Belum juga sampai rumah, bensin sudah habis. Bagas pun terpaksa menuntun motor gedenya hingga sampai rumah. Kebetulan orang tuanya sedang ada di teras halaman.
"Bagas, kok di tuntun motornya? ya ampun sampai berkeringat seperti itu sih?" tanya Eti seraya mengerutkan dahinya.
Bagas pun memarkirkan motornya di pelataran rumah. Dia buru-buru duduk di samping orang tuanya sembari cerita panjang lebar.
"Makanya kalau orang tua ngomong itu di dengarkan, kamu mengantarkan dengan tidak ikhlas ya akhirnya seperti itu," ejek Broto terkekeh.
"Ih, papah! anak lagi alami kesialan malah di ketawain. Bukannya iba atau bagaimana?" oceh Bagas ketus.
"Sudah nggak usah marah, sebaiknya kamu masuk sana dan cepat makan. Suruh bibi untuk menghangatkan makanan yang tadi sore, Ais masak," ucap Eti mencairkan suasana.
Bagas pun menurut, dia lekas bangkit dari duduknya dan melangkah ke dapur meminta untuk bibi menghangatkan makanan yang telah dimasak oleh Ais tadi sore. Hanya beberapa menit saja masakan sudah hangat dan sudah tersaji di meja makan. Bagas yang sudah merasa lapar dia pun makan dengan lahapnya bahkan dia tanpa sadar lagi-lagi memuji betapa lezatnya makanan yang dimasak oleh, Ais."
"Hem, lezat sekali makan-makanan yang ada di meja ini. Menyesal aku tadi nggak makan bareng sama mamah dan papah," gerutunya seraya senyam senyum sendiri.
"Wah, cepat amat makannya? lapar apa, doyan kamu, Bagas?" canda Eti terkekeh.
"Lapar, mah. Luar biasa laparnya," celoteh Bagas seraya mengusap-usap perutnya yang kekenyangan.
"Ais pintar memasak ya, Bagas. Benar juga apa yang kamu katakan waktu itu. Apa kamu nggak berniat tuh mencalonkan Ais jadi pendamping hidupmu. Mau sampai kapan kamu sendiri seperti ini?" ucapan Eti membuat Bagas terhenyak kaget.
"Apa, aku menikahi gadis bar-bar itu? nggak banget dech, mah. Jika aku menikah dengannya lantas bagaimana dengan keturunan aku? aduhh...aku tak bisa membayangkan dech jika punya anak yang nantinya modelan kaya Ais gitu," ucap Bagas berlalu pergi dari ruang makan tanpa menghiraukan Eti lagi.
********
Pagi menjelang, aktivitas di rumah Ais berjalan seperti biasanya. Akan tetapi Ais sudah tidak bisa berbohong lagi. Hingga dia mau tak mau harus tetap di rumah saja.
"Permisi, tok tok tok"
Ada seseorang mengetuk pintu rumah Ais.
"Eh Nak Dahlan, ada apa ya?" tanya Lukman penasaran dengan kedatangan teman narik angkotnya Ais.
"Begini, pak. Aisnya ada nggak?" tanyanya.
"Maaf, ada keperluan apa mencari Ais? kalau untuk narik angkot, Ais belum saya izinkan karena perutnya sedang sakit belum sembuh total," ucap Lukman.
"Bukan, pak. Jika saya minta tolong Ais untuk menjadi saksi di pengadilan boleh kan, pak?" tanya Dahlan ragu.
"Pengadilan, memangnya untuk apa?" tanya Lukman kembali.
"Untuk menjadi saksi dalam persidangan perceraian saya dengan istri saya," ucap Dahlan tertunduk malu.
"Loh kok cerai, bapak pikir rumah tangga kalian itu adem ayem loh. Apa nggak sebaiknya di bicarakan dulu secara kekeluargaan, jangan langsung ke meja pengadilan," ucap Lukman.
"Hhee, iya pak. Saya juga tak ingin bercerai kok, tapi istri yang menggugat saya."
"Oh ya sudah, semoga lekas bertemu jalan yang tepat supaya kalian tidak jadi bercerai tetapi tetap mempertahankan rumah tangga kalian. Nanti bapak panggilkan Ais dulu."
Lukman segera masuk ke dalam rumah memanggil Ais.
Setelah itu dia berangkat ke rumah Bagas untuk kerja.
"Memang sekarang sidangnya ya, Mas Dahlan?" tanya Ais memastikan.
"Iya, Is. Bagaimana ya supaya aku bisa mendapatkan hak asuh anak? Cara ngomong ke hakimnya aku tuh nggak bisa," ucap Dahlan menggaruk tengkuk yang tak gatal.
"Sini aku ajarin, pasti caraku ini berhasil."
Ais pun membisikkan sesuatu pada Dahlan, sementara Dahlan senyam senyum.
"Is, ide kamu ok juga. Hhee padahal kamu itu masih lajang tapi tahu trik jitu untukku."
Saat itu juga Ais menemani Dahlan ke pengadilan agama. Hanya beberapa menit saja mereka telah sampai di pengadilan. Di sana istri Dahlan sudah menunggu bersama saksinya juga.
Saat itu juga Dahlan dan istrinya masuk ke ruang sidang. Di dalam sidang perceraian itu, akan ditentukan juga siapa yang berhak mendapatkan hak asuh anak.
Istri Dahlan berteriak histeris sambil berkata.
"Pak Hakim, saya yang mengandung serta melahirkan bayi itu ke dunia dengan kesakitan dan kesabaran saya. Secara anak harus ikut dengan saya dong, pak."
Hakim lalu berkata kepada pihak Dahlan sebagai suaminya.
"Apa pembelaan anda terhadap tuntutan istri anda?"
Dahlan diam sebentar, lalu dia teringat akan apa yang barusan di ajarkan oleh Ais. Hingga Dahlan mengatakan hal serupa yang di bisikkan oleh, Ais padanya.
"Pak Hakim, jika saya memasukkan KOIN ke sebuah mesin minuman. Mesinnya BERGOYANG SEBENTAR, dan minumannya keluar. Menurut Pak Hakim, minumannya milik saya atau mesinnya?"
Mendengar pembelaan yang di lakukan oleh Dahlan, Pak Hakim dan petugas pengadilan yang lain saling berpandangan dan menghela napas panjang. Mereka tak menyangka jika Dahlan akan mengatakan pembelaan seperti itu.
Hingga dengan terpaksa, hakim memberikan waktu untuk Dahlan dan istrinya melakukan mediasi. Untuk memikirkan ulang tentang perceraian tersebut.
Saat keluar dari pengadilan, istri Dahlan marah-marah padanya.
"Mas, kenapa sih kamu malah mempersulit persidangan dengan berkata seperti itu?" ucapnya lantang.
"Karena dari dalam hati ini aku tak ingin kita bercerai. Apa kamu tak memikirkan anak kita kelak jika tumbuh tanpa orang tua yang lengkap. Tak punya ayah atau tak punya ibu."
"Apa kamu mau kelak jika anak ikut kamu, dia mendapatkan seorang bapak tiri. Dan jika bersamaku dia akan mendapatkan ibu tiri?"
"Apa yang pak hakim katakan ya ada benarnya, supaya kita memikirkan ulang jika akan berpisah."
"Hanya karena aku cuma sopir angkot yang penghasilannya tak menentu lantas kamu gugat cerai aku?"
Dahlan bicara panjang lebar di hadapan istrinya, sementara Ais menyingkir agak jauh karena dia tak ingin mengganggu suami-istri tersebut.
"Hem, ternyata rumit juga ya kalau hidup berumah tangga? entah aku kelak akan menikah dengan siapa? apakah dengan pria yang Soleh ataukah dengan pria yang arogant dan pemarah seperti....
"Ah tidak, kenapa aku tiba-tiba traveling ke pria pemarah dan tak sabaran itu? aku nggak bisa membayangkan jika aku menikah dengan pria seperti dirinya. Ih seperti apa yan rumah tangga aku?'
Dari tadi Ais melamun membayangkan jika dirinya benar-benar menikah dengan Bagas, rumah tangga akan menjadi seperti apa.
"Dor"
"Sialan, Mas Dahlan. Bikin kaget aku saja, sudah belum berdebat ya?" ucap Ais terkekeh.
"Sudah, ayok kita pulang," ajak Dahlan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
heni diana
Hyo saling mengagumi dalam diam nie..
2022-10-18
0
Eka ELissa
ko...sepi....komenan nya...
hyuuu...gaeessss ramein biar emak author nya smangat ngehalu nya..😘
2022-10-18
2
Eka ELissa
pnasarn maak itu dhlan jadi brpisah atau rujuk ma bini nya...😁😁
mlhn ais ngelamun jadi bini bagas..
jadi buyar deh...😁😁😁😁lewt gk tau tu dhln jadi pish pa enggak..😁😁
2022-10-18
2