Sementara Rose memulai hidup baru dengan membuat rencana pembalasan dendam demi menegakkan kesetaraan dan keadilan di dalam Regal academy. Dimana kini ia tengah duduk di atas kursi bulat setinggi satu meter ditemani segelas jus alpukat murni.
"Semua rencanaku done. Selamat datang di dunia Rose Qiara Salsabila Luxifer, aku tidak sabar melihat reaksi semua penjahat yang merenggut sahabat terbaik ku."
Suara langkah kaki mengalihkan perhatiannya, membuat remaja itu buru-buru melipat kertas strategi yang baru saja selesai dibuat. Lalu kembali menikmati jus seakan tidak ada yang disembunyikan. Hingga usapan lembut di kepala membuatnya mendongak menatap wanita anggun bernetra biru laut dengan senyuman manis bak kelopak bunga mekar.
"Hay, Princess. Bagaimana sekolahmu?" tanya wanita itu dengan tatapan lembut penuh kasih sayang pada sang putri tunggal.
Rose membalas senyuman mommynya dengan sebuah pelukan erat. Tangannya melingkar sempurna di pinggang sang mommy. "Always fine, Mom. Tumben mommy di rumah? Apa semua baik?"
"Hmmm. Pertanyaan yang sama untukmu, bisa katakan satu kebenaran. Kenapa princessnya mommy jam segini stay di rumah?" Mommynya Rose balik bertanya membuat gadis cantik itu melepaskan kedua tangannya dari tubuh sang mommy, lalu menyambar jus di atas meja.
Tidak ada jawaban. Sementara di tempat lain, tepatnya di sebuah hotel berbintang lima. Tiga gadis dengan penampilan modis memasuki lobi, satu gadis diantara ketiganya berjalan dengan dipapah kedua sahabat. Siapa lagi jika bukan Dela, Sarah, dan Prita.
"Sar, kenapa gak di cafe aja? Kita kan cuma mau ngobrol bareng ortu." celetuk Prita seraya menahan tubuh sahabatnya yang sebentar-sebentar limbung.
Sarah melirik Prita sinis. "Kamu ini mahasiswa terpintar di kampus, tapi soal kaya gini aja gak paham. Ck!"
"Prita barbie ku, kalau di hotel kita bisa leluasa ngobrol tanpa harus melihat pengunjung lain. Lagipula lihat saja keadaan Sarah!" Dela mengerlingkan mata melirik Sarah, membuat gadis yang dilirik mengangguk. "Jangan sampai ada mahasiswa lain yang tahu tragedi tadi pagi, ayo!"
Genk cantika langsung menuju lift tanpa melakukan pemesanan karena papa Sarah yang biasa dipanggil Tuan Atmaja sudah melakukan reservasi sejak panggilan pengaduan sang putri di terima. Langkah ketiganya cukup lamban, membuat langkah kaki di belakang mereka berhasil menyusul.
"Ayo! Nanti, om periksa di dalam, apa papamu belum sampai?" Seorang pria menekan tombol lift di depannya seraya mempersilahkan genk cantika masuk terlebih dahulu.
Dela hanya tersenyum tipis mendengar perhatian papanya untuk Sarah. Pasalnya sebagai seorang anak saja jarang diberikan perhatian khusus. Tentu saja tidak ada yang tahu bagaimana kondisi hubungan antara ayah dan anak itu karena di luar rumah sikap akan berubah.
Tak ingin mengambil hati, Dela masih membantu Sarah bersama Prita. Benar saja Tuan Vincent menyusul seraya menekan tombol lift, "Lantai berapa?"
"Lantai 3 nomer kamar 150 Matahari." jawab Sarah.
Nomor tiga ditekan, perlahan pintu mulai tertutup semakin menyempit, tapi sebuah tangan bercat kuku biru tua menahan salah satu pintu. Sontak saja pintu lift kembali terbuka lebar. Hembusan angin menerbangkan rambut hitam seorang wanita dengan penampilan santai nan modis. Helaian rambutnya menghalangi pandangan, membuat wanita itu menggelengkan kepala.
Senyum simpul menjadi ciri khasnya. "Hay, sorry telat. Boleh gabung?"
"Ka? Masuklah!" Prita hanya menjawab tanpa mau menatap wajah kakaknya.
"Okay, Prita. Apa kabar kalian semua?" tanya Miss Amara dengan langkah kaki masuk lift.
Begitu pintu lift tertutup, hanya ada keheningan.
"Hoolaa? Apa kita berkumpul untuk diam? Apa-apaan ini?!" protes Miss Amara, membuat Prita menarik nafas dalam lalu berniat menegur sang kakak yang begitu agresif.
"Maaf, KaCan. Sebaiknya kita ngobrol di kamar saja, bagaimanapun disini tidak aman." Jawab Sarah menghentikan tangan Prita yang hampir saja menyentuh pundak sang kakak.
(KaCan singkatan dari kaka cantik 🤭)
Sarah mengangguk paham. Keheningan kembali terjadi hingga keempat manusia itu meninggalkan lift setelah dua menit menikmati ruangan kotak bersama-sama. Langkah masih berjalan menyusuri lorong hotel melewati beberapa kamar. Hingga kamar nomor 150 Matahari ditemukan.
"Biar aku yang ketuk atau kalian ada kunci duplikat?" celetuk Miss Amara.
Tok!
Tok!
Tok!
"Dad, ini Sarah." lapor Sarah sedikit mengeraskan suaranya.
Hanya dalam hitungan menit, pintu terbuka dengan kemunculan sebuah lambaian tangan dari dalam, "Ayo, masuk!"
Genk cantika berjalan di depan, lalu disusul Miss Amara, kemudian terakhir Tuan Vincent. Kini kamar dengan desain modern serba putih menyambut mereka. Aroma harum makanan menyeruak ke seluruh penjuru, membuat perut berdemo.
"KaCan, Om, silahkan duduk! Daddy, mama mana?" Sarah melepaskan diri dari bantuan kedua sahabatnya, dan berjalan tertatih menghampiri ayahnya yang sibuk membereskan lembaran kertas dari atas meja ruang tamu.
"Nak, duduk saja! Tunggu sebentar, biar daddy bereskan ini, mamamu ada di dapur." jawab Tuan Atmaja santai.
Setengah jam kemudian. Barulah keenam manusia yang memiliki tujuan sama berkumpul di ruang tamu. Sarah duduk bersandar di pundak sang daddy, Dela memilih duduk di sofa single, Prita justru duduk di lantai dengan bermain ponsel, Tuan Vincent memilih duduk di dekat meja yang tertutup puluhan tabloid terbaru, sedangkan Miss Amara duduk di samping Sarah dengan jarak setengah meter.
"Bisa kalian katakan, apa yang sebenarnya terjadi?" Tuan Atmaja memulai sidang pertemuan itu dengan serius.
Sarah meraih tangan kanan daddynya dengan mata sendu, membuat Tuan Atmaja mengerutkan keningnya. "Kenapa putriku sedih? Daddy tidak suka wajah cantikmu jadi suram. Apapun akan daddy lakukan untukmu."
"Om, mungkin Sarah tidak mau berkata jujur. Jadi, biarkan aku yang mewakili sahabat ku." Dela mengambil sikap seperti seorang pemimpin.
Tuan Atmaja, Tuan Vincent dan juga Miss Amara mendengarkan pengakuan Dela akan tragedi pagi tadi tanpa tertinggal sedikitpun. Hanya dalam waktu lima belas menit. Akhirnya Dela gadis rambut sebahu itu menyelesaikan kisah dramatis dari versi seorang drama queen. Tangan mengepal dengan gertakan gigi, membuat Tuan Atmaja menyambar vas di atas meja lalu melemparkan ke depannya.
Pyaaar!
"Dad?'' panggil Sarah, "Aku malu setelah apa yang dilakukan gadis cupu itu, aku mau gadis miskin seperti si cupu dihukum berat. Kalau perlu di usir saja dari kampus. Please dad, aku tidak mau kehilangan pamor di Regal Academy."
Rengekan Sarah begitu manjur, "Apapun demi putri tunggal ku, tapi lukamu harus dibalas kah. Benar bukan? Daddy punya rencana lebih bagus, daripada mengeluarkan gadis itu, bagaimana?"
"Apa rencanamu, Pak Atmaja?" tanya Tuan Vincent.
"Rencanaku adalah....," Tuan Atmaja memberikan penjelasan panjang kali lebar selama setengah jam dan disambut perdebatan hingga satu jam berlalu, barulah senyuman penuh arti terlihat terbit serempak.
"Deal, bagaimana dengan Anda, Miss Amara?" tanya Tuan Vincent menatap wanita dewasa dengan tatapan mata menggoda.
"Deal, apapun untuk keamanan adikku." Miss Amara melirik ke arah Prita, dimana gadis itu justru kembali bermain dengan ponsel seakan tak mendengar apapun.
Kesepakatan dalam pertemuan genk cantika bersama keluarga mereka mencapai tujuannya. Namun, tidak dengan diamnya gadis bermata biru yang kini dilanda ketegangan. Tatapan mata tajam penuh intimidasi sang mommy menghujam bak pedang.
"Mom....,"
Sang mommy mengangkat selembar kertas, membuat gadis itu susah payah menelan salivanya. Bagaimana bisa mommynya mendapatkan kertas strategi itu? Susah payah menyembunyikan, tetap saja ketahuan.
"Tell!" titah sang mommy tak mau lagi menjeda waktu.
Penantian selama hampir dua jam sudah cukup mengulur waktunya. "Rose Qiara Salsabila Luxifer!''
Rose menghela nafas panjang, lalu menegakkan posisi duduknya seraya membalas tatapan sang mommy dengan serius, tapi penuh perasaan. Hal itu meredupkan ketajaman tatapan mata mommynya.
"Mom, di kampus tempat Rose belajar ada satu geng yang biasa melakukan bullying pada mahasiswa kelas menengah atau anak seperti ku. Mereka menganggap....,"
"Rose!" Sang mommy memberikan peringatan agar putrinya mau bicara to the point.
Mommy ini selalu saja maunya yang tegas. Sistem cerita panjang kali lebar tidak akan pernah mempan.~batin Rose seraya mengedarkan pandangan ke berbagai arah, hal itu membuat wanita anggun yang awalnya diam dan masih tenang, langsung berdiri.
Tangannya menyambar ponsel di atas meja, dan siap mendial nomor yang menjadi tujuannya. Setiap gerakan dari sang mommy, membuat Rose secepat kilat mengambil keputusan. "Mom, Rose menjadi korban bullying."
Deg!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Nia sumania
kok Sarah yang mengangguk paham kak?
2023-01-16
2
Kelaaa
Pantesan anaknya kayak gitu, orang tuanya aja ngedukung anaknya yg buat masalah Mulu
2022-11-24
0
𝐀⃝🥀👙𝐄𝐥𝐥𝖘𝖍𝖆𝖓 E𝆯⃟🚀
keren ros,,tunjukan pembalasan mu
2022-11-24
1