Chapter 4

Apapun yang dikatakan Clara, dia tetap tidak peduli. Tidak sekalipun dalam kurun waktu satu jam ayahnya menasehatinya, ia menjawab.

"Besok kau mulai masuk kuliah di Permata Bangsa. Papa mohon, kau jadi anak menurut sekali ini saja. Ini demi masa depanmu juga."

Untuk masalah lain, Clara tetap tidak sependapat dengan ayahnya, tapi untuk masalah ini, dia harus setuju dengan Agus.

"Terserah apa kata papa!" ucapnya berdiri dan berlalu dari hadapan pria itu. Di koridor ruangan lantai dua, Clara berpapasan dengan ibu tirinya.

Baru kali ini Clara melihat sedekat ini, tanpa hiasan menor di wajah wanita itu. Cukup cantik, dan muda, wajah jika ayahnya terpukau.

"Kau baru pulang?" Sapa nya menghentikan langkah. Tiara tidak mau mereka menjadi musuh. "Clara..." Gadis itu menghentikan langkah Clara dengan memegang tangan gadis itu.

Mata Clara melotot. Menatap wanita itu penuh kebencian. Seolah ingin meneriakkan semua yang terjadi pada hidupnya saat ini adalah karena wanita itu. "Lepaskan tanganmu!"

"Aku perlu bicara. Aku tahu kau benci padaku karena menikahi ayahmu. Tapi percayalah, aku tidak bermaksud menyakiti hatimu. Aku..."

"Aku apa? Kau hanya tertarik dengan kekayaan papa kan? Well, karena kau sudah sampai di titik ini, maka silakan menikmati."

***

Tidak susah untuk Clara mengikut pelajaran di kampus barunya. Semua sudah diatur ayahnya, jurusan juga sudah disesuaikan.

Satu hal yang baik dari perpindahannya ke kampus ini, kini dia satu kelas dengan Vera, sahabatnya. "Gue senang banget tahu gak, lo udah di sini. Gue gak bakal kesepian lagi," ucap Vera menyambut Clara.

"Gue juga senang, setidaknya di tempat ini ada orang yang gue kenal. Oh, iya pas kita mabuk kemarin, lo pulang bareng siapa?" Tiba-tiba Clara ingat kejadian malam itu. Dan dadanya kembali berdebar. Dia ingin sekali bisa bertemu dengan Angkasa, tapi nomornya saja dia tidak punya.

"Gue diantar cowok cakep banget, dan kayaknya tajir. Rizal namanya. Eh, lo belum cerita masalah bokap lo yang nikah lagi."

"Gue malas ceritain itu. Intinya dia nikah sama cewek yang lebih tua tiga atau empat tahun dari kita. Gak nyangka kan, Lo?" Clara mendengus kesal mengingat hal itu. Ingin sekali dia meminta ngekost saja pada ayahnya, tapi pasti tidak akan diizinkan.

Hari berlalu, seminggu kuliah di kampus itu, Clara sudah terbiasa, dan kini memiliki teman-teman baru. Selama itu pula dia berharap bisa bertemu dengan Angkasa, tapi harapannya sia-sia.

"Ver, ntar malam ke klub yang kemarin, yuk?" ucap Clara mengaduk jus jeruknya tanpa berniat meminumnya.

"Dih, lo kenapa lagi? Ogah, ah. Ntar kita mabuk lagi, lo tinggalin gue. Lagian ngapain lagi sih lo ke sana?"

"Ada yang mau gue cari."

"Siapa? Cowok, ya?" Vera mulai antusias. Dia yakin kalau sahabatnya ini sudah mulai segetol ini, pasti berhubungan dengan seseorang yang menarik hatinya. Dia kenal Clara mulai sejak masuk SMA, gadis itu paling sulit suka dengan pria. Banyak yang mendekatinya, tapi hingga tamat sekolah, Clara tidak pernah berpacaran dengan siapapun, dekat sih ada, tapi sekedar dekat.

Kalau sudah begini, pasti pria yang disukainya sudah berhasil masuk dalam hatinya.

"Iya Ver. Orang yang sudah nolongin gue waktu di klub. Lo aja gak tahu, keburu teler sampe gak tahu kalau gue hampir aja mau dibawa Om-om hidung belang. Untung ada Angkasa."

"Oh, jadi namanya Angkasa?"

Nama itu kembali membawa Clara pada kejadian malam itu. Dia bahkan ingat bau parfum pria itu yang sampai gilanya merindukan Angkasa, Clara sudah membeli sebotol parfum yang mirip dengan yang Angkasa pakai.

"Lo jatuh cinta ini namanya. Oke deh, demi teman gue temani lo ke sana."

Rencana sudah disusun. Malam ini Clara akan izin untuk menginap di rumah Vera. Ayahnya pasti mengizinkan karena besok weekend, dan tidak masuk kuliah.

Tapi orang yang ingin Clara cari justru datang mencarinya. Saat tiba di pintu keluar, Angkasa sudah berdiri menyandarkan tubuhnya di mobil mewah miliknya, dengan melipat tangan di dada. Begitu orang yang dia tunggu sejak tadi tiba, Angkasa segera berjalan ke arah Clara yang wajahnya sudah memerah seperti tomat.

"Hai, masih ingat aku?" Suara, wajah dan gestur tubuh Angkasa begitu memukau. Beberapa mahasiswi yang lewat sampai berhenti hanya untuk melihat makhluk setampan dia.

"I-ingat, kok."

Vera sama dengan yang lain, tidak bisa menguasai diri, tersenyum menggoda karena sangat terpana oleh sosok Angkasa.

"Kamu ngapain di sini?"

Ayolah, Cla. Itu pertanyaan paling bodoh yang pernah kau ucapkan. Tentu saja dia ingin bertemu dengan mu.

"Tentu saja mencarimu. Aku ingin bertemu denganmu. Apa kau tidak ingin bertemu denganku?"

Jelas ucapan Angkasa penuh perhitungan. Dia sangat yakin kalau Clara sedang menanti untuk bertemu dengannya. Dia tahu kalau gadis itu sudah jatuh dalam perangkapnya. Dia sudah mulai menyukai atau bahkan sudah jatuh cinta padanya.

Seminggu waktu yang Angkasa berikan untuk dirinya memikirkan hal ini. Langkahnya tidak boleh mentah. Dia harus yakin apa yang akan dia lakukan. Jujur, di awal merencanakan hal ini semua, Angkasa tidak tega karena melihat kepolosan Clara. Tapi Angkasa tidak punya pilihan lain selain menggunakan Clara untuk menjalankan misinya.

"Tentu saja. Aku juga ingin bertemu denganmu."

"Oh, iya kenalkan ini sahabatku, Vera," ucap Clara yang sejak tadi ujung kemejanya sudah ditarik-tarik oleh Vera, meminta perhatian agar dianggap ada di sana.

"Angkasa," sahutnya datar.

"Apa kita bisa pergi sekarang? Kau bisa ajak temanmu."

"Vera? Oh, kebetulan Vera mau pergi bertemu neneknya. Dia tidak bisa ikut dengan kita," jawab Clara cepat. Ini kesempatan, dia tidak ingin diganggu orang lain. Nanti dia akan minta maaf pada Vera, bahkan rela dimaki sahabatnya itu. Tapi untuk sekarang, dia hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan Angkasa.

"Cla, nenek gue kan udah meninggal, gue ketemuan sama nenek yang mana lagi?" bisik Vera yang masih bisa kedengaran oleh Angkasa. Pria itu mencoba menahan untuk tidak tersenyum.

Tersenyum? Setelah beberapa bulan berlalu, baru kali ini dia ingat untuk tersenyum, dan itu karena kepolosan gadis itu. Dia menatap Clara, lalu buru-buru buang muka. Semuanya harus sesuai rencana.

"Baiklah, kalau begitu. Sampai jumpa lagi," ucap Angkasa pada Vera yang akhirnya mengangguk karena tidak punya pilihan lain.

***

"Cla, boleh aku panggil Cla, atau Clara saja? Tadi aku dengar temanmu memanggil dengan Cla..."

"Iya, gak papa. Cla aja," sahutnya mencoba menenangkan debar jantungnya.

"Cla, kalau kita jalan begini, nanti ada yang marah gak?"

"Marah?"

"Pacarmu, mungkin?"

"Oh...," Sahutnya. Dia pikir yang Angkasa maksud ayahnya.

"Gak kok, gak ada yang marah. Aku juga belum punya pacar. Bahkan belom pernah pacaran..."

Terpopuler

Comments

Dee

Dee

Hahaha

2023-07-07

0

Dara Muhtar

Dara Muhtar

Kasian kamu Cla klo cuman di jadikan umpan balas dendam sama Kasa 🥺

2022-10-04

0

Erni Handayani

Erni Handayani

Pdkt pertama menuju bales dendam
Tapi apa alasan kasa bales dendam sama cla...
Maraton berlanjut🤭

2022-10-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!