Episode 8.

Di perjalanan, Rendra tak bicara sedikit pun kepada Dara, dia bahkan tak bertanya keadaan istrinya itu atau sekedar memandang wanita yang kini duduk di sampingnya, dia hanya fokus mengemudi.

Begitu tiba di depan rumah, Rendra menghentikan mobilnya.

"Cepat turun dari mobilku!" pinta Rendra tanpa memandang Dara.

Dara terkesiap melihat sikap suaminya itu, "Aku pikir Mas akan menggendongku masuk ke dalam rumah."

Rendra memutar kepalanya, menatap Dara dengan sinis, "Kakimu hanya keseleo, bukan patah. Kau masih bisa berjalan, jadi jangan manja!"

"Tapi kakiku sakit, Mas!" keluh Dara, cairan bening dengan cepat menggenangi matanya.

"Palingan juga cuma sakit sedikit, kau tidak akan mati karena itu," ujar Rendra tak berperasaan.

"Kamu benar-benar berubah, Mas. Kamu tega padaku!" protes Dara, air matanya pun jatuh menetes.

"Sudahlah, hentikan, Dara! Jangan terlalu banyak drama! Kau hanya aku suruh turun dari mobilku, tapi seolah-olah aku ini menyiksamu dengan kejam."

"Jadi kamu tidak sadar jika selama ini sikapmu itu selalu menyiksaku? Aku sakit, Mas! Aku terluka dengan semua perubahan mu," sungut Dara sembari mengusap air matanya.

"Cukup, Dara!" bentak Rendra, "kenapa kau suka sekali memancing emosiku? Bisa tidak sehari saja kau jangan membuat aku marah? Aku bosan bertengkar terus denganmu!"

Dara sesenggukan mendengar bentakan dan kata-kata Rendra, ternyata perubahan di dirinya tidak membuat sang suami kembali bersikap baik terhadapnya.

"Bagaimana aku bisa betah di rumah, kalau kau selalu membuat aku kesal dan muak? Seharusnya sebagai istri, kau itu bisa membuat suami bahagia. Tapi nyatanya apa?"

"Mas, aku sudah berusaha membahagiakan mu, tapi kamu selalu menutup mata sehingga tidak bisa melihat semua hal baik yang aku lakukan. Kau selalu mencari-cari kekurangan ku, di matamu aku selalu saja salah," ungkap Dara dengan penuh emosi, dia tak bisa menahan diri lagi.

"Oh, jadi sekarang kau menyalahkan aku? Kau anggap aku yang selalu cari-cari masalah, gitu?"

"Bukan seperti itu, Mas!" bantah Dara.

"Alah! Dasar istri kurang ajar! Kalau begini terus, lama-lama aku tidak tahan hidup denganmu. Sebaiknya kita berpisah saja!"

Dara tercengang mendengar kata-kata Rendra, "Mas! Kamu ini bicara apa?"

"Ah, sudahlah! Cepat turun dari mobilku! Aku mau pergi." Rendra mengusir Dara dengan kejam.

Dengan perlahan Dara membuka pintu mobil Pajero sport milik Rendra, lalu keluar sembari meringis menahan sakit ketika kakinya menapak di tanah. Namun sakit itu tak seberapa dibandingkan hatinya yang terluka karena sikap dan kata-kata kasar sang suami.

Setelah Dara turun, Rendra langsung tancap gas meninggalkan istrinya itu. Dia sama sekali tak peduli dengan Dara yang sedang cedera dan menangis.

Dara kembali sesenggukan, dia tak bisa membendung air matanya. Dari kejauhan Riko memandang Dara dengan prihatin, rupanya pria itu mengikuti mobil Rendra sampai ke rumahnya.

"Kasihan dia, suaminya sungguh tidak punya perasaan," ucap Riko pelan, dia tahu jika Rendra pasti sudah bersikap tidak baik pada Dara sehingga wanita itu menangis dengan sangat pilu.

Dengan terpincang-pincang Dara pun melangkah masuk ke dalam rumah sembari mengusap air matanya yang tak mau berhenti menetes.

Di dalam rumah, Dara langsung menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu, karena dia sudah tak sanggup lagi melanjutkan langkahnya. Kakinya semakin terasa berdenyut.

"Ya Tuhan, apa salahku? Kenapa semua jadi seperti ini?" Dara berkata sambil memejamkan matanya yang basah, dia tak pernah menyangka rumah tangganya akan serumit ini.

Dara terus menangis untuk meluapkan kesedihan dan rasa sakit di hatinya, dia merasa tak berdaya dan hancur. Andai saja dia masih memiliki orang tua, dia pasti akan pulang dan menangis di pelukan mereka, namun Dara hanya sebatang kara, kedua orang tuanya sudah tiada sejak dia kecil dan dia dibesarkan di panti asuhan. Hingga ketika dewasa dia bertemu dengan Rendra yang saat itu sangat menyayanginya, membuat dia mantap untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama lelaki itu. Tapi nyatanya semua berubah dalam sekejap, Rendra yang dulu seolah sudah tiada.

Tak berapa lama, Sasa pun datang bersama putranya yang bernama Daren. Sasa menyelonong masuk karena pintu tidak ditutup oleh Dara.

"Dara, kamu kenapa?" tanya Sasa cemas karena melihat Dara menangis.

Dara membuka matanya dan langsung memeluk Sasa, dia kembali sesenggukan di dalam pelukan sahabatnya itu.

Sasa membiarkan Dara menumpahkan kesedihannya, sedangkan Daren hanya mematung memandangi kedua wanita itu dengan raut bingung.

Sasa menatap putranya yang baru berumur enam tahun itu, lalu memintanya mengambilkan air minum, "Sayang, tolong ambilkan air putih buat Tante Dara, ya!"

Daren mengangguk, "Oke, Mama."

Dengan cekatan bocah pintar itu berlari ke dapur, kemudian kembali lagi dengan segelas air putih.

"Ini air putihnya, Ma." Daren menyodorkan gelas yang dia bawa ke Sasa.

"Terima kasih, sayang," ucap Sasa, dan putranya itu kembali mengangguk.

"Minum dulu, Ra!" pinta Sasa.

Dara melepaskan pelukannya dan menenggak air putih itu.

Setelah Dara terlihat lebih tenang, Sasa pun kembali bertanya, "Sebenarnya ada apa, Ra? Kenapa kamu menangis seperti ini? Kamu bertengkar lagi dengan suamimu?"

Dara yang masih terisak-isak hanya mengangguk dengan lemah.

Sasa mengembuskan napas berat, dia benar-benar merasa iba dengan nasib sahabatnya itu.

"Sepertinya Mas Rendra memang sudah tidak mencintai aku lagi, dia tidak peduli padaku. Dia benar-benar berubah, Sa." ujar Dara.

"Memangnya apa lagi yang dia lakukan padamu?"

"Dia menyuruh aku turun dari mobilnya dan berjalan sendiri ke dalam rumah, padahal dia tahu kaki aku sedang sakit. Dia juga membentak dan memarahi aku," adu Dara.

"Suamimu benar-benar keterlaluan. Jadi sekarang di mana dia?"

"Dia pergi, aku tidak tahu ke mana," sahut Dara.

"Ya sudah, sekarang kamu istirahat dan jangan bersedih lagi. Aku akan menjagamu di sini."

"Terima kasih, ya, Sa," balas Dara, "tapi kamu kok tahu aku ada di rumah?"

"Tadi aku ke toko kue, tapi kata mertuamu, kamu keseleo dan sudah pulang. Jadi aku ke sini," jawab Sasa.

"Oh, pantas saja."

Sasa mengeluarkan sebuah salep dari dalam tasnya, "Tadi aku singgah di apotek buat beli ini."

Dara mengernyitkan keningnya, "Apa itu?"

"Ini obat pereda bengkak dan nyeri untuk kaki yang keseleo. Sini aku oleskan, agar kaki kamu cepat sembuh."

Sasa segera mengoleskan salep yang dia bawa ke kaki kiri Dara yang bengkak, membuat Dara meringis sakit.

Daren yang melihat Dara kesakitan berinisiatif meniup kaki Dara.

"Eh, tidak usah, Sayang," tolak Dara.

"Tidak apa-apa, Tante. Biasanya kalau kaki aku terluka, Mama pasti tiup kaki aku seperti ini," imbuh Daren, kemudian lanjut meniup kaki Dara dengan mulut kecilnya.

Dara dan Sasa tersenyum melihat tingkah bocah lucu itu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!