Ara hanya bisa menatap Hans heran sekaligus takut. Ketika pria berwajah imut itu memijat kakinya.
"Diam!" Desis Hans. Sejak tadi Ara sibuk berjengit.
"Dokter galak bener," gerutu Ara.
"Luis, bisa kau gigit dia biar diam," Hans berucap santai. Ucapan Hans sukses membuat Ara merapatkan kerah kemejanya, sedang yang lain hanya bisa mengulum senyumnya.
Hans sekuat tenaga untuk mengendalikan diri. Karena aroma darah Ara benar-benar membuatnya pusing kepala.
"Tanganmu dingin kayak es," Ara berucap karena Hans kembali menarik kakinya.
"Kami vampir, tubuh kami memang dingin," Aiden menjawab.
"Tidak bisa hangat?"
"Bisa, jika kau hangatkan," Hans yang menjawab.
"Sudahlah." Ara menarik kakinya. Begitu mendengar ucapan random Hans.
"Kalau besok tidak bisa jalan. Jangan merengek," Hans berlalu dari hadapan Ara. Mengambil duduk di samping Ara, lalu mengambil gelasnya dan meminumnya.
Ara langsung memejamkan matanya. Sambil memegangi perutnya. Yang mulai terasa mual.
"Kenapa?" Tanya Yoon. Dia suka melihat wajah Ara yang gabungan antara takut, frustrasi juga terintimidasi.
"Itu red wine kan?" Tanya Ara ngeri, melihat Yoon memutar-mutar gelasnya santai lalu meminumnya.
"Darah golongan O...mau coba," goda Yoon.
Ara langsung membekap mulutnya sendiri. Muntah hampir dia rasakan.
"Kalian menakutinya," Aiden bersuara.
"Kalian bohong. Kalian bukan vampir!" Ara berusaha mengingkari apa yang sudah jelas dia dengar.
Mendengar ucapan Ara. Luis langsung berdiri lalu meraih tangan Ara. Menariknya pergi dari tempat itu.
"Jangan kasar-kasar Luis," Hans memperingatkan.
"Kau mau membawaku kemana?" Tanya Ara setengah menyeret kakinya. Yang masih terasa sakit. Mengimbangi langkah lebar Luis.
"Sedikit memberimu bukti kalau kami benar-benar vampir," jawab Luis tegas.
Sedetik kemudian keduanya sudah berada di sebuah atap gedung. Berdiri di tepi atap gedung itu. Ara langsung berteriak, memeluk leher Luis, takut jatuh.
"Luis jangan membunuhku," rengek Ara.
"Kau tidak bertanya bagaimana kita bisa sampai ke sini?"
Ara seketika sadar.
"Kau...."
"Sudah kubilang aku, kami bisa menghilang. Dan muncul di manapun sesuka kami," bisik Luis di telinga Ara.
Ara terdiam. Masih mencerna ucapan Luis.
"Kau sudah melihatnya dua kali. Masih tidak percaya?"
"Ini mustahil," Gumam Ara.
"Ada banyak hal lain yang menurutmu mustahil tapi kami bisa melakukannya," lagi Luis berucap.
"Aku tahu kau takut. Tapi percayalah. Bangsa kami sudah lama mulai mencari cara lain untuk bertahan hidup tanpa membunuh manusia. Contohnya seperti tadi. Kami memang tetap minum darah...."
"Jadi itu tadi benar darah....huwek...." Ara hampir saja muntah jika Luis tidak memeluknya. Mengalihkan rasa mual Ara menjadi rasa terkejut. Meski tubuh Luis dingin tapi pelukannya terasa hangat.
"Kami membeli darah dari bank darah. Seperti Yoon bilang. Kami bisa memilih golongan darah yang ingin kami minum."
"Stop bicara soal darah. Perutku mual."
"Lalu?"
"Aku tidak percaya."
Luis menarik nafasnya.
"Sifat tidak percayaannya tidak berubah," batin Luis.
"Apa kau bisa terbang?" Tanya Ara tiba-tiba.
"Kenapa?"
"Dalam film, vampir bisa terbang. Apa kau juga bisa?" Tanya Ara antusias. Ini hal terakhir untuk mematahkan anggapan Ara soal mereka adalah Vampir.
Mendengar ucapan Ara yang seperti tantangan. Luis hanya tersenyum.
"Kau ingin terbang seperti ini?" Ucap Luis mulai meluncur turun. Sejurus kemudian sepasang sayap hitam yang kokoh muncul di punggung Luis.
"Tidak mungkin!" Ara berteriak, semakin erat memeluk tubuh Luis.
"Kau itu sudah tahu takut ketinggian. Masih sok menantangku terbang," gerutu Luis. Berputar beberapa kali sambil mengepakkan sayap lebarnya.
"Luis, turunkan aku!" Pinta Ara hampir menangis, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Luis.
****
Wajah Ara terlihat pucat. Gadis itu sudah duduk memeluk lututnya di kamarnya. Dia jelas tidak percaya. Selama sebulan ini. Dia bekerja dengan sekumpulan vampir tampan.
"Hiiiii!!" Ara bergidik ngeri, tapi kemudian dia melirik ke kiri dan kanannya.
"Aku seperti orang yang kena teror," Ara bergumam. Pada akhirnya dia sadar jika mereka bisa membaca pikirannya. Bisa muncul di hadapannya.
"Aku pikir, aku benar-benar gila!" Ara berteriak lalu membungkus tubuhnya dengan selimut, mencoba tidur.
Tanpa dia tahu, diujung sana Luis tersenyum. Diikuti yang lain.
"Dia pikir, dia mulai gila," Seloroh Aiden.
"Tourmu kurang komplit. Seharusnya kau membawanya melihat Lucas saat melakukan donor darah," saran Hans.
"Dan kau ingin, dia muntah di depannya. Yang benar saja. Itu menjijikkan," umpat Luis.
P
"Dia kan pacarmu...."
"Lalu?"
"Kalau kau tidak mau mengurusnya. Aku bisa mengurusnya," seringai Hans penuh misteri. Dan sebuah tatapan maut langsung Hans terima. Namun pria itu hanya nyengir menunjukkan senyum manisnya. Tanpa takut sedikitpun.
"Aku penasaran dengan kisah kalian," Yoon berucap kepo.
"Kenapa aku jadi berpikir kalau kau jadi sangat cerewet akhir-akhir ini," Luis berkata dingin pada Yoon.
"Hanya ingin tahu," jawab Yoon singkat.
"Begini ni kalau dua kulkas berjalan bertemu. Saling menghangatkan," Aiden mengutarakan pendapatnya.
"Jangan menyentuhnya!" Desis Luis.
"Itu hanya istilah Luis," Aiden menenangkan.
Hening sejenak.
"Dia juga tidak tahu siapa aku di awal kami bertemu. Aku hanya melihatnya begitu cantik saat tersenyum. Senyum paling tulus dari hati yang pernah aku lihat setelah senyum ibuku," Luis menjeda ceritanya.
"Aku jadi seperti stalker setelah bertemu dengannya. Sedikit menggunakan kemampuan darah campuranku," Luis menarik satu ujung bibirnya. Mengingat ulahnya di masa lalu.
"Apa kau diam-diam mengintipnya?" Ledek Yoon.
"Aku hanya mengikutinya saat dia keluar rumah. Kami benar-benar menjadi dekat ketika aku terluka saat menolong dirinya dari serangan perampok," cerita Luis.
"Apa kau langsung menceritakan siapa dirimu?" Hans bertanya.
"Dua bulan setelah kami dekat. Aku bercerita padanya soal siapa aku. Dan surprise-nya dia tidak takut sama sekali."
"Bagaimana bisa?" Yoon semakin kepo. Ini benar-benar bukan sifat Yoon. Namun mengetahui masa lalu seorang Luis Alexander Verona adalah hal langka.
"Dia bilang, dia pernah bertemu seseorang. Dan orang itu berkata, dia akan bertemu manusia spesial. Manusia yang tidak sama dengannya. Sedikit berbeda. Tapi dia sangat baik. Dia tidak akan pernah mencelakaimu."
"Siapa orang itu?" Aiden berguman lirih.
"Mungkin peramal. Bukankah di zaman itu peramal masih exist," Hans menambahkan.
"Bisa jadi. Ara dulu juga pernah bilang. Kalau pernah membaca soal makhluk seperti kita. Dan darah campuran tidak berbahaya kecuali saat bulan purnama," kembali Luis menjeda ceritanya.
"Dia beberapa kali menawarkan diri untuk menjadi donor untukku. Tapi aku menolak. Sebab ibuku, pasti sudah membawaku pergi sehari sebelum malam purnama. Dan dia yang selalu aku jadikan mangsa," kenang Luis perih.
Mata pria itu terlihat berkaca-kaca. Setiap kali melihat wajah ibunya saat dirinya mulai menunjukkan taringnya.
"Ambillah sebanyak yang kau mau, Nak."
Begitulah ucapan sang ibu, setiap kali Luis menancapkan taringnya di leher wanita yang telah melahirkannya itu. Luis selalu menangis tiap kali melakukannya. Tapi dia juga tidak punya pilihan. Rasa dahaga itu seakan menyiksanya. Membakar seluruh tubuhnya. Hingga ketika dia meminum darah, barulah rasa itu akan menghilang.
"Maafkan aku, Ibu," bisik Luis tanpa sadar.
Dia jelas merasa bersalah di masa lalunya. Dulu dia kehilangan dua wanita yang paling dia cintai dalam hidupnya. Tapi sekarang, setidaknya dia berhasil menemukan Ara. Aaahh tidak, gadis itu yang datang sendiri padanya.
Untuk ibunya, dia tidak tahu apa yang terjadi dengannya sejak kejadian malam itu. Ara dan sang ibu menghilang tanpa jejak. Jika Ara kembali dalam keadaan baik-baik saja. Luis berharap jika sang ibu, suatu hari nanti juga bisa kembali padanya. Meski itu mungkin mustahil.
Tapi apa salahnya berharap. Sebab Luis tidak pernah menemukan jasad ibunya. Bahkan ketika dia sudah menjadi vampir sepenuhnya. Kemampuannya tidak pernah bisa menemukan keberadaan jasad sang ibu.
"Aku selalu menyesali sepenggal kisahku di masa lalu. Dimana aku begitu lemah. Hingga tidak bisa melindungi kalian. Dua wanita yang paling berharga dan paling kucinta dalam hidupku. Ibu dan Ara."
Batin Luis, menatap jauh melalui jendela kamar mewahnya yang selalu tertutup tirai tebal.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Sandisalbiah
mungkinkah Luas adalah adik kuis yg tidak dia ketahui...?
2023-10-26
1