Clara berjalan di belakang pria yang kini dia benci. Menyelusuri koridor rumah sakit menuju ruangan Alma di rawat.
"Dari mana saja kau?" Hardik Andre berang. Dia mungkin sudah melakukan kesalahan karena sudah menikah lagi dengan wanita lain tanpa mengatakan apapun pada Alma, tapi dia sangat menyayangi Alma.
"Maaf, Pa. Aku menjemput calon istriku. Dia menyesal dan memintaku untuk menjemputnya. Kami akan menikah di depan mama. Di sini," terang Angkasa.
Andre hanya menatap Clara. Menyidik apakah gadis itu hanya salah satu gadis yang disewa Angkasa untuk mau menjadi pengantin dadakannya.
Dokter yang memeriksa Alma keluar. Membawa sedikit kabar baik. "Ibu Alma sudah siuman. Keluarga boleh menjenguk, tapi saya mohon jangan terlalu lama diajak ngobrol."
"Ma...," ucap Angkasa duduk di samping ibunya, memegang tangan wanita itu dan mencium keningnya.
"Kasa... sebenarnya apa yang terjadi?"
Angkasa tahu apa yang menjadi beban pikiran ibunya. "Cla, sini sayang. Kenalkan, ini mama ku" ucap Angkasa menoleh pada Clara yang berdiri dibelakang.
Clara pun mendekat. Dia tersenyum lembut pada Alma yang juga tersenyum padanya. Tangan Alma terulur ke arah Clara. Tatapan keibuan Clara mengetuk pintu hatinya.
"Tante..." Clara duduk di tempat yang tadi di duduki Angkasa.
"Kau benar calon istri Angkasa?"
Tubuh Clara menegang. Dia berada di persimpangan antara ingin mengangguk atau menggeleng. Tapi karena melihat tatapan Alma yang begitu teduh dan sarat dengan tatapan keibuan, mengingatkan pada ibunya hanya bisa mengangguk.
"Mama, kami akan menikah di sini. Hari ini juga. Mama bahagia, kan?" Tanya Angkasa merasa himpitan di dadanya sedikit berkurang karena Alma yang terlihat begitu bahagia melihat Clara.
"Tentu saja. Kamu benar-benar mau menikah dengan Angkasa? Kau mencintainya?"
Untuk kali kedua Clara berada di persimpangan lagi. Dia harus jawab apa? Cinta? Mungkin rasa itu sempat ada, lalu kini? Setelah semua yang terjadi, yang tersisa hanya kebencian semata.
"Aku mohon, bantu lah aku, Cla. Apapun syarat dan juga keinginan mu akan aku penuhi," ucap Kasa memohon padanya untuk mau menikah dengannya.
Clara tentu saja menolak. Tapi dia teringat dengan ayahnya. Jika benar itu adalah anak ayahnya, maka dia ingin ayahnya bahagia dengan keluarga kecilnya tanpa diganggu lagi. Jika dia menikah dengan Angkasa setidaknya Tiara dan Angkasa akan berselingkuh lagi di belakang ayahnya.
Kalaupun itu terjadi lagi, dia akan meminta Angkasa memenuhi janjinya untuk menjauhi Tiara dan membiarkan ayahnya bahagia.
"Oke. Aku akan membantumu. Aku akan menikah denganmu, dengan syarat yang aku ajukan. Apakah kau bisa menyanggupinya?" Tantang Clara.
Bagi Angkasa tidak ada syarat yang tidak dia sanggupi. Apapun itu, dia pasti lakukan. "Apapun itu, akan aku lakukan. Asal kau mau membantuku.
"Oke. Kalau begitu langsung saja kita buat perjanjiannya di atas materai 10 ribu."
"Cla... Sayang, mama bertanya padamu," ucap Angkasa membelai rambut Clara. Hati gadis itu sempat bergetar, seolah sentuhan Angkasa itu tulus padanya.
"Iya, Tante. Aku bersedia."
"Apa kau mencintainya?"
"Iya, Tante."
"Kapan kalian akan menikah?"
"Sore ini, Ma," sambar Angkasa yang lagi-lagi membuat binar kebahagiaan pada Alma.
***
Clara sudah meminta Vera datang, sebagai saksi atas pernikahan mereka. Begitu juga dengan Angkasa yang meminta Agus datang ke rumah sakit, untuk menikahkan putrinya.
Walau sempat terkejut, Agus yang sudah secara langsung bicara dengan Clara untuk mengkonfirmasi mengenai ucapan Angkasa segera datang ke sana.
Clara sudah mengenakan kebaya putih dan juga kain bercorak batik sebagai bawahan, yang bisa ditemukan Vera di butik terdekat. Vera yang masih tidak setuju atas keputusan Clara menerima pernikahan tidak sehat itu hanya bisa memenuhi permintaan Clara dan hadir di sisi sahabatnya itu kala menikah dengan musuhnya sendiri.
"Sebelum kita menuju ruangan ibumu, sebaiknya kita tanda tangani surat perjanjian itu," ujar Clara yang sudah mengenakan pakaian pernikahannya serta sudah merias wajahnya yang dibantu Vera.
Angkasa memperhatikan, terlihat sederhana, tapi justru Clara tampak menawan di mata Angkasa. Dia melihat sisi lembut gadis itu dan tampak dewasa dibalut kebaya putih modis, dengan model Sabrina.
"Aku mengerti," sahut Angkasa, lalu meminta anak buahnya untuk datang membawa kontrak nikah yang tadi diminta untuk dibuat draft nya sesaat mereka ke rumah sakit.
Kini keduanya berhadapan, hanya dipisahkan oleh meja yang di atasnya sudah ada lembaran kertas berisi syarat yang disebutkan Clara sebelumnya.
Clara membaca poin demi poin, lalu menatap Angkasa. "Biar kita semua tidak ada yang salah paham dan terjebak dalam perjanjian ini, biar aku baca untuk kita." Clara menarik napas. Ini adalah pernikahan paling aneh mungkin yang pernah terjadi. Dia tidak menyangka akan mengalami hal ini.
"Pertama, kita akan menikah sampai keadaan ibu mu membaik, maksimal setahun. Setelah lewat satu tahun, apapun keadaannya, kita tetap berpisah." Tampak Angkasa mengangguk setuju.
"Poin kedua. Setelah menikah, kita tidak tinggal dengan orang tuamu. Kita tinggal di rumah sendiri." Anggukan kedua dari Angkasa.
"Ketiga, tidak ada hubungan suami istri. Tidur di kamar masing-masing, dan jangan mengurusi urusan satu sama lain. Yang artinya terserah kau mau melakukan apa, begitupun dengan aku. Dan kita tidak boleh membatasi dengan siapa aku berhubungan, begitu pun denganmu. Kau bebas berhubungan dengan wanita manapun, kecuali, Tiara!"
"Setuju," balas Angkasa cepat. Dia juga sudah tidak sudi berhubungan dengan Tiara lagi. Malah dia sangat jijik pada wanita itu.
"Keempat sekaligus yang terakhir. Pihak pertama, yaitu kau, harus memenuhi permintaan pihak kedua, aku tentu saja, apapun permintaannya. Jika yang bersangkutan yaitu pihak pertama tidak bisa memenuhi, maka pihak kedua bisa menuntut atas penipuan, dan subsider ganti rugi sebesar 5 triliun!"
"Deal!" Sambar Angkasa mengulum senyum. Dia aneh, lama mengenal Clara, mengapa justru sekarang bisa melihat sisi menarik gadis itu?
Setelah merasa pas dengan apa yang dia mau, gadis itu pun menandatanganinya surat kontrak nikah itu, begitupun dengan Angkasa. Salinan surat itu ada dua, satu untuk Clara dan satu di simpan Angkasa. Tanpa menunggu ataupun berkata apapun lagi, Clara bangkit, membawa map coklat itu berjalan keluar ruangan yang mereka pinjam dari pihak rumah sakit, menuju ruangan Alma.
"Simpan ini," ucap Angkasa pada Tomi, asisten kepercayaannya.
Saat tiba di ruangan Alma, semua orang sudah siap, hanya menunggu kedatangan mereka berdua. Clara melayangkan pandangan, ayahnya menatap haru padanya yang kini dibalut pakaian pernikahan putrinya yang tampak sederhana. Tidak ada Tiara di sisi ayahnya yang dia tebak pasti masih tidak terima atas pernikahannya dengan Angkasa. Clara tahu, kalau wanita itu masih mengharapkan Angkasa. Jadi demi menjaga kebahagiaan ayahnya, dia tidak mungkin bisa membendung niat busuk Tiara, tapi kini, dengan pernikahan ini dia bisa mengikat kaki Angkasa.
"Kau akan menikah. Akhirnya kau akan menikah, Cla," ucap Agus yang tidak bisa membendung air mata harunya.
"Terima kasih papa sudah mau menikahkan ku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Satriawanty Meitridwi Irwansyah
aku yg nyesek ya..rela mengorbankan perasaan sendiri demi perasaan orang lain..pengorbanan yg luar bisa
2022-10-15
0
Santý
semoga kau bahagia cla dan menyobek oerjanjian itu
2022-10-06
0
Dara Muhtar
Semoga kamu ndak melanggar perjanjian kamu sendiri Cla...di poin yang melakukan hubungan Suami istri 🤣🤣🤣
2022-10-04
0