Ternyata Oh Ternyata

"Iya, ayah. Aku minta maaf ya tak mengindahkan nasehat ayah. Aku hanya ingin bantu ayah saja, aku tahu kebutuhan kita itu banyak. Makanya aku tetap narik angkot."

"Alhamdulillah, ayah. Pertama aku narik dapat lumayan. Semua memberi uang lebih padaku."

"Ini ayah, bisa buat bantu kebutuhan dapur. Aku minta maaf ya, belum bisa membahagiakan ayah dan adik-adik."

Ais meletakkan uang tiga lembar ratusan ribu di hadapan Lukman.

Sikap dan ucapan Ais membuat Lukman luluh dan tak marah lagi pada anak gadisnya. Justru kini matanya berkaca-kaca karena rasa haru. Betapa tidak, Ais saat ini sedang sakit saja mau mencari nafkah untuk membantu dirinya.

"Ais, ayah yang seharusnya minta maaf. Karena belum bisa menjadi ayah yang baik untukmu dan adik-adikmu. Seharusnya saat ini kamu mengenyam pendidikan di universitas, padahal nilai raportmu bagus. Tapi karena ayah tak mampu hingga akhirnya kamu hanya lulus SLTA saja."

Tak kuasa air mata Lukman meleleh begitu saja, dia iba pada nasib Ais. Tapi dia juga tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Karena hasil dari kerja di kantor Bagas hanya cukup untuk kebutuhan dua adik Ais yang saat ini masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan kadang untuk makan saja sering kurang dan sering ngutang di warung.

"Ayah, kenapa berkata seperti itu? bagiku ayah sudah berhasil dalam mendidik aku. Aku bangga kok punya ayah sepertimu, yang mampu mendidik dan merawat kami bertiga walaupun tanpa seorang ibu," ucap Ais menyunggingkan senyumnya.

"Ayah, jangan bersedih lagi ya. Kita hadapi dunia ini bersama-sama. Senyum dong ayah, karena sedih dan tangis ayah meruntuhkan diri ini. Kaki ini tak bisa berpijak dan berdiri lagi, jika melihat kesedihan ayahku nan aku sayang dan aku cinta. Terima sembah sujud ananda, ayahanda."

Ais sengaja bercanda di hadapan ayahnya supaya ayahnya tak lagi bersedih.

"Ais, apa belum cukup jeweran ayah tadi pagi hah?" Ayahnya terkekeh dan mau menarik telinga Ais tetapi Ais berlari ke dapur.

"Ya Allah, Alhamdulillah. Aku di karuniai anak gadis yang sangat baik dan patuh terhadapku. Dia tak pernah mengeluh dengan kondisinya saat ini."

"Kasihan ketiga anakku harus di tinggalkan oleh ibunya begitu saja. Marlina, hanya karena harta kamu meninggalkan aku dan ketiga anak kita."

Sejenak Lukman ingat akan istrinya yang tega pergi begitu saja dengan laki-laki lain yang lebih kaya raya. Bahkan hingga kini tak tahu bagaimana kabar beritanya karena sama sekali tak pernah menjenguk ketiga anaknya.

Pada saat itu, Ais masih berusia tujuh tahun, dan si kembar baru berusia satu tahun. Dengan teganya Marlina pergi begitu saja meninggalkan mereka.

"Bu, tolong jangan pergi. Apa ibu tak kasihan dengan anak-anak kita," bujuk Lukman waktu itu.

"Sudah tak usah lagi membujuk aku ya, aku sudah cukup bersabar hidup sengsara bersamamu. Tapi nyatanya hingga detik ini juga kamu tak kunjung berubah. Masa iya kerja jadi kuli bangunan terus," ucap Marlina.

"Tin....tin...tin..." bunyi klakson mobil tepat di pelataran rumah mereka.

Marlina lekas berlari dengan membawa kopernya tanpa menghiraukan Lukman. Sementara Ais yang tak sengaja melihat keributan itu, langsung saja berlari mengejar ibunya.

"Ibu... jangan pergi bu .. jangan tinggalkan Ais..."

Namun Marlina hanya menoleh sejenak saja tanpa peduli dengan Ais yang sampai terjatuh mengejar dirinya. Ais melihat jelas jika ibunya masuk ke dalam sebuah mobil yang di sopiri oleh pria yang rupanya tak setampan ayahnya.

"Ayah, kenapa bengong?" Ais menepuk bahu Lukman sontak saja dia terhenyak kaget dari lamunannya.

"Nggak apa-apa, Ais?" ucapnya singkat.

"Jangan katakan jika barusan ayah sedang melamunkan ibu ya? ayah, kenapa masih memikirkan orang yang tak peduli tak sayang pada kita? sudahlah, ayah. Ibu itu jahat, dia tega meninggalkan kita hanya demi pria kaya yang bermobil!"

"Seumur hidup aku takkan lupa akan hal ini, ayah. Dimana ibu tega tetap pergi walaupun dia tahu aku terjatuh pada saat mengejarnya di waktu itu hujan lebat."

"Aku masih ingat betul, ayah. Bagaimana ibu pergi dan alasan apa ibu pergi, karena waktu itu aku dengar semua percakapan kalian berdua."

Mendengar apa yang di katakan oleh Ais, Lukman hanya bisa menghela napas panjang. Sebenarnya dia tak ingin anak-anaknya membenci ibu kandungnya. Bagaimana pun sejelek apapun Marlina adalah ibu kandung mereka.

"Ais, kamu tak boleh benci pada ibumu sendiri. Semua yang di lakukan ibumu itu tak sepenuhnya kesalahannya. Justru jika di telusuri ini semua murni kesalahan ayah yang tak bisa buat ibumu bahagia. Tolong jangan benci ibu ya, justru kamu harus selalu berdoa untuknya. Dimana pun dia berada, supaya di beri kesehatan selalu," ucap Lukman menasehati Ais.

"Nggak, ayah. Justru aku tak sudi berdoa untuk ibu yang jahat! justru yang selalu aku sebut dalam doa hanya ayah dan si kembar. Sudahlah ayah, jangan memikirkan ibu. Belum tentu saat ini dia sedang memikirkan kita. Sebaiknya kita makan saja, karena aku sudah menghangatkan makanannya. Kalau dingin nanti nggak enak." Ais melangkah ke ruang makan dimana si kembar sudah menunggu.

Selagi Lukman akan melangkah ke ruang makan. Pintu rumah di ketuk seseorang.

"Tok tok tok tok"

Lukman mengurung niatnya untu ke ruang makan, tetapi dia melangkah untuk membukakan pintu.

"Den Bagas, tumben petang-petang kemari. Silahkan masuk, den," sapa Lukman dengan hormatnya pada majikannya itu.

Bagas langsung menjatuhkan pantatnya di sofa ruang tamu, dan dia mengutarakan kedatangannya.

"Maafkan saya, pak. Mengganggu waktu istirahat bapak. Saya datang hanya ingin memberikan gaji bapak. Sekali lagi saya minta maaf karena lupa memberikannya tadi saat bapak pulang." Bagas meletakkan sebuah amplop tebal di meja.

Belum juga Lukman mengucap terima kasih, Ais sudah datang lagi. Dia tak tahu jika ada Bagas di ruang tamu hingga dia berkata lantang.

"Ayah, buruan ma...

"Eh ada, Baginda raja...he.....

"Den, ayok ikut makan juga. Sekali-kali coba masakan anak saya." Ajak Lukman.

Entah dorongan dari mana, Bagas menyanggupi ajakan Lukman. Dia tak menolak sama sekali karena penasaran dengan masakan Ais.

"Serius, pak. Saya boleh ikut makan di sini?" tanyanya ragu.

"Boleh sekali, den. Tapi maaf ya, lauknya tak seenak di rumah Aden," ucap Lukman.

Ais tak berkata lagi, dia pun melangkah terlebih dulu ke ruang makan. Di ikuti oleh Bagas dan Lukman.

"Ayok, kali ini jatah siapa untuk doa ya!" tanya Ais menaik turunkan alisnya menatap ke arah si kembar.

"Jatah, Mba Ais," jawab si kembar serentak.

"Ya ila, kalian curang dech. Kan Mba sudah masak untuk kalian. Ya sudah, mari kita doa dulu ya sebelum makan," ucap Ais.

Diapun memejamkan matanya seraya mulutnya melafalkan doa sebelum makan.

Terpopuler

Comments

heni diana

heni diana

Wah bukan hnya ingin mengantar gaji baginda raja mah kngen sma ais ya..

2022-10-11

1

lihat semua
Episodes
1 Alih Profesi
2 Banyak Ulah
3 Marah Besar
4 Senjata Makan Tuan
5 Malu
6 Ais Masuk Rumah Sakit
7 Kritis
8 Sadar Juga & Lewati Masa Kritis
9 Kembali Ke Rumah
10 Gadis Yang Baik
11 Ternyata Oh Ternyata
12 Mulai Mengagumi
13 Keseruan Di Pangkalan Angkot
14 Ada-Ada Saja
15 Iseng
16 Keseruan Saat Memasak
17 Kesialan Yang Di Alami Bagas
18 Menemani Ke Pengadilan
19 Kedatangan Teman Semasa SLTP
20 Resah Gelisah
21 Rasa Penasaran Orang Tua Bagas
22 Menahan Rasa Malu
23 Bersikap Kaku
24 Enggan Mengakui
25 Memaksa & Terpaksa
26 Sedikit Berubah
27 Mulai Tumbuh Rasa
28 Mulai Cemburu
29 Di Balik Kecerobohannya
30 Nasehat Orang Tua
31 Sakit
32 Kedatangan Rindi
33 Emosi
34 Bentrok
35 Penyesalan Yang Tiada Berguna
36 Hati Yang Tak Menentu
37 Penasaran
38 Kembali Bertemu Lagi
39 Masih Ragu
40 Keras Kepala
41 Mulai Di Respon
42 Curhatan Ais Pada Lukman
43 Mengintai
44 Terlalu Manja
45 Surprise
46 Akhirnya Jujur
47 Ikut Memasak
48 Sama-Sama Cemburu
49 Resmi Pacaran
50 Mencoba Menghasut
51 Tak Rela
52 Ribut Kembali
53 Ancaman Setyo & Rindi
54 Berhasil Mendapatkan Rekaman Video CCTV
55 Mati Kutu
56 Kalah Juga
57 Kecewa
58 Saling Curhat
59 Mencari Lahan Untuk Restoran
60 Heran
61 Pergi Ke Luar Negeri
62 Penyesalan Setyo
63 Menolak Bantuan
64 Tak Ada Lagi Kesempatan
65 Bingung
66 Terharu
67 Sama-Sama Resah Gelisah
68 Mulai Balas Dendam
69 Keributan Yang Terjadi Di Restoran
70 Marah Besar
71 Agak Terhibur
72 Menemukan Jalan Buntu
73 Tawaran Kerja Sama
74 Ketahuan Juga
75 Kembali Lapor Polisi
76 Di Tangkap Polisi Kembali
77 Menghadiri Persidangan
78 Menjual Perusahaan
79 Jenguk Ais
80 Malu
81 Pertolongan Mendadak
82 Menolong Bibi
83 Sama-Sama Lega
84 Tidak Neko-Neko
85 Satu Bulan Kerja Di Rumah Ais
86 Ketahuan Broto
87 Rindi Berulah Lagi
88 Kemalingan
89 Tertangkapnya Maling
90 Keromantisan Dua Sejoli
91 Kebersamaan Dua Sejoli
92 Keakraban Ais Dengan Bu Ira
93 Rasa Kagum Aan
94 Kejujuran & Keramahan Ais
95 Kecewa
96 Permasalahan Rindi
97 Pernikahan
98 Akhir Kisah
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Alih Profesi
2
Banyak Ulah
3
Marah Besar
4
Senjata Makan Tuan
5
Malu
6
Ais Masuk Rumah Sakit
7
Kritis
8
Sadar Juga & Lewati Masa Kritis
9
Kembali Ke Rumah
10
Gadis Yang Baik
11
Ternyata Oh Ternyata
12
Mulai Mengagumi
13
Keseruan Di Pangkalan Angkot
14
Ada-Ada Saja
15
Iseng
16
Keseruan Saat Memasak
17
Kesialan Yang Di Alami Bagas
18
Menemani Ke Pengadilan
19
Kedatangan Teman Semasa SLTP
20
Resah Gelisah
21
Rasa Penasaran Orang Tua Bagas
22
Menahan Rasa Malu
23
Bersikap Kaku
24
Enggan Mengakui
25
Memaksa & Terpaksa
26
Sedikit Berubah
27
Mulai Tumbuh Rasa
28
Mulai Cemburu
29
Di Balik Kecerobohannya
30
Nasehat Orang Tua
31
Sakit
32
Kedatangan Rindi
33
Emosi
34
Bentrok
35
Penyesalan Yang Tiada Berguna
36
Hati Yang Tak Menentu
37
Penasaran
38
Kembali Bertemu Lagi
39
Masih Ragu
40
Keras Kepala
41
Mulai Di Respon
42
Curhatan Ais Pada Lukman
43
Mengintai
44
Terlalu Manja
45
Surprise
46
Akhirnya Jujur
47
Ikut Memasak
48
Sama-Sama Cemburu
49
Resmi Pacaran
50
Mencoba Menghasut
51
Tak Rela
52
Ribut Kembali
53
Ancaman Setyo & Rindi
54
Berhasil Mendapatkan Rekaman Video CCTV
55
Mati Kutu
56
Kalah Juga
57
Kecewa
58
Saling Curhat
59
Mencari Lahan Untuk Restoran
60
Heran
61
Pergi Ke Luar Negeri
62
Penyesalan Setyo
63
Menolak Bantuan
64
Tak Ada Lagi Kesempatan
65
Bingung
66
Terharu
67
Sama-Sama Resah Gelisah
68
Mulai Balas Dendam
69
Keributan Yang Terjadi Di Restoran
70
Marah Besar
71
Agak Terhibur
72
Menemukan Jalan Buntu
73
Tawaran Kerja Sama
74
Ketahuan Juga
75
Kembali Lapor Polisi
76
Di Tangkap Polisi Kembali
77
Menghadiri Persidangan
78
Menjual Perusahaan
79
Jenguk Ais
80
Malu
81
Pertolongan Mendadak
82
Menolong Bibi
83
Sama-Sama Lega
84
Tidak Neko-Neko
85
Satu Bulan Kerja Di Rumah Ais
86
Ketahuan Broto
87
Rindi Berulah Lagi
88
Kemalingan
89
Tertangkapnya Maling
90
Keromantisan Dua Sejoli
91
Kebersamaan Dua Sejoli
92
Keakraban Ais Dengan Bu Ira
93
Rasa Kagum Aan
94
Kejujuran & Keramahan Ais
95
Kecewa
96
Permasalahan Rindi
97
Pernikahan
98
Akhir Kisah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!