"Dia adalah suamiku, memang mengenaskan tapi mungkin itu adalah karma baginya," saat sarapan di meja makan Kojima menjawab siapa orang yang dibunuh oleh Shota kemarin. Mereka sarapan berdua saja, Kazuma nampaknya masih tertidur lelap di kamarnya.
"Apa kamu mengenal orang yang membunuhnya?" Yagami berkata seperti seorang detektif.
"Namanya Shota, dia adalah sahabatku. Tapi mungkin sekarang tidak sejak dia terusir. Aku merasa bersalah waktu itu karena tidak bisa berbuat apa-apa waktu itu . Padahal sebagai sahabat aku seharusnya bisa menolongnya."
"Boleh tahu mengapa ia terusir?"
"Semuanya karena ulah suamiku. Dia dari dulu tidak pernah suka aku mengobrol dengan Shota. Dia selalu marah-marah tanpa alasan yang jelas. Aku tidak habis pikir dengan suamiku, padahal saat dia berbicara dengan banyak wanita cantik aku tidak pernah cemburu padanya. Saat aku melihatnya tadi, aku merasa itu bukan dia walaupun wajahnya sama. Aku merasa ada yang berbeda dengannya."
"Tau kan pedang yang dibawa? Itu semua adalah pengaruh dari pedang itu. Aku melihatnya pedang itu mengeluarkan aura jahat yang sangat pekat."
"Apa ada cara untuknya kembali seperti semula?"
"Aku rasa tidak. Hanya kematian yang bisa membuatnya terlepas dari pengaruh pedang itu. Aku pernah mendengar dari guruku kalau pedang semacam itu adalah wadah untuk menyegel kekuatan jahat. Saat pedang itu tercabut dari tempatnya maka orang yang mencabutnya akan terpengaruh oleh pedang itu. Ia akan menjadi wadah bagi pemilik kekuatan yang tersegel dari pedang itu. Walaupun perlahan, tapi jiwanya akan sepenuhnya terkurung. Tak ada cara yang efektif untuk membebaskan jiwanya lagi."
"Apa itu tidak terlalu kejam ? Aku mengenalnya sebagai orang baik selama ini. Kebaikan hatinya telah membuat hatiku kuat setiap kali aku merasa lemah. Aku tidak ingin dia mati dengan cara yang mengenaskan."
"Aku akan berusaha sebaik mungkin. Tapi tetap saja peluang nol untuk membuatnya sadar kembali ."
"Kalau misalnya Shota mati maka apa yang akan terjadi?" Tanya Kojima.
"Pemilik kekuatan pedang itu juga mati. Tapi kekuatan pedang itu tidak hilang. Kemarin aku ingin merebut pedang itu untuk meminimalisir bahaya yang terjadi . Tapi nampaknya ada seseorang yang menjadi dalang dari semua ini."
"Siapa dia?"
Entahlah. Aku tidak bisa mengira-ngira. Tapi mungkin dia bukan orang baik."
"Andai saja waktu itu ia tidak terusir ya," Kojima tampaknya sangat menyesal atas apa yang pernah terjadi.
"Yang lalu biar berlalu. Tak ada cara untuk memperbaikinya walaupun bisa kembali ke masa lalu, semuanya sudah ditakdirkan oleh Dewa. Seperti aku, saat akan keluar dari Akademi aku ingin kehidupan yang normal seperti orang pada umumnya di zaman ini. Tapi takdir membawaku untuk terus bertarung. Ini bukan sesuatu yang ku mau, tapi aku harus menjalaninya," Yagami disini lebih terlihat seperti orang yang sedang curhat dan banding memberi saran .
"Menjalani hidup normal seperti orang pada umumnya di zaman ini? Maksudnya?" Kojima agak sedikit tidak mengerti.
"Lupakan saja. Anggap saja aku tadi tidak mengatakannya," Yagami bingung harus berkata apa . Dia benar-benar tidak punya kata-kata yang pas untuk menjawabnya.
"Oh ya, boleh aku membawa beberapa ke kamar untuk temanku?" Lanjut Yagami.
"Boleh."
Setelah diperbolehkan, Yagami segera mengambil beberapa makanan untuk Kazuma. Ia tahu sikapnya memalukan, tapi kali ini ia berusaha untuk tidak peduli. Ia segera membawanya ke kamar. Saat melihat ke jendela, ia melihat anak-anak sedang bermain dengan bebasnya. Saat melihatnya rasanya ia rindu dengan masa kecilnya, walaupun kurang menyenangkan tapi tetap saja ada hal-hal yang ia rindukan.
Ia akhirnya memutuskan untuk menggunakan teleportasi agar ia bisa dengan cepat ke tempat di mana ia berada untuk terakhir kalinya sebelum dia dibawa ke Akademi sihir. Dalam hitungan detik ia tiba puncak sebuah gunung yang berada di hutan dekat desanya berada. Ia dulu adalah seorang anak di desa yang terpencil. Pemandangannya sedikit berubah dari ingatannya, kini terlihat dari puncak gunung itu sudah terlihat lebih maju.
Setelah hampir dua puluh tahun, rasanya ingin kembali menginjakkan kaki di sana tapi ada rasa keengganan yang muncul. Terakhir kali , ia pergi dari desa bersama saudara yang menanggungnya karena orangtuanya sudah meninggal untuk mencari binatang buruan. Awalnya ia merasa tidak ada yang salah dengan berburu, tapi nyatanya saudaranya itu berniat hendak membunuhnya.
Saat saudaranya mendorongnya ke jurang ia sebenarnya masih sempat untuk untuk memegang akar yang terlihat cukup kuat. Saat itulah kebusukan saudaranya terbongkar sendiri. Ia berkata seperti orang mabuk yang mencari keadilan. Ia mengatakan segala kejahatan yang tak ia sangka. Mungkin saudaranya berpikir bahwa Yagami akan mati setelah masuk ke dalam jurang, jadi ia membeberkan segala kejahatannya.
"Mati saja kau bersama orangtuamu! Aku benci kalian semua! Akulah orang yang telah membunuh orangtuamu!" Begitu katanya waktu itu dibarengi suara tawa yang terasa menyakitkan hati. Waktu itu , sambil memegang erat akar pohon ia bertanya-tanya sambil meneteskan air matanya.
"Gara-gara bapakmu aku menderita. Kau tahu, bapakmu itu hanya bisa merebut apa yang ku punya. Dia telah merebut orang yang ku cinta, dan kau adalah buktinya," dia berkata lagi. Setelah yakin bahwa Yagami tak bisa lolos dari Kematian, ia langsung meninggalkannya begitu saja tanpa rasa bersalah.
Yagami yang masih kecil tak tahu permasalahannya apa, walaupun sudah dijelaskan anak sekecil itu tetap tak paham dengan apa yang diucapkan saudaranya itu. Dia tak bisa berteriak saat itu untuk sekedar bertanya mengapa ia dibenci padahal ia sama sekali tak pernah berbuat yang aneh-aneh, lagipula soal cinta itu bukan urusannya. Mau terlahir dari siapa memangnya dia bisa protes? Alasan saudara itu membenci baginya tidak bisa diterima dengan logikanya.
Dalam hati Yagami mempertanyakan mengapa dirinya mau merawatnya padahal saudaranya itu membenci. Kenapa dia tidak membunuhnya saja waktu itu? Andai waktu itu dibunuh, pasti rasanya tidak sesakit ini. Begitulah yang ia pikirkan sambil menangis karena putus asa.
Dirinya hanya terfokus pada tangannya yang makin lama makin tidak kuat menggenggam akar itu. Waktu itu dirinya sudah pasrah jika harus mati . Saat benar-benar merasa nyawanya akan melayang, seorang penyihir menyelamatkannya. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia melihat seseorang menggunakan sihir. Yang selama ini baginya hanya mitos ternyata menjadi penyelamatnya.
***
"Semua orang dilahirkan dengan takdir yang berbeda-beda. Jangan pernah merasa dirimu yang paling menderita. Lihatlah orang yang berada dibawah saat kamu menderita, begitupun sebaliknya , jangan pernah merasa hebat . Ingat, masih ada langit di atas langit ."
Yagami mengingat kata-kata yang pernah di ucapkan oleh Renn di saat ia baru mengenalnya setelah penyihir yang menyelamatkannya memberi perintah untuk Renn untuk merawat Yagami sebaik mungkin.
"Kamu pasti akan ku bimbing dengan baik. Aku senang sekali, akhirnya aku merasa seperti punya adik."
"Memangnya selama ini Renn-san tidak punya adik?" Yagami kecil berkata tanpa berpikir.
"Ada sih. Dia meninggal saat seumuran kamu. Panggil aku Renn saja. Di panggil Renn-san aku merasa agak gimana gitu. Aku tidak terbiasa dipanggil dengan panggilan seperti itu."
"Apa tidak masalah?"
"Santai aja. Oh ya, kamu percaya sihir?" tanya Renn.
"Aku pernah melihat orang bermain sulap. Apa itu sama?"
"Mungkin. Oh ya, coba lihat pedang ini? Bagus kan?" Renn menunjukkan pedang yang sekarang ini menjadi milik Yagami. Dia yang masih belum tahu menahu mengenai pedang itu hanya mengangguk saja.
"Bagus kan? Pedang ini menjadi favoritku saat berlatih. Nanti kamu akan ku beritahu bagaimana cara menggunakannya. Kalau kamu paham pasti kamu akan memahami kehebatan pedang ini," Renn dengan bangganya memamerkan pedangnya.
"Apa aku bisa memilikinya suatu saat nanti?" Renn hanya tertawa saja sambil mengelus rambut Yagami yang masih kecil itu .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments