Aan dan Bagas terus saja berseteru, hingga pada akhirnya Ais meminta waktu sebentar pada ayahnya.
"Ayah, biarkan aku melerai mereka sebentar. Jika seperti ini takkan selesai-selesai," ucap Ais memelas.
"Awas kalau kamu sampai melarikan diri!" ancam ayahnya seraya melepaskan cengkraman tangannya pada Ais.
"Den-Aan, sudahlah jangan berantem lagi. An, kamu narik sendiri dulu ya. Tolong sampaikan maaf pada, Juragan Wardi hari ini aku libur narik." Ais menangkupkan kedua tangannya di dada menatap sendu ke arah Aan. Sebenarnya dia merasa nggak enak padanya.
"An, buruan jalan sana kasihan itu penumpang sudah menunggu," pinta Ais supaya salah satu dari mereka itu mengalah dan tak berdebat terus.
"Iya, Ais. Aku pergi dulu ya, nanti aku katakan pada ayahku kamu nggak usah khawatir." Saat itu juga Aan kembali ke angkotnya seraya melirik sinis pada Bagas dengan menunjukkan kepalan tinjunya.
Bagas merasa geram akan hal itu, dia hampir saja tak bisa menahan emosinya tetapi segera di tahan oleh Lukman pada saat Bagas akan melangkah mendekati Aan.
"Den, ayok kita berangkat ke kantor lagi katanya Aden akan ada meeting lagi di siang ini. Nanti setelah antar Aden, baru saya antar pulang Ais," ucap Lukman mengingatkan sehingga Bagas kembali ke mobilnya di ikuti oleh Ais.
"Heh, kenapa sih kamu kalau di nasehati nggak pernah dengar? keras kepala mu itu membuatku ingin....uuhhh...
"Hah heh hah heh, sudah aku katakan aku punya nama! dengar itu ayah, majikan ayah sopannya nggak ketulungan kan? manggil aku saja heh heh," ejek Ais seraya melirik sinis pada Bagas yang saat ini duduk di jok depan samping kemudi.
"Ais, sudahlah. Hanya seperti itu saja di permasalahkan," Lukman merasa tak enak dengan sikap Ais yang menurutnya terlalu berani pada majikan dirinya.
"Ayah, heran dech aku. Yang anak ayah itu aku atau dia, malah ayah memihak padanya. Jika tahu begini tadi nggak usah melarangku untuk narik angkot!" Ais merasa kesal.
Lukman tak berkata lagi, dia hanya diam fokus dengan kemudinya. Sementara Ais terus saja murung, dan pada saat dia menatap ke depan tatapan matanya berpapasan dengan Bagas yang sedang mencuri pandang dari kaca spion.
"Apa curi-curi pandang, cinta bilang nggak usah gengsi," sindir Ais ketus kemudian memalingkan wajahnya.
Mendengar sindiran Ais, Bagas salah tingkah dia pun mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berbeda dengan Lukman yang merasa heran dengan ucapan anak gadisnya.
"Ais...kamu itu ngomong apa sih?" tanya Lukman melirik dari kaca spion.
"Nggak ngomong, tadi mimpi tapi ngigau," jawabnya ketus.
Sementara Bagas ingin tertawa tetapi gengsi hingga dia menahan rasa itu.
Tak berapa lama, mobil sudah ada di pelataran kantor. Lukman langsung keluar dari mobilnya dan berlari kecil membukakan pintu mobil Bagas.
Bagas keluar dari mobil tapi dia sempat mencuri pandang ke arah Ais yang sedang melirik sinis ke arahnya.
Lukman langsung melajukan mobilnya lagi arah pulang untuk mengantar Ais. Hanya sekejap saja sudah sampai di depan rumah.
"Ayah, tak usah kunciin aku di kamar. Aku tidak akan minggat kok, aku kan sudah pamit tadi sama Aan," ucap Ais.
"Baiklah, tapi awas ya kalau ingkar janji lagi!" ancam Lukman menatap sinis ke arah Ais.
"Hem, iya." Ais berlalu pergi masuk ke dalam rumah.
Sementara Lukman melajukan mobilnya lagi menuju ke arah kantor untuk kembali bekerja sebagai cleaning servis.
Pada saat Ais ada di dalam kamarnya, terdengar suara pintu rumahnya ada yang membukanya.
"Krrreekkkk" pintu di buka
"Siapa ya?" teriak Ais dari dalam kamarnya.
"Ini kucing," jawab Ado ingin tertawa tapi di tahan.
"Hem, kucing masa bisa ngomong?" ucap Ais.
"Bukan kucing tapi tikus," ucap Ade terkekeh.
"Hhaaa dasar kalian ini suka banget ya ngerjain mba!" ucap Ais pada saat dia keluar untuk memastikan siapa yang masuk rumah dengan menggenggam sapu. Ais pikir ada maling masuk di siang hari.
Cuaca kebetulan mendung, dan tak terasa rintik gerimis deras jatuh ke bumi.
"Ado atau Ade, tolongin mba dong," pintanya.
"Angkatin pakaian sana, hujan tuh." pinta Ais.
"Ntar aku kehujanan sakit bagaimana, Ade saja sana," ucap Ado tak mau.
"Hem, ya sudah tunggu hujannya reda saja supaya basah semua pakaian kalian jadi besok nggak masuk sekolah, bisa buat alasan bajunya basah karena kehujanan gitu kan?" ucap Ais kesal hingga pada akhirnya salah satu dari si kembar mau mengangkat jemuran tersebut.
Begitulah keseruan Ais dan dua adiknya yang kembar. Suka saling usil satu sama lain. Tapi Ais dan si kembar saling menyayangi satu sama lain, tidak pernah ada pertengkaran.
Berbeda situasi dengan Aan yang saat ini sudah tidak bisa menahan laparnya lagi.
"Hem, untung semua penumpang sudah turun. Sebaiknya aku makan dululah, cacing di perut aku sudah tak bisa di ajak kompromi." Aan menepikan mobil angkotnya di sebuah warung makan di pinggir jalan.
Dia pun langsung memesan makanan, akan tetapi pada saat akan di makan. Di dalam makanan tersebut ada sehelai rambut, Aan merasa jijik hingga dia pun menegur si penjualnya.
"Bu...Bu... ini kenapa di nasi rames saya kok ada rambutnya ya?" tanyanya kesal.
Tak berapa lama si pemilik warteg datang dan menghampiri Aan," siapa bilang itu rambut?"
"Bu, ini jelas-jelas rambut. Kalau bukan rambut lantas apa dong?" tanya Aan yang melihat jijik pada sehelai rambut pendek.
"Itu bulu ketiak, kalau rambut kan panjang mas," ucapnya terkekeh.
"Ah, ibu. Kalau begitu aku nggak jadi makan dah, tapi aku tetap bayar kok." Aan berlalu pergi dengan memberikan uang sepuluh ribu pada si pemilik warteg.
"Sialan, lagi lapar-lapar malah seperti ini. Si ibu juga malah becanda yang membuat aku tambah nggak berselera makan," gerutunya di dalam hati.
Aan pun memutuskan untuk mencari warung makan yang lain. Tetapi tak kunjung ketemu, yang dia temukan sebuah warung jus buah. Rasa hausnya juga sudah tak tertahankan, hingga dia pun memutuskan untuk membeli sebuah jus.
"Mba, Jus Alpukatnya berapa ya satu gelasnya?" tanya Aan penasaran.
"Mas-mas, itu kan sudah tertera di depan besar banget. SERBA LIMA RIBU," jawabnya terkekeh.
"Hhee iya- iya, kalau belinya stengah gelas boleh nggak?" Aan sengaja menggoda penjualnya, dia ingin mengetes apakah pemarah atau tidak.
"Tinggal di bagi dua saja, lima ribu bagi dua kan jadi dua ribu lima ratus," ucapnya tersenyum masam.
"Kalau setetes berapa, mba?" tanyanya lagi membuat si penjual jus ingin sekali marah tetapi dia mencoba menahannya.
"Gratis, mas," jawabnya menahan rasa kesal.
"Wah asik dong, kalau begitu tetesin di gelas sampai penuh ya?" ucap Aan terkekeh membuat si penjual jus sudah tak bisa lagi menahan amarahnya.
"Mas, kalau nggak niat beli nggak usah tanya-tanya! heran dech, masa harga lima ribu saja nggak bisa beli sampai nawar terus!" ucapnya sewot.
"Mba, saya kan bercanda kenapa Mba langsung sewot? seharusnya jadi penjual itu yang sabar dan ramah dong. Aku beli kok, dua gelas malah," ucap Aan.
Si penjual jus melayaninya tanpa berkata lagi karena sudah terlanjur kesal pada Aan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
heni diana
Tuch kN bagas yg duluan jatuh cinta sama ais,,kalo cinta jngn gengsi donk d embat orang nnt baru tau rasa..
2022-10-15
1
baiq fathiyatirrohmi
lanjut Thor 👌👌👌 pengen liat keseruan Ais dan Bagas dong🥰🥰🥰
2022-10-15
1
Eka ELissa
ais kmu jgn ngeyel lok di omongin bp...durhaka lho kmu..
nagas udh mulai ada rasa tu..ma cie cntik ais tapi bar bar..😁😁
aan lok gk dgn ais jgn brcanda..😄😄giliran di cndain bneran gk doyn mkn..😁😁😁
2022-10-15
2