Pagi-pagi sekali Dara sudah bersiap, dia memakai rok plisket selutut berwarna hitam dan dipadukan dengan kaos lengan pendek berwarna peach yang sangat pas di badannya, dia menguncir rambut panjangnya agar terlihat rapi, serta tak lupa dia juga memoleskan make up dan menyemprotkan parfum beraroma vanila kesukaannya. Tak ketinggalan flat shoes berwarna hitam kesayangannya dia kenakan juga.
Hari ini Dara tak menyiapkan sarapan, dia juga tidak melayani Rendra seperti biasanya, membuat Rendra sedikit bingung dengan sikapnya itu.
Sejak tadi Rendra terus saja menatap Dara, ada sedikit kekaguman di hati lelaki itu saat melihat sang istri berdandan lagi seperti ini.
"Kau mau ke mana?" tanya Rendra ingin tahu, mendadak hatinya penasaran.
"Ya mau ke toko lah," jawab Dara tak acuh.
Rendra merasa ada yang aneh dengan sang istri, dia tidak seperti Dara yang biasanya.
"Kalau begitu aku pergi dulu." Dara bergegas pergi meninggalkan Rendra yang masih termenung memandangnya, dia bahkan tak menunggu tumpangan dari sang suami seperti biasa, dan memilih untuk naik taksi.
Meski kakinya masih terasa sedikit sakit, tapi tak menyurutkan semangat Dara untuk membantu Mirna di toko.
"Kenapa tiba-tiba dia berubah begitu? Biasanya dia tidak peduli dengan penampilannya meskipun mau ke toko, tapi kali ini dia berdandan. Dia juga bahkan terlihat cuek padaku."
"Apa jangan-jangan Riko sudah berhasil membuat Dara tertarik padanya?" tebak Rendra.
"Baguslah kalau begitu, jadi aku bisa segera bercerai darinya dan menikahi Amel," lanjut Rendra, dia kemudian segera meninggalkan kediamannya.
***
Dara tiba di toko, Mirna terkejut melihat kedatangannya, apalagi sang menantu terlihat sangat cantik hari ini.
"Loh, kamu kok ke sini? Apa kaki kamu sudah baikkan?" tanya Mirna cemas.
"Sudah tidak terlalu sakit, Ma," jawab Dara.
"Hari ini kamu cantik sekali, tumben dandan begini?" puji Mirna takjub.
Dara tersipu, "Kan mau bertemu pemilik Helena Bakery, jadi harus berpenampilan menarik dan rapi, Ma."
"Jadi kamu setuju untuk menjalin kerja sama dengan mereka?" Mirna memastikan.
Dara mengangguk, "Iya, Ma. Setelah aku pikir-pikir, ini peluang bagus. Siapa tahu dengan seperti ini, semakin banyak peminat brownies dari toko kita. Itu akan membuat pendapatan toko kita naik."
"Iya, kamu benar, Nak. Kalau begitu kita hubungi Ibu Helena dulu." Mirna bergegas mengambil ponselnya dan menghubungi Helena.
"Halo, selamat pagi."
"Selamat pagi, Bu. Ini saya Mirna, saya mau menyampaikan jika menantu saya sudah datang ke toko dan menyetujui tawaran Ibu," beber Mirna.
"Oh, iya-iya, Bu Mirna. Sebentar lagi saya ke toko Ibu untuk membicarakan kerja sama kita."
"Baik, saya tunggu, Bu. Selamat pagi."
"Selamat pagi, Bu Mirna."
Mirna menutup teleponnya dan menatap Dara, "Sekarang Mama mau balik dulu ke dapur, kamu di sini saja menunggu Bu Helena! Sebentar lagi dia datang."
"Iya, Ma."
Mirna bergegas ke dapur, dia mau melanjutkan membuat kue lemper yang sempat tertunda.
Dara mendekati meja kasir dan menyimpan tasnya di dalam laci meja, dia mengembuskan napas, berharap ini adalah keputusan yang terbaik.
***
Setelah hampir setengah jam menunggu, Helena pun datang.
"Selamat datang, mau pesan apa?" sapa Dara ramah, dia tidak mengetahui jika yang datang itu adalah Helena.
"Saya ingin bertemu Ibu Mirna dan menantunya," sahut Helena.
Dara terkesiap, "Ini Ibu Helena, ya?"
Helena mengangguk sembari tersenyum.
"Kalau begitu silakan duduk, Bu. Saya panggil mertua saya dulu."
Helena pun memilih salah satu kursi dan duduk di sana, sementara Dara bergegas ke dapur memanggil Mirna.
Tak lama kemudian keduanya pun muncul dan duduk di hadapan Helena.
"Maaf, sudah menunggu," ucap Mirna.
"Tidak apa-apa, santai saja, Bu," balas Helena.
"Oh iya, perkenalkan ini menantu saya. Namanya Dara." Mirna menunjuk Dara yang duduk di sampingnya.
Dara pun mengulurkan tangannya ke hadapan Helena, "Saya Dara, Bu."
Helena menjabat tangan Dara, "Saya Helena, pemilik Helena Bakery and Cake."
Meskipun sudah mengetahuinya, tapi dara tetap merasa kagum pada wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.
"Jadi bagaimana? Mbak Dara setuju untuk menjalin kerja sama dengan toko saya?" Helena memastikan.
"Iya, Bu. Saya setuju," jawab Dara.
"Kalau begitu mulai besok kamu sudah bisa membuatkan brownies kukus itu, tapi untuk permulaan buat saja sedikit dulu, nanti kalau peminatnya bertambah, kita akan minta lebih," terang Helena.
Dara mengangguk, "Iya, baik, Bu."
"Bukan cuma brownies saja, saya juga ingin kalian membuatkan beberapa macam kue tradisional khas Indonesia. Setelah saya pikir-pikir, sepertinya mengadakan aneka kue tradisional di toko saya adalah ide yang bagus. Gimana, kalian bisa?" lanjut Helena.
"Bisa, bisa banget, Bu!" sahut Mirna cepat, dia sangat bersemangat.
"Baiklah, kalau untuk urusan harga, kalian buat saja seperti biasa kalian menjual kue-kue itu. Saya tidak keberatan." Helena tak mempermasalahkan harga kue-kue yang dia pesan dari toko Mirna, sebab dia bisa menjualnya lagi dengan harga yang tinggi di tokonya yang cukup terkenal dan mewah itu. Para pelanggannya yang notabene menengah ke atas juga pasti tidak keberatan.
"Iya, Bu."
"Nanti setiap pagi akan ada kurir saya yang ambil kue-kue itu, jadi kalian tidak perlu repot-repot mengantarnya," lanjut Helena.
"Baik, Bu."
"Kalau begitu saya permisi dulu. Selamat pagi." Helena beranjak dari duduknya.
"Selamat pagi, Bu," balas Dara dan Mirna bersamaan.
Helena pun meninggalkan toko kue sederhana milik Mirna itu.
"Mama yakin bisa membuat kue-kue itu? Dia harus di ambil pagi loh, Ma. Aku takut Mama keteteran dan kecapean," tanya Dara sedikit ragu, karena mertuanya itu lah yang membuat kue tradisional.
"Iya, kamu tenang saja! Mama akan bangun lebih awal dan meminta Yanti membantu Mama di toko."
"Kalau Mama butuh bantuan, panggil saja aku," usul Dara.
"Iya, sayang." Mirna tersenyum dan mengelus lembut pipi Dara.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments