Chapter 20

"Apaan sih buka-buka pintu kamar orang tanpa izin? Jangan mentang-mentang ini rumah anda, ya!" Clara berdiri dan mendekat ke arah pintu, berhadapan dengan Angkasa yang terdiam.

Biasanya dia tidak merasakan apa-apa di dekat gadis itu, kenapa sekarang justru jadi deg-degan?

"Tadi aku panggil, kamu gak nyahut. Kamu mau kemana? Kok nyusun pakaian?"

"Kenapa? Suka aku dong. Gak usah banyak tanya." Clara melipat tangan di dadanya. Melihat pria itu, ingatan Angkasa yang berciuman dengan Tiara sukses membuatnya semakin membenci pria itu.

"Gak bisa dong. Kemanapun kamu pergi, aku harus tahu. Ingat isi pasal 12? Pihak pertama harus tahu kemana pihak kedua pergi."

Hufffh.... Clara hanya bisa mendengus kasar. Kebenciannya pada pria itu terlalu besar, tapi di sisi lain, jantungnya juga berdebar jika berada di dekat Angkasa. Tapi Clara yang terlanjur membencinya menganggap debar jantungnya semakin kencang, karena semakin besar rasa bencinya.

"Kamu mau kemana? Sebenci-bencinya kamu samaku, aku harus tahu kemana kamu pergi? Aku bertanggung jawab atas diri. Ayahmu menitipkan mu padaku. Aku gak mau kalau sampai dicap sebagai menantu sekaligus suami yang tidak bisa menjaga istri."

"Mau muntah tau gak dengar lo ngomong! Gak usah banyak cerita, seolah kau peduli pada pemikiran papa, seolah kau bersikap menjadi menantu yang menghargai mertua. Kalau kau menghargai papa, kau gak akan selingkuh dengan istrinya! Sampai kapanpun, aku gak akan memaafkanmu! Keluar!"

Air mata Clara jatuh. Dia membenci Angkasa, sangat. Bagaimana Clara bisa memaafkan pria itu? Kalau saja dia selingkuh dengan gadis lain, mungkin akan beda cerita. Ini dia selingkuh dengan istri ayahnya, yang sekarang menjadi mertuanya!

Angkasa tidak ingin menambah runyam keadaan. Dia melihat luka di mata Clara hingga air matanya menetes.

"Tahu kah kau, Cla aku juga menyesal telah melakukan hal itu. Ini semua memang sudah salah dari awal. Seharusnya aku gak mendekatimu hanya untuk membalas dendam pada Tiara. Harusnya sejak awal aku sadar, siapa Tiara," batinnya berdiri di depan hempasan pintu kamar Clara.

Lama mengamati pintu itu. Dari dalam terdengar suara tangis Clara yang terdengar begitu menyedihkan. Semakin bertambah pula rasa bersalahnya pada gadis itu.

Angkasa duduk di meja makan, menatap makan malam yang tadi dia beli dan sudah ditata, menunggu Clara untuk makan malam bersama. Kini makanan yang tampak begitu nikmat itu tidak mampu menggugah seleranya lagi.

Tiba-tiba Angkasa teringat ucapan ibunya sesaat sebelum melangkah memasuki pesawat. "Mama sangat suka pada Clara. Dia gadis yang baik. Mama yakin kebahagiaan kamu ada bersama dia. Jaga dan sayangi Clara."

Ah, kenapa penyesalan selalu datang terlambat? Untuk saat ini dia memang belum mencintai Clara. Tapi rasa peduli pada gadis itu sedikit demi sedikit telah tumbuh. Kini mereka terjebak dalam ikatan pernikahan, apakah ada jalan bagi Angkasa untuk memperbaiki kesalahannya?

***

"Mas... mas...," ucap Tiara disela isak tangisnya saat berbicara dengan Agus melalui pesawat telepon.

"Ada apa, Ra? Kenapa kamu nangis?" Agus yang baru pulang meeting dengan koleganya di Kalimantan menjadi panik karena mendapat telepon dari istrinya yang terisak.

"Aku jatuh di toilet, dan aku... Aku keguguran, Mas. Anak kita sudah gak ada lagi...." isaknya semakin kencang. Dia harus menyempurnakan sandiwara ini agar Agus tidak curiga dan menyalahkan dirinya.

"Apa? Kamu keguguran? Ya Allah... Kenapa bisa terjadi. Kamu dimana sekarang?"

"Aku di klinik, Mas. Tadi aku lagi di salon langgananku, terus saat aku ke toilet, aku tergelincir dan mengalami pendarahan. Saat dibawa periksa, dokter bilang janinku sudah jatuh... maaf mas, aku gak berguna, tidak bisa menjaga anak kita..." Tangisan Tiara terdengar sangat nyata, seolah terselip duka di dalamnya. Tapi hanya Tiara yang tahu kalau dia hanya berakting.

"Sudah, Ra. Kamu jangan menangis lagi. Nanti aku akan minta Clara dan Angkasa untuk menjagamu di sana. Besok aku akan segera pulang."

"Baik, Mas."

Satu lagi masalah sudah diselesaikan oleh Tiara. Sahabatnya pemilik salon kecantikan itu hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Nonik tahu kebohongan Tiara dan meminta sahabatnya itu untuk kerja sama.

"Pokonya, kalau suamiku tanya apa benar aku keguguran di sini, kamu cukup mengangguk aja, Nik," ucap Tiara mengingatkan kembali.

"Iya, bawel. Jangan lupa tas Kremes yang gue minta. Gak mahal, cuma 700 juta aja."

"Aman. Asal lo tutup mulut, dan mau bantu gue."

***

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Clara setibanya di rumah. Ayahnya berulang kali menghubunginya, meminta kesediaannya untuk melihat Tiara yang katanya saat ini sangat terpukul karena mengalami keguguran. Memintanya menemani dan bila perlu tidur di sana.

Secara khusus, Agus juga menghubungi Angkasa untuk mau menemani Clara menginap di rumahnya satu malam saja sampai Agus tiba besok harinya.

Angkasa setuju, karena dia tidak ingin terjadi hal buruk pada Clara dan jika dibutuhkan selalu ada untuk gadis itu. Tapi dalam pemikiran Clara, kesedian Angkasa menemaninya justru karena mengkhawatirkan sang mantan yang saat ini sedang sakit.

Kecurigaan di dalam pikiran Clara terus berkembang menjadi pemicu gulungan kebencian menggelinding semakin tebal.

"Apa aku harus berterima kasih karena kau mau menemaniku ke rumah papa, atau memang ini yang kau inginkan?" tanya Clara saat dalam perjalanan tadi.

"Apa maksudmu? Kenapa kau selalu curiga padaku?" Angkasa selalu serba salah di mata Clara hanya karena kesalahan masa lalunya.

"Alah, ini kan yang kau harapkan? Kau punya jalan untuk bertemu dengannya? Atau kau sudah mengatur rencana untuk kembali berhubungan dengan wanita itu karena kini kalian sudah tidak punya penghalang lagi?"

Mendengar hinaan Clara padanya yang menganggapnya benar-benar seorang pria tidak tahu malu, membuat emosi Angkasa naik. Pria itu banting setir, menghentikan mobilnya di sisi jalan.

"Sebegitu rendahnya aku di matamu? Apa setiap orang yang pernah melakukan kesalahan tidak boleh menyesal? Tidak punya kesempatan untuk memperbaikinya?" Hardik Angkasa mendekatkan wajahnya pada Clara.

Gadis itu pucat, dia bisa melihat guratan kekecewaan di mata Angkasa. Hening sejenak, hanya terdengar deru napas keduanya. Merasa sudah lebih baik, Angkasa kembali menjalankan mobilnya.

"Aku baik. Terima kasih kalian mau datang. Aku ketakutan sekali, Cla," ucapnya menggenggam tangan Clara. Dengan alasan ingin mengambil air minum, Clara melepaskan tangan Tiara.

"Minum dulu," lanjutnya menyerahkan air hangat pada Tiara. Sebelum minum, Tiara melirik ke ambang pintu, melihat Angkasa yang tidak bersedia masuk hanya berdiri di ambang pintu. Itu pun bukan melihat ke arahnya, tapi pada Clara.

"Aku akan ke dapur dulu. Melihat apakah buburnya sudah matang," ucap Clara keluar. Perasaannya mengatakan kalau ada yang ingin dibahas kedua orang itu, tapi saat di sudah keluar dari sana, ternyata Angkasa mengikutinya.

"Bukankah lebih baik kau berada di sana bersamanya?"

"Aku gak ada urusan dengannya. Aku gak mau, membuat istriku berpikir gila tentangku lagi!"

Terpopuler

Comments

Santý

Santý

kasa mulai bucin deh alhamdulillah da menyadari kesalahanya

2022-10-06

0

Dara Muhtar

Dara Muhtar

Kok di bab ini aku mewek baca kisahnya Cla yaa Thor 😭😭 sedih rasanya liat dia nangis di kamar...kalo sama Tiara jengkelnya minta ampun kasi dia karma Thor biar sadar

2022-10-04

1

Ellin So

Ellin So

baru menyesal kan loe,,,
selamat berjuang kasa,,,,,

2022-10-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!