Ara & Pangeran Vampir
"Ara....Ara...."
Suara itu perlahan mengalun di telinga Ara.
"Ara....di mana kamu?"
Sebuah suara kembali terngiang. Dan suara itu, kali ini berhasil membuat Ara pelan membuka matanya
***
Suara pedang yang diadu terdengar begitu memekakkan telinga. Terlebih ketika dua pedang itu saling berbenturan, suara petir akan terdengar. Begitu juga dengan percikan cahaya berwarna putih.
"Kenapa kau menyerangku?"
"Karena kau selalu membuatku marah!"
"Sudah kubilang aku tidak menginginkan jadi raja!"
"Kalau begitu kenapa mau mengubah dirimu menjadi vampir murni?"
Luis tercekat mendengar pertanyaan sang kakak.
"Kau tidak bisa menjawab? Karena kau menginginkan posisi itu!" Krum berteriak.
"Aku punya alasan kenapa aku mengubah diriku menjadi abadi. Tapi bukan tahta yang kuinginkan!" Jawab Luis lemah. Pria itu menurunkan pedang biru miliknya. Menurunkan tingkat kewaspadaaannya. Tidak peduli jika Krum membunuhnya.
Krum menyeringai meremehkan.
"Kau pikir aku percaya? Darah campuran sepertimu tidak pantas memimpin klan kita!" Krum berucap sombong.
"Kalau begitu katakan hal itu pada Ayah. Dia yang menginginkanku naik tahta. Bukan aku!" Balas Luis sengit, memilih pergi dari hadapan Krum, yang amarahnya kembali meledak. Dia merasa diabaikan oleh Luis.
"Kita lihat saja, Luis. Kau tidak akan pernah bisa menjadi raja. Memimpin klan ini adalah takdirku!" Tekad Krum.
Brakkkk!!!
Sebuah pilar roboh terkena sabetan pedang hitam milik Krum. Mata pria itu seketika berubah menjadi merah.
****
Ara tampak menggembungkan pipinya, menatap hampa pada langit di atas sana, yang seolah tak mau berdamai dengannya. Sejak tadi hujan tidak berhenti mengguyur kota tempat Ara tinggal.
"Pergilah cepat. Jangan sampai terlambat."
Pesan dari Bibi Maria. Orang yang sudah bersusah payah untuk membujuk seorang CEO kenalannya, agar mencarikan pekerjaan untuk Ara.
Pada akhirnya, Ara harus mengalah pada hujan. Merapatkan mantelnya, lalu berlari menerobos hujan yang mulai mereda. Setengah jam kemudian, dia sudah masuk ke sebuah lobi kantor yang sangat besar. Cukup beruntung karena kali ini, macet mau bersahabat dengannya. Hingga taksi yang dia tumpangi bisa sampai ke kantor itu tepat waktu.
"Selamat pagi." Sapa Ara ramah.
"Ya, bisa saya bantu?"
"Saya ada janji dengan Tuan...Aiden Park."
"Tuan Aiden Park...sebentar saya lihat."
"Nona Arabella Sofia. Silahkan naik ke lantai 40 memakai lift itu. Ini kartu Anda." Ucap resepsionis itu, menyerahkan sebuah kartu ID sementara.
Ara cukup tertegun. Dia pikir akan ada drama atau masalah. Seperti yang sering dia dengar dari dua sahabatnya.
Tiiing
Pintu lift terbuka. Ara sejenak menatap ragu ke dalam kotak persegi sempit itu. Ada hawa dingin yang tiba-tiba menerpa tengkuknya, membangkitkan ketakutannya.
Ara menarik nafasnya dalam. Memegang dadanya. Di mana sebuah kalung dengan bandul permata safir, dibalut sebuah cangkang dengan ukiran tulisan kuno tergantung di cantik di sana.
Kredit Pinterest.com
"Apapun yang terjadi. Jangan pernah melepas kalung ini. Kamu juga tidak boleh menghilangkannya."
Kembali satu pesan dari Bibi Maria terngiang di telinga Ara. Sedikit ragu, Ara melangkah masuk ke dalam lift. Pintu lift perlahan menutup. Benda persegi itu langsung bergerak naik. Membawa Ara ke lantai 40.
"Dia datang," suara seorang pria berwajah tampan terdengar. Membuat pria yang satunya lagi, langsung membuka matanya yang terpejam.
"Kenapa kau harus merepotkanku dengan urusan manusia yang tidak berguna ini?" Gerutu pria itu dingin. Jelas sekali kalau dia tidak suka dengan tamu yang sedang otewe ke ruangannya.
"Oh, ayolah Luis. Bantu aku, oke. Dia perlu pekerjaan ini."
"Hanya karena ada seorang manusia yang berbaik hati pada vampir sepertimu. Kau jadi mau melakukan apa saja permintaannya. Ciihh, hyung kau sangat menyebalkan!"
"Dia sebenarnya tidak meminta. Aku hanya kasihan padanya. Dia baru bangun dari komanya. Dan tidak tahu harus harus berbuat apa" Pria yang dipanggil hyung itu beralasan.
"Lalu kau melemparnya ke sini? Kenapa kau tidak memakainya sendiri," tanya Luis sadis.
"Biar Yoon ada temannya," cengir Hyung.
"Lama-lama dia bisa diterkam Yoon. Kau tahu?"
Namun sejurus kemudian, Luis terdiam. Pria tampan itu langsung menatap Aiden, pria yang dia panggil Hyung itu. Hidungnya yang tajam langsung menangkap aroma yang begitu manis dan menggoda sedang menuju ke mereka.
"Apa dia sudah datang?"
"Kau tidak bisa mencium aromanya?"
"Tidak begitu"
Aneh, padahal Luis bisa mencium aroma Ara. Bahkan ketika gadis itu masih berada di lantai 20. Lift sampai di lantai 40. Bersamaan dengan ponselnya yang berbunyi. Aiden hanya bisa menarik nafasnya dalam.
Ara keluar dari lift dengan langkah semakin ragu. Berjalan menuju ruangan CEO yang terletak diujung lorong. Tengkuknya semakin merinding saja. Lorong itu terlihat begitu suram, membuat suasana semakin mencekam.
"Aku seperti berjalan di kuburan saja," guman Ara pelan.
Tanpa dia tahu, sepasang mata berwarna merah. Sejak tadi menatapnya lapar. Aroma darah Ara begitu menggoda. Membuat kerongkongan serasa kering, minta dipenuhi dahaganya. Tanpa Ara tahu, sepasang taring yang tajam siap menghunjam lehernya ketika satu telepati masuk ke kepalanya.
"Jangan menyentuhnya!"
"Apa yang kau lakukan disini?"
Ara hampir saja melompat. Mendengar suara dingin yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Tidak tahu darimana asalnya, tahu-tahu seorang pria berwajah dingin, berkulit pucat. Dengan raut wajah datar dan tidak bersahabat sudah berdiri di depannya.
"Ahh...saya disini atas permintaan dari tuan Aiden Park?"
Pria itu mengerutkan dahinya. Membuat kesan semakin menakutkan saja.
"Hyung, kau mengirimkan makan siang untukku?"
"Sembarangan! Jangan menyentuhnya. Suruh saja dia masuk."
Pria itu mendengus geram. Wajah sebalnya semakin kentara.
"Masuklah!" Perintah pria itu.
Pria itu berlalu dari hadapan Ara. Masuk ke sebuah ruangan yang kian membuat bulu kuduk Ara tidak karuan. Entah kenapa jantungnya berdebar tidak jelas. Dia seperti tengah berada di sarang harimau. Dengan bahaya yang bisa menyerangnya setiap saat.
"Kau datang?" Sebuah suara yang terdengar ramah bergema di telinga Ara. Gadis itu menoleh. Dan kembali dia dikejutkan dengan kehadiran seorang pria yang tidak tahu dari mana asalnya.
"Ahh saya...iya," Ara menjawab terbata.
Dia masih berusaha mengatasi rasa terkejutnya. Menurutnya ada yang aneh. Kenapa semua orang di lantai ini, seperti muncul tiba-tiba. Mereka seperti datang dari udara, entah dari mana. Tiba-tiba sudah ada di depan Ara.
Aiden sejenak terdiam. Menatap Ara yang begitu cantik.
"Luis benar. Aroma gadis ini benar-benar menggoda. Sangat berbahaya. Pantas saja Yoon, hampir lepas kendali."
"Kau merasakannya kan, Hyung?" Suara Yoon terdengar di kepala Aiden.
"Dia spesial."
"Untukku saja!
"Enak saja!" Umpat Aiden.
"Tidak masalah, aku masih bisa mengendalikan diri. Tapi tidak tahu dengan Lucas."
Aiden langsung mengumpat dalam hati. Dia lupa, mereka masih punya Lucas, yang begitu berbahaya jika sudah berhadapan dengan wanita cantik. Terlebih, wanita itu memiliki aroma darah semanis Ara.
"Ada yang salah, tuan Park?" Pertanyaan Ara membuyarkan telepati Aiden dan Yoon.
"Siapa yang mengizinkannya masuk?" Satu suara dingin terdengar di belakang Ara.
Kali ini sumpah demi apapun. Ara ingin sekali lari dari sana. Rasa takutnya sudah sampai level tertinggi. Aura dominasi yang kuat. Suaranya yang terdengar dingin dan kejam, membuat Ara benar-benar ketakutan.
"Kau menakutinya, Luis," ucap Aiden.
Sedang Luis langsung terdiam. Sejenak menatap Ara dari belakang. Tubuh ini, dia jelas mengenalnya.
"Dia bosmu, Ara."
Deg,
"Ara? Kau memanggilnya Ara, Hyung?" Luis bertanya.
"Kenapa? Kau mengenalnya?"
Luis hanya diam, pria itu semakin tidak bisa bicara ketika Ara berbalik. Hingga terlihatlah wajah cantik milik Ara.
"Ini tidak mungkin dia kan?" Batin Luis.
"Kau mengenalnya?" Rasa ingin tahu Aiden, Luis abaikan. Pria itu benar-benar tidak percaya. Melihat Ara yang berdiri di depannya.
Pun dengan Ara. Gadis itu meski tampak ketakutan. Tapi wajah Luis sepertinya sangat dia kenal. Wajah pria itu seperti punya kedekatan khusus dengannya.
"Siapa dia?" Suara batin Ara membuat Luis dan Aiden saling pandang.
"Kau mengenalnya?" Tanya Aiden pada Ara. Dia bosan bertanya pada Luis yang sejak tadi mengacuhkannya.
"Tidak. Hanya saja, wajahnya begitu familiar. Saya seperti sudah pernah bertemu dengannya. Tapi tidak ingat di mana," jawab Ara. Takut melihat pada Luis yang tengah menatapnya tajam.
"Aku tidak bisa menemukan masa lalunya. Siapa dia?" Batin Luis.
***
Karya baru, kali ini author membawa BTS sebagai insirasi karyaku. Semoga kalian suka. Dan V aku pilih sebagai lead male-nya. Sudah tahu dong kenapa? Sebab dia tampan 😍😍😍
Kredit Pinterest.com
Luis Alexander Verona,
Abaikan sifat asli V yang petakilan di dunia nyata,
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Cari Perhatian
entah kenpa sy bacanya jd "ara ara"
2023-12-08
2
lili permata
Aaaaaahhh TAETAAAAEEEE 🤩🤩🤩
2023-06-01
1
Rangrizal28
kayaknya seru,dalam dunia perfampiran
2023-05-24
1