dan langsung disambut oleh Mbok Inem.
"Aden tambah ganteng aja." Puji Mbok Inem.
"Mbok juga tambah cantik, awet muda."
Mbok Inem tertawa, "Meskipun di rayu sama Aden, mbok tetap milih suami Mbok lah."
Giliran Bian yang tertawa.
"Syukur sekarang Aden sudah pulang jadi Non Runa ada temennya, kasihan Non Runa tiap hari kesepian karena Tuan dan Nyonya pergi setiap hari."
Bian terdiam,
"Ya sudah, sebaiknya Aden mandi dulu, Mbok siapin makan malamnya." Kata Mbok Inem yang langsung di angguki Bian.
Bian naik ke atas, ke kamarnya yang sama sekali tidak berubah. Dekorasi dan semua tataan kamarnya masih sama tidak ada yang di rubah.
"Nyaman sekali." Gumam Bian berbaring di ranjang yang sudah sepuluh tahun Ia tinggal itu.
Bian menatap ke arah jam dinding dimana disamping jam dinding itu terdapat bingkai foto keluarga tanpa dirinya. Papa, Mama dan Aruna.
"Dia lebih cantik aslinya dari pada di foto." Gumam Bian menatap lama bingkai foto itu.
Selesai mandi, Bian bergegas turun kebawah untuk makan malam dan Ia melihat Aruna sudah lebih dulu disana.
"Aden udah turun, nih Mbok masakin masakan spesial buat malam ini." Kata Mbok Inem menyodorkan sepiring steak untuk Bian.
"Bisa masak western juga nih Mbok." Puji Bian.
"Bisa dong, selamat makan malam Aden dan Nona." Kata Mbok Inem lalu meninggalkan meja makan, membiarkan Bian dan Aruna makan berdua.
Bian melihat dipiringnya menu steak sementara di piring Aruna hanya nasi dan sayur saja.
"Kok menunya beda?" Tanya Bian pada Aruna yang sedari tadi hanya diam dan sibuk makan.
"Ya kan buat yang baru pulang jadi spesial." Balas Aruna acuh.
Bian menukarkan makanannya dengan makanan Aruna,
"Ck, apa sih kak!"
"Mau nyicip makan sama sayur."
"Tapi aku nggak mau makan steak!" Balas Aruna kesal ingin kembali menukarkan makanan namun tangan Bian lebih kuat menahan.
"Aku nggak suka daging kak, jangan ngeselin deh!"
"Kenapa nggak suka?"
"Kepo banget, udah sini makanan aku!" Ketus Aruna.
Bukannya mengembalikan, Bian malah memakan nasi sayur yang ada di piring Aruna.
"Kak Bian, ngeselin!"
"Ada apa non?" Tanya Mbok Inem saat mendengar suara Aruna.
"Itu kak Bian ambil makanan aku, mbok tahu kan aku nggak suka daging." Adu Aruna.
Mbok Inem tersenyum melihat keusilan Bian, "Biar mbok ambilkan lagi ya."
Tak berapa lama Mbok Inem datang membawa sepiring nasi dan sayur lodeh.
Aruna langsung menjulurkan lidahnya, "Makan tuh sisa orang."
Tak terima dengan ejekan Aruna, Bian kembali menukarkan makanannya dengan yang baru.
"Kak Bian!"
"Udah Non, Aden... biar Mbok ambilkan lagi."
Mbok Inem kembali membawa makanan yang sama.
"Buang buang makanan aja sih kak!" Kesal Aruna meskipun sudah mendapatkan yang baru.
"Ya udah habisin aja kalau nggak mau kebuang."
"Males!"
Bian tersenyum kemenangan, Ia melanjutkan makan dengan santai tanpa merasa bersalah berbeda dengan Aruna yang mood makan nya hilang karena keusilan Bian.
Selesai makan, Aruna duduk didepan televisi sambil memainkan ponselnya.
Asyik bertukar pesan dengan Nysa tiba tiba ponselnya direbut seseorang, siapa lagi jika bukan Bian pelakunya.
"Belajar, jangan main ponsel terus!"
"Aku udah belajar, mana kembaliin ponsel aku kak!" Aruna kembali dibuat kesal apalagi postur Bian lebih tinggi dan besar dari Aruna membuat Aruna kewalahan saat mengambil ponselnya.
"Nggak, sebelum aku lihat kamu belajar!"
Aruna memanyunkan bibirnya, "Harusnya kakak nggak perlu pulang, diluar negeri aja selamanya. Ngeselin!" Ucap Aruna lalu pergi meninggalkan Bian dan ponselnya.
Melihat Aruna menjauh, Bian mengecek ponsel Aruna yang tidak dikunci.
Sesaat Bian tersenyum melihat kontak nomer di ponsel Aruna bersih tanpa ada nomor pria satupun.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
runa anak pungut
2024-03-28
0
Yuli Astuti
jgn2 bukan sedarah ya mereka
2023-08-15
0
Ifan Richaniyah
yg anak angkat siapa nih kira²
2022-11-21
0