Tujuh ( Last )

...Happy Reading 🔥...

...Episode 07...

Selama perjalanan, tidak ada percakapan sedikitpun. Dan aluna sengaja berpegangan pada bahu pria itu untuk menjaga jarak. Tahu sendiri gimana pegelnya naik motor sport itu. Lain kali dia harus merekomendasikan motor matic pada Garvan.

Di sisi lain Garvan merasa aneh, sesekali netranya mengintip Aluna dari spion. Biasanya Aluna akan memeluknya erat, tapi sekarang aluna seolah menjaga jarak darinya.

Dia juga peka, mungkin saja Aluna masih marah karena kejadian kemarin.

Di pemberhentian lampu merah, Garvan kembali melirik Aluna. Tangannya menarik lengan milik aluna yang bertengger di bahunya dan di pindahkan menuju perutnya.

" Pegangan, nanti jatuh." Ucapnya. Aluna menarik tangannya.

" Ga usah. Gue udah pegangan kok." Tolak Aluna dengan halus.

Penolakan dari Aluna membuat Garvan berdecak kesal, sekali lagi dia menarik tangan Aluna, tak tanggung kedua tangannya di lilitkan di perutnya membuat tubuh Aluna terpaksa menempel pada tubuh belakang Garvan.

Aluna kaget. Berusaha untuk melepaskan tangannya. " Apaan sih! Lepasin!" Ketusnya.

Garvan merenggut, menolehkan kepalanya guna menatap Aluna dengan jelas. " Ngeyel banget sih di bilangin."

" Ya emangnya harus banget pelukan gitu? Enggak kan? Udah deh, lagian lo kan bisa bawanya pelan pelan." Dengus Aluna.

Garvan kembali menghadap depan dan menarik tuas gas ketika suara klakson menyambut telinga.

" Terserah! Aku udah bilang ya." Gerutunya. Namun senyum smirk terbit di wajahnya yang tertutupi oleh helm.

" Kamu nolak, terpaksa aku yang bikin kamu ngelakuin hal itu dengan sendirinya." Batin Garvan dengan isi kepalanya di penuhi rencana.

Kecepatan mulai ia naikkan. Aluna jadi was was.

" Garvan! Lo gila?!" Teriaknya kesal. Tangannya meremas bahu yang di lapisi oleh jaket milik pemuda itu.

" Kita hampir telat sayang, aku terpaksa." Balas Garvan dengan suara yang keras.

Aluna memejamkan matanya takut, semoga saja dia tidak menghadap tuhan terlebih dahulu. Jika itu terjadi maka Garvan yang pertama kali ia datangi.

Motor berhenti pertanda sudah sampai, Aluna turun dengan kaki yang gemetaran. Jujur, ini pertama kalinya ia menaiki kendaraan roda dua. Awalnya tadi saat dari apertement menuju rumah biasa saja, namun yang baru saja ia lewati mampu membuatnya ketakutan setengah mati.

" Sayang, kamu gak apa apa?" Tanya Garvan khawatir.

Bagaimana tidak khawatir, kondisi Aluna sangat buruk, wajah pucat dengan rambut yang acak acak kan.

" Ini gara gara lo tau!" Sentak Aluna menatap tajam pria itu.

Garvan jadi merasa bersalah, " maaf, yang. Aku janji gak bakal ulangi lagi," Ucapnya bersungguh-sungguh.

Aluna melengos, memilih memperbaiki penampilannya dan juga rasa lemas di kakinya sebelum melangkah masuk ke dalam sekolahnya.

Garvan turun dari motor setelah membuka helm, dia mendekat ke arah Aluna dan menyodorkan tangannya.

" Yuk." Ajaknya.

Pandangan Aluna teralih. Fokus pada tangan Garvan yang mengudara. Pikirannya bekerja, mungkinkah Garvan minta ongkos?

Aluna merogoh sakunya dan memberikan selembar uang berwarna biru. " Makasih." Ucapnya dengan polos.

Garvan tergugu, begitu dengan siswa siswi yang sedari tadi memperhatikan mereka.

" Sayang, apa maksudnya ini?" Tanya Garvan bingung.

Namun itu juga membuat Aluna bingung, " Bukannya kamu minta ongkos ya?"

Garvan terbelalak. Jadi itu maksud aluna? Yang benar saja!

" Kamu ini apa apaan! Ini, kamu pikir aku ojek kamu gitu?" Seketika Garvan merasa kesal pada Aluna. Dia lantas pergi terlebih dahulu dengan harapan Aluna mengejarnya.

Dia menyerahkan kembali uang pada Aluna yang menggaruk pipinya bingung.

" Loh, terus apa?" Gumam Aluna menatap uang di tangannya.

" Duh! Kok aku lupa tanya kelas aku di mata ya!" Rutuk Aluna. Dia segera membuka tasnya dan mencari buku yang memiliki informasi tentang kelasnya.

Dapat!

X Ipa 2 adalah kelasnya. Sekarang, mari berkeliling mencari kelasnya sembari melakukan school tour sendiri. Untungnya ada waktu 15 menit sebelum bel masuk. Aluna harus menggunakan nya dengan baik.

Namun sepertinya Aluna membuat masalah, lihatlah banyak lirikan sinis dan juga bisik bisik tentang nya. Tidak tahu apa kesalahannya, Aluna menundukkan kepalanya.

Kakinya melangkah dengan cepat ketika melihat kelas X IPA 2 terpampang di atas. Tanpa banyak basa-basi dia langsung masuk ke dalam dengan cepat. Untuk sekarang, school tournya terpaksa ia tunda terlebih dahulu.

Gravitasi seolah menahan kakinya melangkah, apalagi ketika ia di hadapkan dengan murid murid kelasnya. Di sana ada Garvan yang sudah duduk manis ke kursi belakang.

Tatapan aneh tertuju padanya karena dia masuk dnegan terburu buru. Aluna tersenyum canggung.

Duh, malu sekali.

Dan lagi di mana tempat duduknya, apakah di samping Garvan? Di sana terlihat kosong. Namun Aluna harus sedikit membatasi diri dari Garvan.

Dia tidak boleh berakhir seperti di dalam novel. Jadi sebaiknya jauhi beberapa tokoh penting dalam novel, itu yang terbaik untuk sementara.

Aluna melangkah kaki menuju seorang pemuda yang duduk di jajaran kedua. Kebetulan sekali dia duduk dengan perempuan, semoga saja laki laki itu mau bertukar tempat dengannya.

" Hai, lo mau ga tukeran tempat sama gue?" Tanya Aluna to the point. Merasa di tanya pemuda yang bernama Arvin itu menoleh.

" Gue?" Tanya Arvin memastikan.

Aluna mengangguk.

Pemuda itu melirik gadis di sampingnya. Dia terlihat menatapnya takut.

" Gue mohon, sekali pun lo gak mau, gue maksa banget." Mohon Aluna. Tiba tiba tubuhnya merinding merasakan tatapan tajam. Tanpa melihat pun ia sudah tahu siapa pemilik tatapan tersebut.

" Plis, gue lagi marahan sama Garvan. Ya ya?" Bujuk Aluna tidak sabaran.

Arvin menggaruk tengkuknya bingung, bukannya dia tidak sadar dengan tatapan membunuh dari Garvan.

Pasalnya Aluna tampak terlihat kasihan. " Gue janji gak bakal ngapa-ngapain cewek lo kok. Suer! Gue janji asli, sumpah pun gue bisa." Kata Aluna meyakinkan, wajah perempuan di samping Arvin nampak memerah.

" Oke deh." Putus Arvin membuat Aluna memekik senang.

" Makasih Vin." Ujar Aluna tulus. Arvin mengangguk, selanjutnya yang ia lakukan adalah menghadapi malaikat maut.

Mengambil tasnya, Arvin berlalu dari tempat duduknya yang kini berubah menjadi tempat duduk Aluna.

" Hai, sorry ya gue duduk di sini." Ucap Aluna tak enak hati pada perempuan di samping.

" Iya gak papa." Balas gadis itu pelan. Selanjutnya, dia membuka bukunya terlihat sibuk.

Aluna tersenyum senang meski hatinya sedikit sakit. Dulu, dia tidak pernah mengalami hal seperti ini. Dia selalu di berikan tatapan kagum, tidak seperti tadi. Lalu orang orang berlomba lomba ingin berteman dengannya.

Sedangkan sekarang, gadis itu nampak segan padanya. Aluna tersenyum miris, sebenarnya seburuk apa citra lo, aluna? Pikirnya.

Tekadnya semakin kuat untuk menjauhi tokoh tokoh novel. Meski ada kemungkinan perubahan alur dan Aluna tidak bisa memperkirakan masa depannya, setidaknya dia akan menikmati kehidupan di novel.

Aluna tidak tahu saja, di belakangnya, Garvan menggeram marah. Kenapa Aluna tidak membujuknya, kenapa dia duduk terpisah dengannya. Banyak pertanyaan yang muncul di benaknya.

Tunggu saja, istirahat pertama nanti dia akan bertanya langsung pada orangnya. Garvan melirik sinis pria di sampingnya.

Coba saja jika pria ini tidak menyetujui nya mungkin Aluna akan tetap duduk di sampingnya.

Tak terasa yang Garvan tunggu akhirnya tiba, tanpa aba aba dia langsung berdiri dan mendekati kursi Aluna.

" Ikut aku."

Aluna yang hendak membereskan bukunya kaget setengah mati ketika di tarik secara tiba tiba.

" Aduh! Lepasin! Lo apa apaan sih?!"

Tak urung kelakuan mereka menjadi fokus perhatian anak kelas, namun Garvan tidak peduli. Dia membawa Aluna ke belakang sekolah.

" Garvan! Lepas!" Aluna menepis tangan Garvan dengan kasar. Apa apaan pria itu?

" Kamu kenapa sih, yang?" Tanya Garvan menatapnya dengan tatapan menuntut. Aluna tercengang. Bisa bisanya dia berkata seperti itu, seharusnya dia yang bertanya.

" Apanya yang kenapa? Lo yang kenapa, tiba tiba narik orang ke tempat ini." Gerutu Aluna seraya mengelus tangannya yang memerah, sakit juga.

Garvan menghela nafas, marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa menahan diri.

" Maaf." Ucapnya lembut menarik tangan Aluna dan mengecupnya pelan.

Aluna memandangnya dengan kernyitan di dahi. Seraya menepis, gadis itu berucap ketus.

" Apa sih, gak jelas banget. Dahlah gue mau balik ke kelas."

Melangkahkan kaki pergi, Aluna meninggalkan Garvan sendirian di temani sepi. Pemuda itu terdiam, sebenarnya apa yang terjadi padanya?

Niat hati ke kelas, Aluna malah tergoda dengan makanan dari kantin. Dia melihat banyak siswa siswi yang baru saja pulang dari kantin dengan makanan di tangannya.

" Gue ke kantin aja lah." Gumamnya melangkah dengan riang. Sambil melihat lihat, dia juga mengikuti dua orang di depannya yang hendak ke kantin.

Awalnya Aluna pikir, kantin nya akan lebih mewah dari kantin sekolahnya di dunia nyata. Ternyata semua nya sama saja, mungkin karena dulu dia sekolah di tempat yang elit membuatnya tidak terlalu kaget.

Tanpa ba-bi-bu Aluna pergi ke stand makanan, melihat lihat apa yang menurutnya dia beli untuk sekarang.

Rata rata yang ia beli adalah camilan, dan semua camilan itu mengandung unsur gula. Ternyata kebiasaan nya memakan yang manis manis tidak lah hilang. Semoga saja, Aluna tidak memiliki riwayat sakit gigi.

" Berapa bi?" Tanya Aluna pada pedagang seraya merogoh sakunya.

" Totalnya 36.000 neng." Ujar sang penjual.

Aluna menyerngit sambil meraba raba saku nya, tunggu! Jangan bilang dia lupa membawa uang?

Meringis pelan, Aluna menatap bibi kantin dengan tidak enak. " Tunggu sebentar bi, uang saya ketinggalan." Ucapnya.

" Iya neng."

Aluna merutuki kecerobohan nya. Dia berbalik pergi. Bagai mana ini? Tidak mungkin kan dia mengutang pada bibi kantin?

Mata Aluna menyipit melihat sosok tak asing di matanya tak jauh dari keberadaan nya saat ini. Yang ia lihat ada sepasang remaja yang tengah berdebat.

Bukankah itu kakaknya?

Apa boleh Aluna meminjam uang dulu sebentar? Aluna sungguh malu pada bibi kantin.

Dengan mencoba keluar dari kerumunan orang orang yang sedang mengantri, Aluna hendak mendekati Arthur.

" Kakak!"

Sayangnya tidak seindah itu. Desakan dari belakang membuat Aluna maju beberapa langkah dengan tak seimbang. Belum lagi dia tak sengaja menabrak seseorang di depannya.

Brakk

Prang

Bruk

" Ash.."

Aluna tidak bisa menahan bobot tubuhnya, sehingga badannya menyentuh permukaan lantai dengan kasar. Tak lupa, ada beberapa serpihan kaca dari gelas minuman.

Seketika suasana hening. Aluna merintih pelan. Lututnya tertancap salah satu serpihan gelas, matanya berkaca-kaca. Selain sakit yang ia dera, Aluna juga malu di lihat banyak orang.

" S- sorry.. gue g-gak sengaja sumpah.." Gadis di hadapannya nampak ketakutan.

Aluna mendongkak. " Bantu gue bangun.." Ucapnya pelan nyaris berbisik. Dari nada suaranya juga terdengar bergetar.

" Aluna!!"

Pekikan kuat mengalihkan atensi Aluna. Arthur datang dengan tergesa.

" Wah! Ada drama apa lagi kali ini?"

" Pasti habis di marahin tuh cewek. Kasian, lagian sih nyenggol ratu antagonis."

" Hadeuh. Mulai lagi nih."

Aluna mengepalkan tangannya erat, sebegitu buruk kah reputasi Aluna di publik?

Arthur berjongkok membantu Aluna bangkit.

" Lo gak papa? Jalan tuh hati hati, gimana sih?" Omel Arthur menceramahi nya. Aluna menundukkan kepalanya.

" Maaf." Ucapnya parau. Dia tidak bisa menahan tangisnya saat ini.

Melihat itu Arthur tertegun, sejak kapan Aluna meminta maaf? Bukan hanya dia, banyak orang yang memperhatikan sama kagetnya.

Apakah benar dia Aluna?

" Kaki gue sakit, kak." Bisik Luna menggenggam erat tangan Arthur. Pemuda itu tersadar, menurunkan pandangannya pada lutut Aluna yang berdarah.

Seketika rautnya berubah, rahangnya mengeras melihat itu. Tubuh Arthur membungkuk, mrnyelipkan tangannya di sela lutut Aluna dan satunya lagi terselip di pinggang kecil aluna.

Aluna hampir saja berteriak kuat, namun setelah sadar bahwa dia di gendong dia segera menenggelamkan wajahnya di bahu Arthur dan mengalungkan tangannya di leher sang kakak.

Terjadi keriuhan di kantin akibat kejadian yang tiba tiba itu. Banyak dari mereka yang memotret dan mengabadikan momen yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Arthur menggendong perempuan?

Ini rekor pertama kedekatan nya dengan yang namanya perempuan setelah di gadangkan memiliki musuh.

Terlebih yang di gendong tersebut adik kelas nya yang sudah memiliki pacar. Wah, apakah ini kejadian yang menghebohkan.

Di sisi lain, Aluna melupakan tujuannya tadi.

" Kak! Balik lagi ke kantin!" Pekiknya heboh, dia bahkan menggerakkan kakinya mencoba turun.

Arthur kaget bukan main, hampir saja adiknya jatuh. " Diem Luna. Lo mau jatuh?" Ancamnya.

"Kakak, plis balik lagi.." Rengek Aluna memohon.

" Gak, Aluna. Kita harus ke UKS." Tolak Arthur mentah-mentah.

" Kakak~"

" Please."

" Kakak ih!" Tanpa sadar, Aluna jadi merengek-rengek seperti anak kecil. Mati matian Arthur menahan senyum, ini yang dia inginkan dari dulu. Rasa senang menguap di hatinya.

" Emangnya ada apa di kantin?" Tanya Arthur penasaran menunduk menatap sang adik.

Aluna jadi gugup sendiri. " T-tadi aku jajan, tapi lupa bawa uang." Cicitnya malu.

Tawa Arthur tidak bisa di tahan. Kenapa adiknya semenggemaskan ini?

" Kakak!!" Teriak Aluna menutupi wajahnya yang memerah malu.

Astaga, hancur sudah harga dirinya.

...To Be Continued ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!