Senjata Makan Tuan

Baru sampai jam makan siang, ponsel Ais berdering.

"Ais, siapa sih? brisik banget tuh ponselmu, buruan angkat dulu," saran Aan.

Ais yang semula berdiri di depan pintu masuk angkot sambil teriak-teriak memanggil penumpang, dia pun sejenak masuk duduk di jok dekat pintu angkot.

"Apa telpon? katanya aku sudah di pecat, ya sudah!' bentak Ais di balik telpon.

Ternyata yang telpon adalah Bagas.

"Heh, aku masih punya itikad baik. Cepat datang ke kantor sekarang juga, karena aku mau makan siang!"

"Seenaknya saja kalau memerintah, kalau sudah memecat aku ya sudah! sama saja kamu menjilat ludahnya sendiri!"

"Sialan, kenapa dia malah semakin berani padaku! padahal baju belum juga membalas segala kecerobohannya, mana mungkin aku beneran pecat dia!" batin Bagas menahan rasa kesal.

"Cepat kemari sekarang juga atau aku adukan perbuatanmu ini pada ayahmu!"

"Heh, orang kaya! bagaimana aku bisa datang kesitu, ngesot? seenaknya saja kalau ngomong!"

Sejenak Bagas terdiam, dia ingat jika Ais pergi tanpa membawa mobil dia.

"Kamu kan bisa naik transportasi yang lain, bodoh amat sih!"

Ais bukannya menjawab perkataan dari Bagas, dia justru menutup panggilan telepon darinya dan memblokir nomor Bagas.

"Bos, ayahmu ya?" tanya Aan dari balik kemudinya.

"Hem iya."

"Apa nggak sebaiknya kamu balik saja ke kantor, kasihan juga jika karena kamu nanti ayahmu di pecat lalu bagaimana dengan kedua adikmu?" ucap Aan.

"Hem iya juga, tapi aku nggak ada uang untuk kesana."

"Ya sudah, nanti aku antar kamu dengan angkot ini ke sana ya. Kalau perlu sekarang juga," ucap Aan.

"Thanks ya, An. Cuma kamu yang bisa ngertiin aku dech," ucap Ais.

"Tumben lebay, biasanya kamu itu urakan ugal-ugalan," goda Aan terkekeh.

Saat itu juga Aan mengantar Ais ke kantor Bagas. Kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh hingga sebentar saja sudah sampai.

Sementara Bagas sedang kesal karena tahu nomor ponselnya di blokir oleh Ais.

"Haduh, malah nomor ponselku di blok pula. Aku belum puas jika belum membalas segala apa yang telah gadis ceroboh itu lakukan padaku," batin Bagas.

Dia sengaja menunggu Ais di bangku yang tersedia di depan resepsionis.

"Heh, kenapa nomor ponselku di blok?" tanya Bagas pada saat melihat kedatangan Ais.

"Mana kunci mobilnya, katanya mau pergi makan siang?" Ais menengadahkan tangan kanannya.

"Heh, aku sedang bertanya malah tak di jawab!"

"Mau makan siang atau mau ajak debat?"

Para karyawan yang sempat melihat tingkah Ais menahan tawanya, karena baru kali ini ada yang berani melawan si Bos Pemarah seperti Bagas.

Bagas melempar kontak mobilnya ke arah Ais. Dengan cekatan Ais menangkapnya.

Dia berjalan ke parkiran mobil untuk mengambil mobil Bagas.

"Tin tin tin tin tin"

Ais memencet klakson mobilnya pada saat sudah berada di depan pelataran kantor.

"Heh, brisik tahu! kuping aku masih waras, tak perlu kamu bunyikan klakson berkali-kali!" bentak Bagas.

Ais hanya menatap tajam pada Bagas tanpa ada senyuman sedikitpun. Dia keluar dan membukakan pintu mobil untuk Bagas. Setelah Bagas masuk, Ais menutupnya dengan keras hingga membuat Bagas terlonjak kaget.

"Astaga, berapa kali sih harus aku katakan! apa kamu nggak bisa pelan, rusak nanti mobilku!" bentak Bagas.

"Marah-marah mulu, apa nggak takut ya tekanan darah naik dan kena struk atau jantung. Marah terus nanti cepat tua" ejek Ais melirik sinis dari kaca spion mobil.

"Justru kamu yang bisa membuat aku cepat struk dan jantungan. Kapan sih, Pak Lukman kerja lagi?"

"Tanya saja sendiri ke ayah, jangan tanya ke aku."

"Tolong bersikaplah yang lembut jangan urakan jangan kasar apa nggak bisa? padahal kamu itu cewe tapi kelakuan bukan kaya cewe melainkan cewe jadi-jadian," ejek Bagas.

Ais hanya bisa menghela napas panjang, diapun memperlambat laju mobilnya.

"Heh, kenapa kamu jalankan mobil kaya siput? kalau seperti ini kapan sampainya?" Bagas tambah marah.

"Aneh ni orang, tadi bilang aku suruh apa-apa lembut jangan urakan. Ya aku nurut jalanin mobil yang lembut, salah lagi. Maunya apa sih ini orang," ucap Ais masih bisa di dengar oleh Bagas.

"Dasar cewe tulalit, telmi alias telat mikir ya seperti ini! apa kamu nggak pernah makan bangku sekolahan?" tanya Bagas.

"Hhhaaaaa" tiba-tiba Ais tertawa ngakak membuat Bagas mengerutkan alisnya.

"Heh, di nasehatin malah ngakak!" bentak Bagas.

"Jelas ngakaklah, sekarang aku tanya. Apa anda pernah makan bangku sekolahan? hhaaa serem amat, bangku di makan hhaaa. Anda yang tak wajar, bangku sekolahan di makan, kalau aku mah ogah," ucap Ais sengaja pura-pura tak tahu arti kiasan dari makan bangku sekolah. Dia berkata seperti itu supaya Bagas tersenyum tapi malah dia kembali mendapatkan amarahnya.

"Huhhhh benar-benar aku bisa gila jika kamu yang terus menjadi sopir pribadi aku," ucap Bagas lantang.

"Memangnya aku suka jadi sopir anda? tidak sama sekali, yang ada nanti muka aku cepat keriput setiap hari bersama orang yang pemarah dan nggak ada senyum sama sekali," ejek Ais.

"Astaga, kenapa ni anak berani banget sama aku ya? seumur-umur baru ini anak yang selalu saja menjawab segala kataku. Bapaknya saja tak pernah membangkang tetapi anak nya kok seperti ini?" batin Bagas.

"Den, ini mau makan di mana?" tanya Ais di sela mengemudinya.

"Di cafe biasa, ngapain pake tanya sih?"

Tak berapa lama, sampailah mereka di cafe favorit Bagas.

"Hem, saatnya aku beraksi nech," batin Bagas.

"Nanti setelah kamu parkir mobil langsung saja ya temui aku. Karena aku ingin kamu temani aku makan siang," ucap Bagas.

"Baiklah."

"Ada angin apa dia baik sama aku ya? sangat mencurigakan," batin Ais.

Selagi Ais parkir mobil, Bagas mengambil tempat duduk yang strategis. Tetapi dia mengambil sesuatu dari kantong bajunya.

Dia mengolesi kursi kosong dengan perekat semacam lem yang sangat lengket.

"Hhaaa aku ingin lihat bagaimana reaksi dia jika duduk di sini dan nempel pada kursi tak bisa lepas," batin Bagas.

Tanpa sepengetahuan Bagas, Ais mengintainya dari balik jendela.

"Oooohhh jadi si Tuan pemarah akan mengerjai aku? lihat saja siapa yang akan kena, Ais di lawan," batin Ais.

Pada saat Bagas fokus menunggu pesanan makanannya, dan menunggu Ais. Tiba-tiba ponselnya berdering, dia pun bangkit berdiri mencari tempat yang nyaman untuk mengangkat telpon tersebut.

Dan pada saat lengah seperti itu, Ais menukar kursi yang di duduki oleh Bagas dengan kursi yang akan dia duduki.

"Ini namanya senjata makan tuan pemarah hhhhaaa," batin Ais.

Dia lantas duduk di kursinya, dan tak lama kemudian Bagas pun duduk di kursi.

"Makanlah, aku sudah pesankan makanan untukmu," ucap Bagas.

"Tumben anda berbaik hati padaku?" ucap Ais ketus.

"Mau di makan nggak, kalau nggak aku ambil dan berikan pada orang lain," ancam Bagas.

Ais pun memakan makanan tersebut bahkan tanpa mengenakan sendok atau garpu. Bagas yang melihatnya begidik jijik.

"Heh, makan yang benar dong! bikin malu saja!" bentak Bagas.

"Memangnya salah saya dimana?" tanya Ais mengernyitkan alisnya.

"Salahlah! masa makan pake tangan seperti itu!" bentak Bagas.

"Hah, lantas saya makan harus pake kaki atau pake mulut kaya dog?"

Orang-orang yang ada di cafe yang sempat melihat tingkah Ais tertawa ngakak.

Bagas semakin bertambah malu, dan ia tak berselera makan. Ia berniat akan bangkit dan pergi, tetapi saat dia bangun kursi yang dia duduki ikut terangkat.

Semua yang ada di cafe tak bisa menahan tawanya lagi.

Terpopuler

Comments

Tasya

Tasya

😄🤣🤣🤣
ya Allah Swt Thorr..
ngakak aku baca novel mu ini...

2024-06-09

1

Eka ELissa

Eka ELissa

😁😁😄😄😁😄astaga mak...crita mu kocak bgt smpe akoh bca nya cekikikan😄😁😁😁ksian big bos kna tuah nya cndiri...😁😄😁😄

2022-10-12

2

Nur Chasan

Nur Chasan

lucu banget Ais suka Ama karakter ny enggak mau d tindas

2022-09-30

1

lihat semua
Episodes
1 Alih Profesi
2 Banyak Ulah
3 Marah Besar
4 Senjata Makan Tuan
5 Malu
6 Ais Masuk Rumah Sakit
7 Kritis
8 Sadar Juga & Lewati Masa Kritis
9 Kembali Ke Rumah
10 Gadis Yang Baik
11 Ternyata Oh Ternyata
12 Mulai Mengagumi
13 Keseruan Di Pangkalan Angkot
14 Ada-Ada Saja
15 Iseng
16 Keseruan Saat Memasak
17 Kesialan Yang Di Alami Bagas
18 Menemani Ke Pengadilan
19 Kedatangan Teman Semasa SLTP
20 Resah Gelisah
21 Rasa Penasaran Orang Tua Bagas
22 Menahan Rasa Malu
23 Bersikap Kaku
24 Enggan Mengakui
25 Memaksa & Terpaksa
26 Sedikit Berubah
27 Mulai Tumbuh Rasa
28 Mulai Cemburu
29 Di Balik Kecerobohannya
30 Nasehat Orang Tua
31 Sakit
32 Kedatangan Rindi
33 Emosi
34 Bentrok
35 Penyesalan Yang Tiada Berguna
36 Hati Yang Tak Menentu
37 Penasaran
38 Kembali Bertemu Lagi
39 Masih Ragu
40 Keras Kepala
41 Mulai Di Respon
42 Curhatan Ais Pada Lukman
43 Mengintai
44 Terlalu Manja
45 Surprise
46 Akhirnya Jujur
47 Ikut Memasak
48 Sama-Sama Cemburu
49 Resmi Pacaran
50 Mencoba Menghasut
51 Tak Rela
52 Ribut Kembali
53 Ancaman Setyo & Rindi
54 Berhasil Mendapatkan Rekaman Video CCTV
55 Mati Kutu
56 Kalah Juga
57 Kecewa
58 Saling Curhat
59 Mencari Lahan Untuk Restoran
60 Heran
61 Pergi Ke Luar Negeri
62 Penyesalan Setyo
63 Menolak Bantuan
64 Tak Ada Lagi Kesempatan
65 Bingung
66 Terharu
67 Sama-Sama Resah Gelisah
68 Mulai Balas Dendam
69 Keributan Yang Terjadi Di Restoran
70 Marah Besar
71 Agak Terhibur
72 Menemukan Jalan Buntu
73 Tawaran Kerja Sama
74 Ketahuan Juga
75 Kembali Lapor Polisi
76 Di Tangkap Polisi Kembali
77 Menghadiri Persidangan
78 Menjual Perusahaan
79 Jenguk Ais
80 Malu
81 Pertolongan Mendadak
82 Menolong Bibi
83 Sama-Sama Lega
84 Tidak Neko-Neko
85 Satu Bulan Kerja Di Rumah Ais
86 Ketahuan Broto
87 Rindi Berulah Lagi
88 Kemalingan
89 Tertangkapnya Maling
90 Keromantisan Dua Sejoli
91 Kebersamaan Dua Sejoli
92 Keakraban Ais Dengan Bu Ira
93 Rasa Kagum Aan
94 Kejujuran & Keramahan Ais
95 Kecewa
96 Permasalahan Rindi
97 Pernikahan
98 Akhir Kisah
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Alih Profesi
2
Banyak Ulah
3
Marah Besar
4
Senjata Makan Tuan
5
Malu
6
Ais Masuk Rumah Sakit
7
Kritis
8
Sadar Juga & Lewati Masa Kritis
9
Kembali Ke Rumah
10
Gadis Yang Baik
11
Ternyata Oh Ternyata
12
Mulai Mengagumi
13
Keseruan Di Pangkalan Angkot
14
Ada-Ada Saja
15
Iseng
16
Keseruan Saat Memasak
17
Kesialan Yang Di Alami Bagas
18
Menemani Ke Pengadilan
19
Kedatangan Teman Semasa SLTP
20
Resah Gelisah
21
Rasa Penasaran Orang Tua Bagas
22
Menahan Rasa Malu
23
Bersikap Kaku
24
Enggan Mengakui
25
Memaksa & Terpaksa
26
Sedikit Berubah
27
Mulai Tumbuh Rasa
28
Mulai Cemburu
29
Di Balik Kecerobohannya
30
Nasehat Orang Tua
31
Sakit
32
Kedatangan Rindi
33
Emosi
34
Bentrok
35
Penyesalan Yang Tiada Berguna
36
Hati Yang Tak Menentu
37
Penasaran
38
Kembali Bertemu Lagi
39
Masih Ragu
40
Keras Kepala
41
Mulai Di Respon
42
Curhatan Ais Pada Lukman
43
Mengintai
44
Terlalu Manja
45
Surprise
46
Akhirnya Jujur
47
Ikut Memasak
48
Sama-Sama Cemburu
49
Resmi Pacaran
50
Mencoba Menghasut
51
Tak Rela
52
Ribut Kembali
53
Ancaman Setyo & Rindi
54
Berhasil Mendapatkan Rekaman Video CCTV
55
Mati Kutu
56
Kalah Juga
57
Kecewa
58
Saling Curhat
59
Mencari Lahan Untuk Restoran
60
Heran
61
Pergi Ke Luar Negeri
62
Penyesalan Setyo
63
Menolak Bantuan
64
Tak Ada Lagi Kesempatan
65
Bingung
66
Terharu
67
Sama-Sama Resah Gelisah
68
Mulai Balas Dendam
69
Keributan Yang Terjadi Di Restoran
70
Marah Besar
71
Agak Terhibur
72
Menemukan Jalan Buntu
73
Tawaran Kerja Sama
74
Ketahuan Juga
75
Kembali Lapor Polisi
76
Di Tangkap Polisi Kembali
77
Menghadiri Persidangan
78
Menjual Perusahaan
79
Jenguk Ais
80
Malu
81
Pertolongan Mendadak
82
Menolong Bibi
83
Sama-Sama Lega
84
Tidak Neko-Neko
85
Satu Bulan Kerja Di Rumah Ais
86
Ketahuan Broto
87
Rindi Berulah Lagi
88
Kemalingan
89
Tertangkapnya Maling
90
Keromantisan Dua Sejoli
91
Kebersamaan Dua Sejoli
92
Keakraban Ais Dengan Bu Ira
93
Rasa Kagum Aan
94
Kejujuran & Keramahan Ais
95
Kecewa
96
Permasalahan Rindi
97
Pernikahan
98
Akhir Kisah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!