Aan pulang ke rumah dengan pikiran tak tenang, dia memikirkan kondisi Ais yang tak sadarkan diri.
"Aan, kenapa kamu murung?" tanya ayah Wardi pada anaknya yang duduk di teras rumah yang baru pulang dari rumah Lukman.
"Yah, Ais belum bisa narik angkot lagi. Saat ini malah kondisi Ais kritis di rumah sakit."
Perkataan Aan sempat membuat Wardi kaget, dia pun menjatuhkan pantatnya di kursi dekat anaknya duduk.
"Hah, kritis? bagaimana bisa, An?" tanya Wardi masih saja belum percaya dengan apa yang dikatakan Aan.
Aan pun menceritakan semua pada ayahnya tentang apa yang di ceritakan oleh Lukman padanya barusan.
"Ya ampun, Ais? kasihan juga Lukman, dia baru sembuh malah kini gantian anaknya masuk rumah sakit. Apa kamu tanya dimana saat ini Ais di rawat?" tanya Wardi.
"Ya, ayah. Aku jelas tanya pada Pak Lukman, dan aku berniat besok paginaku akan jenguk Ais. Karena kebetulan besok aku tidak ada jam kuliah," ucap Aan.
"Apa, An? besok kamu mau ke rumah sakit, untuk apa?" tanya Warsem ibunya yang tiba-tiba nongol dari dalam rumah.
"Aku mau jenguk Ais, Bu. Dia sedang kritis di rumah sakit," jawab Aan singkat.
"Nggak, ibu nggak izinkan. Dari pada kamu buang waktu untuk alasan tak jelas seperti itu. Mendingan kamu pergi narik angkot, nggak ada Ais kan pemasukan dari angkot jadi berkurang," ucapnya ketus.
"Bu, aku ke rumah sakit juga takkan lama kok. Nggak usah di buat masalah kenapa, aku pasti narik angkot setelah jenguk Ais." Aan merasa tak suka dengan yang di katakan oleh ibunya.
"Ya sudah, awas ya kalau kamu besok ingkar janji."
Aan hanya melirik sinis pada ibunya yang masih berdiri di ambang pintu ruang tamu.
"An, besok ayah ikut ya. Ayah juga ingin jenguk Ais," ucap Wardi antusias.
"Jangan, untuk apa sih ayah ikut? kan Aan sudah jenguk, ya sudah cukuplah tak perlu banyak orang yang jenguk. Lagi pula pasti di larang oleh pihak rumah sakit," ucap Warsem ketus.
"Diam kamu, Bu. Tak usah melarang suami, itu bukan hak ibu. Seharusnya aku yang mengaturmu bukan kamu yang mengatur aku!' bentak Wardi membuat Warsem terhenyak kaget dan tak berani berkata lagi.
*******
Pagi menjelang, Aan segera pergi ke rumah sakit bersama dengan, Wardi. Hanya beberapa menit saja telah sampai di rumah sakit. Aan dan Wardi langsung mencari dimana saat ini Ais di rawat.
"Heh, siapa kalian main masuk saja!" tegur Bagas pada saat dia baru keluar dari kamar mandi.
"Maaf, nak. Kami hanya ingin jenguk Ais. Saya adalah majikan dimana Ais kerja sebagai seorang sopir angkot. Dan ini anak saya," ucap Wardi seraya tersenyum ramah.
"Hem, baguslah kalau kalian datang. Aku bisa nitip Ais sebentar karena aku ingin keluar untuk sarapan sejenak," ucap Bagas dia berlalu pergi keluar dari ruang rawat Ais.
"Hem, pantas saja Ais tak suka dengannya karena sifatnya saja menyebalkan dan tak ada sopan santunnya sama sekali,' ucap Aan tak suka melihat sikap Bagas.
"Yah, kasihan sekali iya Ais. Harus tergolek tak berdaya seperti ini. Ais, Jia aku jadi kamu, bodo amat dengan nyawanya. Jika aku di posisi kamu, akan lari menjauh supaya tidak celaka. Ini malah kamu menyelamatkan pria yang sering mengajakmu bertengkar," celetuk Aan.
Selagi ayah dan anak ini duduk di kursi yang ada di samping brankar dimana Ais berbaring. Tiba-tiba tangan Ais bergerak dan hal ini sempat di lihat oleh Aan dan ayahnya.
"Ayah, lihat kan? jemari Ais perlahan bergerak," Aan sangat senang.
"Iya, An. Cepat kamu beri tahu ini pada dokter!" pinta Wardi
Aan tak hilang akal, dia memencet tombol yang ada di atas brankar tepatnya di atas kepala Ais. Tak berapa lama, satu perawat dan satu dokter datang untuk mengecek kondisi kesehatan Ais.
"Alhamdulillah, pasien telah melewati masa kritis. Daya tahan tubuhnya memang sungguh luar biasa," ucap sang dokter.
"Tapi kenapa belum sadar juga ya, dok?" tanya Aan penasaran.
"Sebentar lagi pasti pasien sadar, kita hanya tinggal menghitung waktu beberapa menit atau detik lagi," ucap dokter.
Dokter melihat jarum jam tangan yang sedang berdetik. Dan benar apa katanya, tak berapa lama Ais membuka matanya perlahan, dan dia langsung menoleh pelan ke arah dokter, perawat, Wardi, serta Aan. Ais merasa heran kenapa dirinya di kelilingi oleh perawat, dokter, dan juga Wardi serta Aan.
"Aku ada dimana?" tanyanya lirih.
"Non Ais, anda saat ini ada di rumah sakit. Dan ada sempat alami masa kritis, tetapi Alhamdulillah saat ini kondisi anda sudah mulai membaik," ucap sang dokter.
Sejenak Ais mengingat bagaimana dia bisa masuk rumah sakit.
"Oh iya, aku ingat. Lantas bagaimana kondisi orang yang waktu itu bersama dengan saya?" tanyanya lirih.
"Tuan Bagas maksud anda? dia selamat tak kurang suatu apa pun, justru dia yang membawa anda kemari," ucap dokter.
Tak berapa lama, muncullah Bagas. Melihat Ais sudah sadar, dia sangat senang.
"Ais, syukurlah kamu sudah sadar. Kamu sudah berhasil membuat aku panik dan ketakutan," ucapnya.
"Hem, masa sih." Jawab Ais ketus.
Dokter berpamitan karena ada pasien yang lain yang butuh pemeriksaan dirinya.
"Ais, kami akan pulang dulu ya. Aku akan mampir ke rumah ayahmu untuk memberitahukan padanya jika kamu sudah siuman dan masa kritismu lewat," ucap Aan.
Dia tak ingin berlama-lama karena ada Bagas. Dia tak suka dengan sikap Bagas yang menurut dirinya terlalu bergaya.
Saat itu juga Aan dan Wardi pulang ke rumah. Seperginya mereka, Bagas duduk di kursi samping brankar dimana Ais berbaring.
"Apa yang kamu rasakan saat ini?" tanya Bagas lirih menatap sendu Ais.
"Perutku sakit seperti di sayat-sayat sebilah pisau," ucap Ais.
"Mungkin efek dari jahitan di perutmu itu. Apa lagi kata dokter, luka tusukan di perutmu itu begitu dalam," Ucap Bagas.
"Hem, apakah Aden terluka? karena pada saat aku melindungi Aden, tiba-tiba aku tak kuasa dan tak sadarkan diri," ucap Ais
"Seperti yang kamu lihat, Ais. Aku sehat wal' Afiat tanpa kurang suatu apapun. Ini juga berkat pertolonganmu, jika tak ada kamu mungkin aku yang saat ini ada di posisi kamu," ucap Bagas.
"Ais, untuk apa kamu menolong aku? sementara selama ini aku selalu kasar padamu?" tanya Bagas.
"Karena aku punya hari nurani. Mana mungkin aku tega membiarkan Aden akan di celakai oleh orang ."
"Apalagi Aden ini adalah majikan ayah saya. Saya tak ingin terjadi hal buruk pada, Aden. Nantinya saya yang di salahkan oleh orang tua Aden dan juga ayah saya," ucap Ais polos.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Eka ELissa
tuu...dgrin bgas .ais aj prduli lho ma kmu...msk kmu gk prnh prduli slma ini ma ais pdhl ais suka kmu tindas..
2022-10-12
1
heni diana
Hayo den bagas ais dengan begitu tulus nolong kmu sampai mempertaruhkan nyawanya masih mau dingin dan jutek juga???
2022-10-07
1
Nur Chasan
tuh denger Bagas ..punya hati nurani
2022-10-07
0