Gadis Yang Baik

Mendengar apa yang di katakan oleh, Aan. Pak Lukman langsung menuju ke pangkalan angkot untuk mencari Ais.

"Berani sekali dia bekerja, padahal baru satu minggu pulang dari rumah sakit. Seharusnya kan istirahat di rumah dulu, haduh bikin masalah baru," gerutu Lukman seraya terus melangkah ke pangkalan angkot.

"Ais, ayok pulang. Kamu lupa dengan nasehat Dokter pada saat sebelum kamu mau pulang keluar dari rumah sakit?" tegur Lukman seraya menjewer telinga Ais.

"Aaduhh...sakit ayah. Kejam sekali dikau layaknya seorang ayah tiri saja," canda Ais terkekeh.

"Biar saja ayah di katakan bagai ayah tiri, asal kamu mau pulang dan jangsn melakukan aktifitas apapun dulu. Kamu kan di minta banyak istirahat di rumah, luka jahitan di perutmu itu belum kering benar. Ayah tak ingin terjadi infeksi nantinya," ucap Lukman ketus.

"Ayahku tercinta, tersayang. Nggak usah khawatir berlebihan. Aku bisa kira-kira kok, jadi ayah tenang saja. Lagi pula jika aku tetap di rumah tak melakukan apapun, aku akan suntuk," ucap Ais menaik turunkan alisnya.

"Ayah, aku tahu kebutuhan keluarga kita banyak. Jika aku terlalu lama menganggur pasti ayah akan bingung," batin Ais.

Dia sangat sayang pada ayah dan dua adiknya hingga dia tak memikirkan kesehatannya sendiri. Yang dia pikirkan hanyalah bagaimana caranya tiap hari dia bisa mendapatkan banyak uang untuk ayahnya.

"Ais, ayok pulang. Kamu mau jadi anak durhaka karena membantah perintah ayah?" ucap Lukman masih saja terus membujuk Ais untuk pulang.

Namun bukan Ais namanya jika tak keras kepala dan berpegang teguh pada pendiriannya. Dia tetap tak mau pulang.

"Ayah, ini sudah pukul tujuh pagi apa ayah tak berangkat kerja? nanti si tuan Pemarah murka loh." Ais malah mengalihkan pembicaraannya.

Sontak Lukman melihat jam tangannya. Dan apa yang di katakan oleh Ais ada benarnya. Hingga Lukman lekas pulang tetapi dia mengancam Ais terlebih dahulu.

'Pokoknya ayah mau kamu pulang ya, jika tidak mau pulang akan ayah jewer lagi telingamu!" ancam Lukman seraya berlalu pergi dari pangkalan angkot tersebut.

Ais hanya menyunggingkan senyumnya tanpa menjawab ucapan ayahnya.

"Ayah, hati-hati ya," teriak Ais melambaikan tangannya, di ikuti oleh Lukman menoleh barang sejenak.

"Huft, aman. Ayah sudah pergi, jika tidak pasti aku kan gagal narik angkot," batin Ais.

Hanya dalam sekejap, muatan angkot Ais sudah penuh. Banyak yang berlangganan angkot pada Ais. Bahkan pada saat Ais sakit, semua langganan angkot dia juga tahu, mendengar kabar dari telinga satu ke telinga yang lain.

Hingga pada saat Ais narik, hampir semua pelanggan memberikan uang lebih pada Ais.

Sementara Bagas sedang gelisah di rumahnya. Dia mengharapkan jika yang datang bukan Lukman melainkan Ais. Namun pada saat Bagas melihat Lukman yang datang, dirinya seketika lemas seolah tak bersemangat dalam beraktivitas.

"Selamat pagi, Den. Maaf saya agak terlambat karena saya harus ke pangkalan angkot sebentar," ucap Lukman seraya tertunduk khawatir akan mendapatkan amarah dari Bagas karena dia terkenal dengan tipe pemarahnya.

"Tidak apa-apa, pak. Baru telat lima menit, memangnya untuk apa bapak ke pangkalan angkot?" tanya Bagas ingin tahu.

"Ais, Den. Dia sangat keras kepala, padahal belum di izinkan kerja. Tapi hari ini dia mulai narik angkot," ucap Lukman.

"Astaga, itu padahal berbahaya loh pak. Karena jahitan lukanya kan belum kering setidaknya satu bulanlah. Jika terlalu banyak aktifitas nanti perutnya terkena gesekan terus menerus dan bisa infeksi malah jadi nggak sembuh-sembuh."

Lukman agak heran mendengar ucapan Bagas yang terlihat jelas sangat mengkhawatirkan Ais. Padahal dia sangat tahu jika Bagas itu tak pernah peduli dengan orang. Bahkan tak banyak bicara tetapi kali ini, Bagas berbeda.

"Ada apa dengan orang ini, kenapa tiba-tiba cerewet dan banyak tanya ya? padahal biasanya dia tak seperti ini, pendiam tak banyak kata juga pemarah. Bahkan dia sering mengadu pada saat Ais yang menggantikan aku menjadi sopir dia," batin Lukman.

"Pak Lukman, ayok kita ke pangkalan angkot dulu. Biar aku yang bicara pada Ais supaya istirahat di rumah saja tak usah narik angkot dulu."

Bagas langsung masuk ke dalam mobil dan Lukman lekas melajukannya menuju ke pangkalan angkot.

Namun pada saat mereka telah sampai di pangkalan angkot ada rasa kecewa pada diri Bagas karena tak menemui adanya Ais.

"Ya ampun Ais, padahal tadi sudah aku ancam. Dan dia akan balik, aku pikir sudah balik ke rumah, malah tetap narik angkot," ucap Lukman.

"Ya sudahlah, pak. Kita langsung ke kantor saja karena aku sedang ada meeting di pagi ini. Jika tisak pasti aku akan meminta bapak untuk mencari Ais hingga ketemu dan membawanya pulang ke rumah," pinta Bagas.

"Baik, den."

Saat itu juga Lukman melajukan mobilnya lagi menuju ke kantor Bagas. Sementara Bagas terus saja pikirannya traveling kepada Ais hingga dia tak sadar jika sudah sampai di depan pelataran kantor.

"Maaf, Den. Sudah sampai," ucap Lukman mengagetkan lamunan Bagas.

"Baiklah, pak."

Bagas langsung keluar dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam kantor menuju ke ruang kerjanya.

Sedangkan Lukman melajukan mobilnya menuju ke parkiran mobil. Setelah itu dia bergantu pakaian dan melanjutkan tugasnya sebagai cleaning servis.

********

Tak terasa sore menjelang pukul tiga sore. Ais memutuskan untuk pulang karena dia merasakan perutnya sedikut tersayat-sayat. Dia menyetorkan uang tarikannya pada Juragan Wardi.

"Maaf Juragan, saya belum bisa narik sampai sore. Tiba-tiba saya merasakan perut ini sakit."

Belum juga Juragan Wardi menjawab, Warsem istrinya berkata.

"Baru jam berapa sih, kok kamu sudah pulang? pasti setoranmu kurang iya kan?" ucapnya ketus.

"Brisik kamu ini urusan aku, urusanmu di dapur sana!" bentak Wardi pada isterinya.

"Jelas jadi urusanku juga lah, rugi kira jika setoran kurang," ucap Warsem lantang.

" Nih lihat!" Wardi menjembreng uang ratusan ribu dua lembar di hadapan Warsem.

"Kamu tak tahu kan, Ais ini pegawaiku yang tak pernah telat kasih setoran dan tak pernah kurang sepeserpun! biar saja dia pulang lebih awal lagi pula sudah kasih setoran kok," ucap Wardi kesal pada istrinya yang selalu saja ikut campur urusan dia.

"Pulanglah, Ais. Istirahat saja di rumah ya, aku lihat kamu sepertinya kesaktian ya?" ucap Wardi iba melihat Ais memegangi perutnya.

"Sedikit nyeri, juragan. Ya sudah saya pamit pulang, terima kasih ya Juragan."

Ais pun pulang dengan jalan tertatih karena dia merasa perutnya seakan tertarik- tarik.

Sesampainya di rumah, Ais memasak untuk makan malam ayah dan adik-adiknya serta dirinya. Setelah itu barulah dia membersihkan badannya.

Beberapa jam kemudian, Lukman pun pulang. Ais menyambutnya dengan mencium punggung tangan Lukman.

"Ais, tadi kamu tetap narik angkot ya?" tanya Lukman ketus.

Terpopuler

Comments

Eka ELissa

Eka ELissa

astaga ais ngeyel bgt tu kan...luka di prut skit lagi...istrht y yg lma dong ais itu kn bukn luka lecet😏😏
cie bgs jadi crewet brkat ais pak....
ktularan crewet nya...😁😁

2022-10-13

2

heni diana

heni diana

Ya ampun ais istrhat lah dulu ais klo sudh bner" sembuh kerja lgg..
Hyo pak bagas udah mulai merasa kehilangn ya g bisa ketemu ais??

2022-10-11

0

Nonny

Nonny

hhee iya itu mkanya di jewer

2022-10-11

0

lihat semua
Episodes
1 Alih Profesi
2 Banyak Ulah
3 Marah Besar
4 Senjata Makan Tuan
5 Malu
6 Ais Masuk Rumah Sakit
7 Kritis
8 Sadar Juga & Lewati Masa Kritis
9 Kembali Ke Rumah
10 Gadis Yang Baik
11 Ternyata Oh Ternyata
12 Mulai Mengagumi
13 Keseruan Di Pangkalan Angkot
14 Ada-Ada Saja
15 Iseng
16 Keseruan Saat Memasak
17 Kesialan Yang Di Alami Bagas
18 Menemani Ke Pengadilan
19 Kedatangan Teman Semasa SLTP
20 Resah Gelisah
21 Rasa Penasaran Orang Tua Bagas
22 Menahan Rasa Malu
23 Bersikap Kaku
24 Enggan Mengakui
25 Memaksa & Terpaksa
26 Sedikit Berubah
27 Mulai Tumbuh Rasa
28 Mulai Cemburu
29 Di Balik Kecerobohannya
30 Nasehat Orang Tua
31 Sakit
32 Kedatangan Rindi
33 Emosi
34 Bentrok
35 Penyesalan Yang Tiada Berguna
36 Hati Yang Tak Menentu
37 Penasaran
38 Kembali Bertemu Lagi
39 Masih Ragu
40 Keras Kepala
41 Mulai Di Respon
42 Curhatan Ais Pada Lukman
43 Mengintai
44 Terlalu Manja
45 Surprise
46 Akhirnya Jujur
47 Ikut Memasak
48 Sama-Sama Cemburu
49 Resmi Pacaran
50 Mencoba Menghasut
51 Tak Rela
52 Ribut Kembali
53 Ancaman Setyo & Rindi
54 Berhasil Mendapatkan Rekaman Video CCTV
55 Mati Kutu
56 Kalah Juga
57 Kecewa
58 Saling Curhat
59 Mencari Lahan Untuk Restoran
60 Heran
61 Pergi Ke Luar Negeri
62 Penyesalan Setyo
63 Menolak Bantuan
64 Tak Ada Lagi Kesempatan
65 Bingung
66 Terharu
67 Sama-Sama Resah Gelisah
68 Mulai Balas Dendam
69 Keributan Yang Terjadi Di Restoran
70 Marah Besar
71 Agak Terhibur
72 Menemukan Jalan Buntu
73 Tawaran Kerja Sama
74 Ketahuan Juga
75 Kembali Lapor Polisi
76 Di Tangkap Polisi Kembali
77 Menghadiri Persidangan
78 Menjual Perusahaan
79 Jenguk Ais
80 Malu
81 Pertolongan Mendadak
82 Menolong Bibi
83 Sama-Sama Lega
84 Tidak Neko-Neko
85 Satu Bulan Kerja Di Rumah Ais
86 Ketahuan Broto
87 Rindi Berulah Lagi
88 Kemalingan
89 Tertangkapnya Maling
90 Keromantisan Dua Sejoli
91 Kebersamaan Dua Sejoli
92 Keakraban Ais Dengan Bu Ira
93 Rasa Kagum Aan
94 Kejujuran & Keramahan Ais
95 Kecewa
96 Permasalahan Rindi
97 Pernikahan
98 Akhir Kisah
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Alih Profesi
2
Banyak Ulah
3
Marah Besar
4
Senjata Makan Tuan
5
Malu
6
Ais Masuk Rumah Sakit
7
Kritis
8
Sadar Juga & Lewati Masa Kritis
9
Kembali Ke Rumah
10
Gadis Yang Baik
11
Ternyata Oh Ternyata
12
Mulai Mengagumi
13
Keseruan Di Pangkalan Angkot
14
Ada-Ada Saja
15
Iseng
16
Keseruan Saat Memasak
17
Kesialan Yang Di Alami Bagas
18
Menemani Ke Pengadilan
19
Kedatangan Teman Semasa SLTP
20
Resah Gelisah
21
Rasa Penasaran Orang Tua Bagas
22
Menahan Rasa Malu
23
Bersikap Kaku
24
Enggan Mengakui
25
Memaksa & Terpaksa
26
Sedikit Berubah
27
Mulai Tumbuh Rasa
28
Mulai Cemburu
29
Di Balik Kecerobohannya
30
Nasehat Orang Tua
31
Sakit
32
Kedatangan Rindi
33
Emosi
34
Bentrok
35
Penyesalan Yang Tiada Berguna
36
Hati Yang Tak Menentu
37
Penasaran
38
Kembali Bertemu Lagi
39
Masih Ragu
40
Keras Kepala
41
Mulai Di Respon
42
Curhatan Ais Pada Lukman
43
Mengintai
44
Terlalu Manja
45
Surprise
46
Akhirnya Jujur
47
Ikut Memasak
48
Sama-Sama Cemburu
49
Resmi Pacaran
50
Mencoba Menghasut
51
Tak Rela
52
Ribut Kembali
53
Ancaman Setyo & Rindi
54
Berhasil Mendapatkan Rekaman Video CCTV
55
Mati Kutu
56
Kalah Juga
57
Kecewa
58
Saling Curhat
59
Mencari Lahan Untuk Restoran
60
Heran
61
Pergi Ke Luar Negeri
62
Penyesalan Setyo
63
Menolak Bantuan
64
Tak Ada Lagi Kesempatan
65
Bingung
66
Terharu
67
Sama-Sama Resah Gelisah
68
Mulai Balas Dendam
69
Keributan Yang Terjadi Di Restoran
70
Marah Besar
71
Agak Terhibur
72
Menemukan Jalan Buntu
73
Tawaran Kerja Sama
74
Ketahuan Juga
75
Kembali Lapor Polisi
76
Di Tangkap Polisi Kembali
77
Menghadiri Persidangan
78
Menjual Perusahaan
79
Jenguk Ais
80
Malu
81
Pertolongan Mendadak
82
Menolong Bibi
83
Sama-Sama Lega
84
Tidak Neko-Neko
85
Satu Bulan Kerja Di Rumah Ais
86
Ketahuan Broto
87
Rindi Berulah Lagi
88
Kemalingan
89
Tertangkapnya Maling
90
Keromantisan Dua Sejoli
91
Kebersamaan Dua Sejoli
92
Keakraban Ais Dengan Bu Ira
93
Rasa Kagum Aan
94
Kejujuran & Keramahan Ais
95
Kecewa
96
Permasalahan Rindi
97
Pernikahan
98
Akhir Kisah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!