5. Pembalasan dan Taruhan

Saat berada di kampung halamannya lagi, Shota yang kini telah memiliki kekuatan mencari korban pertama yang ingin di habisi terlebih dahulu. Tanpa menunggu lama ia mendatangi sebuah rumah besar yang terletak tak jauh darinya. Dilarikan balik pagar terlihat satpam sedang berjaga.

Dengan pedang itu , ia segera menghancurkan pagar itu dalam sekejap. Ia masuk dan menyuruh satpam itu memanggil pemilik rumah. Tapi karena terus melawan, ia akhirnya membunuhnya dengan sekali tebas.

"Panggil pemilik rumah ini atau...." belum juga Shota menyelesaikan ucapannya, seorang satpam yang lain segera lari masuk kedalam. Sementara Shota dengan santai menunggu di luar.

Satpam itu segera mengetuk pintu, ia memanggil tuannya dengan nafas seperti orang dikejar setan.

"Ada apa?" tanya tuannya heran.

"Ada yang mencari tuan."

"Biasa aja bilangnya. Kamu ini seperti dikejar hantu saja," jawab tuannya segera keluar menemui tamu yang belum ia ketahui. Tapi sepertinya jika dilihat dari kelakuan satpamnya ada kemungkinan orang penting yang datang sampai membuatnya tergopoh-gopoh.

"Ternyata kamu, mau apa kesini? Mau minta makan?" setelah melihat tamunya ia langsung berkata begitu.

"Aku kesini untuk melihatmu menjilati telapak kakiku," Shota tampak yakin sekali. Terbayang dibenaknya saat dihinakan oleh orang yang berada dihadapannya kini. Hari-hari yang menyedihkan kini akan berganti. Kali ini ia ingin menginjak kepala orang itu seperti yang pernah ia lakukan dulu.

"Cuih, sampai mati pun aku tidak akan melakukannya. Justru kamulah yang harus melakukannya. Dasar tak tahu diri!" jawabnya. Darahnya mendidih.

"Mau mati ya? Bakal ku kabulkan permintaan itu. Sebelumnya kamu ada permintaan terakhir?"

"Bagaimana kalau kita berduel? Aku tidak akan kalah oleh pedang murahan seperti itu," masih saja ia menyombongkan diri.

"Siapa takut."

Dalam sekejap dua pedang saling berhadapan. Hanya dengan beberapa gerakan saja Shota berhasil membuat pedang yang dipakai lawannya patah jadi dua.

"Bagaimana ? Mau menjilati telapak kaki atau mati?" Shota berada di atas angin. Lawannya yang tidak memiliki pilihan masih saja mengamuk dengan pedang yang telah patah. Ia nampaknya tidak bisa menerima kenyataan yang ada. Ia juga tidak ingin harga dirinya jatuh dihadapan orang yang selalu dihinakan olehnya.

"Mau mati rupanya?" Melihat gerakan lawan yang berputus asa Shota langsung menusuknya dengan pedang yang berada ditangannya. Sebenarnya bergetar juga hatinya melihat lawannya mati dengan tragis. Tapi di satu sisi ia merasa sangat puas. Rasa kasihan dihatinya telah tertutup oleh rasa kesal yang terus menumpuk setelah dihinakan.

"Kamu jahat. Kenapa kamu bunuh dia?" begitu tertusuk, seorang wanita yang nampak histeris segera memeluk tubuh orang yang sekarat itu dan berkata begitu.

"Aku jahat? Apa menurutmu yang dilakukan orang itu tidak jahat? Dia selalu memperlakukanku seperti sampah itu termasuk kebaikan? Apa menurutmu penghinaan yang selalu dilontarkan olehnya itu adalah sebuah kelembutan? Apa karena dia orang kaya sehingga perbuatannya bisa dimaafkan begitu saja?" Shota memberi pembelaan. Ingatannya menampilkan segala keburukan orang yang kini hampir tak bernyawa itu. Mulutnya terasa bergetar saat mengatakan hal seperti itu. Nampaknya ia juga menunjukkan seberapa penderitaan yang telah dilaluinya.

"Kalau begitu, bunuh aku juga!" kata wanita itu . Dia nampaknya sudah siap mati.

"Kalau itu yang kau mau apa boleh buat. Sekarang bersiaplah mati!" kata Shota. Ryu yang hanya mengamati nampak tersenyum licik. Nampaknya ada sesuatu yang membuatnya sangat senang. Ia sangat puas sekali melihat Shota menusuk lawannya.

"Ternyata dia punya potensi jadi iblis. Terus puaskan rasa marah yang tersimpan. Keluarkan hingga dirimu dipenuhi oleh kebebasan," ia berkata sendirian dengan wajah penuh kepuasan.

Pedang yang berada di tubuh lawannya segera diambil oleh Shota. Saat akan akan bersiap menusukkan wanita itu dengan pedang tangannya terasa bergetar. Di dalam ingatannya terus saja muncul saat mereka berdua bersama. Teringat juga olehnya kelembutan hati wanita ini dimasa lalu. Walaupun ia sudah membulatkan tekad untuk membalas perlakuan orang-orang atas dirinya, tetap saja ia tak mampu untuk melakukannya.

Karena ragu, badannya menjadi lemas tangannya juga rasanya tidak mau digerakkan . Di saat itulah Yagami yang datang tiba-tiba langsung menangkis pedang itu dengan pedangnya. Ia sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi. Kebetulan ia hanya numpang lewat saja. Saat melihat kejadian yang menarik di depan matanya ia langsung berinisiatif untuk ikut campur . Padahal ia sedang malas, tapi mungkin ini kesempatan untuk sekalian mencoba pedang yang diberikan Aya-san kepadanya.

Sebenarnya yang lebih menarik adalah pedang yang dipakai oleh Shota. Dia melihat ada aura kegelapan yang keluar dari pedang itu. Rasanya seperti pernah melihat namun dia lupa entah dimana ia pernah melihatnya. Ingatannya terlalu pudar untuk itu. Yang ia ingat adalah pedang sejenis itu sangat berbahaya bagi penggunanya.

"Kau siapa berani ikut campur?" tanya Shota.

"Aku cuma penyihir yang kebetulan lewat," jawab Yagami dengan santainya.

"Penyihir? Aku kira kamu sedang bercanda sekarang."

"Percaya atau tidak aku tak peduli. Yang jelas aku ingin berduel denganmu!" di zaman modern seperti ini sihir cuma mitos. Waktu pertama kali mendengar ada penyihir yang masih ada, sebenarnya Yagami juga tidak percaya. Namun karena ia akhirnya masuk akademi sihir rahasia , mau bagaimanapun juga ia percaya bahwa sihir itu ada.

"Oke."

"Tapi aku punya syarat. Kalau kau kalah pedang itu jadi milikku," Yagami memberi syarat.

"Kalau kau kalah nyawamu jadi taruhannya," kata Shota mengiyakan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!