Ara melihat keluar jendela kafe Paul. Tempat di mana setiap pagi, Ara menghabiskan waktunya di sana. Sebelum pergi ke kantor. Pikirannya lagi-lagi kosong. Di hadapannya satu cup latte sudah tinggal separuh. Juga satu porsi sandwich yang belum disentuh.
Meski kafe Paul belum sepenuhnya buka. Tapi pria itu berbaik hati mau membuatkan sarapan untuk Ara setiap hari.
"Melamun lagi," Sentak Paul, membuat Ara kembali ke alam sadarnya.
"Jangan kebiasaan melamun. Sudah seperti kulkas ditambah tukang melamun. Plus ceroboh, astaga Ra. Waktu kamu bangun, apa kamu meninggalkan setengah isi kepalamu di sana," celoteh Paul.
Ara hanya menatap tajam pada Paul. Tanpa sepatahkata pun sebagai balasan atas ocehan Paul yang panjang dan lebar itu.
"Ampun deh. Bener-bener...isi kepalamu tinggal setengah," gerutu Paul.
Pria itu hanya mendengus kesal diabaikan oleh Ara. Meminum kopi dari cupnya sendiri. Ditatapnya Ara yang tengah memakan sandwichnya. Lagi, dengan tatapan kosong.
Paul menjentikkan jarinya di depan Ara, hingga gadis itu berjingkat kaget.
"Apaan sih? Ditemenin sarapan. Malah ditinggal traveling ke mana-mana."
"Paul, apa kamu percaya ada makhluk lain selain kita di dunia ini?" Tiba-tiba Ara bertanya.
"Hantu maksudmu? Seperti yang ada dirumahmu?"
"Tidak melulu hantu. Kan aku bilang makhluk lain...seperti vampir misalnya...." Ara berucap ragu.
Dia tidak lupa soal kejadian semalam. Soal Luis, sang atasan yang bisa bertarung dengan kekuatan yang menurutnya tidak dimilki manusia pada umumnya. Juga makhluk maut dengan semuanya yang terbuat dari api. Luis memanggilnya Tera. Soal Tera yang menyebut Luis, makhluk penghisap darah. Apalagi kalau bukan vampir yang Tera maksud.
"Vampir? Kau bertemu mereka atau kau malah salah satu dari mereka?" Paul bergidik ngeri menatap ke arah Tasya.
"Kau mulai gila ya. Aku manusia!"
"Lalu berarti kau bertemu mereka?"
"Ahh, itu...aku hanya pernah dengar cerita," kilah Ara.
"Kalau menurutku. Memang ada makhluk lain selain kita. Dan aku percaya itu. Meski aku belum pernah melihatnya atau bertemu mereka..idih ogah ah ketemu mereka. Nanti mereka menggigitku. Mati aku," kembali Paul berkicau. Meski ada yang janggal dalam ucapan Paul, pria itu sepertinya tak sungguh-sungguh ketakutan.
"Lalu pendapatmu soal mereka apa? Apa kau akan mengabaikannya atau bertindak baik pada mereka?"
"Tergantung apa yang mereka lakukan. Kalau baik ya aku tidak masalah. Kalau mereka jahat .....ya aku lari. Nggak mungkin dong aku melawan mereka. Yang ada nanti aku tinggal nama, habis reunian sama mereka," jawab Paul.
"Begitu ya," sahut Ara singkat.
"Apa kau mencurigai seseorang di dekatmu adalah vampir?" Ara terdiam. Tidak berani menjawab.
"Kalau dia baik padamu, tidak masalah kau berteman dengannya. Ada banyak jenis manusia. Baik, buruk, jahat, cuek, dingin seperti dirimu...dan itu berlaku juga untuk mereka. Jadi it's okay untuk membaur dengan mereka. Tapi tetaplah berhati-hati jika sedang bersama mereka. Sebab secara alami, kita adalah makanan mereka. Meski sudah banyak cerita dari mereka yang "mengenal" vampir. Mengatakan kalau mereka tidak lagi memburu kita sebagai makanannya. Mereka mengalihkannya kepada binatang dalam hutan. Atau membeli dari bank darah," Paul bercerita.
"Tahu dari mana kamu?"
"Internet," cengir Paul.
"Dan kamu percaya?"
"Sedikit, sebagai bahan referensi," senyum Paul konyol.
"Dasar Paul. Ditanya serius malah dia jawab selengekan!" Maki Ara berlalu dari hadapan Paul. Hingga kemudian dia merogoh tasnya. Mencari sesuatu.
"Apalagi sekàrang?" Tanya Paul kesal. Kemarin ID Card. Kemarinnya lagi kunci rumah.
"Dompetku!" Pekik Ara.
"Ammppuuuunnn, ada ya orang seceroboh kamu!" Maki Paul ganti.
***
"Kenapa dia?" Tanya Luis.
"Dompetnya ketinggalan," balas Yoon.
"Kenapa kau tanya padaku? Kan kau bisa membaca pikirannya," galak Yoon.
"Dia lagi mode curiga padaku," sahut Luis.
"Soal?"
"Semalam. Aku tidak menghilangkan ingatannya. Jadi dia jelas ingat kejadian semalam. Soal Tera..yang menyebutku makhluk penghisap darah. Dan dia mendengarnya."
"Kenapa kau tidak menghapus ingatannya." Yoon heran dengan sikap Luis.
"Aku tidak ingin menyembunyikan apapun darinya. Sama seperti dulu," Luis menjawab setelah menarik nafasnya.
"Kau siap dengan resikonya? Jika dulu kau hanya akan berubah tiap malam bulan purnama seperti manusia serigala. Sekarang kau bisa melahapnya setiap saat."
"Aku pernah mengalaminya Yoon. Aku mencintainya, dari dulu sampai sekarang. Sampai kapanpun. Dan aku sadar. Dengan keadaanku yang sekarang. Sangat mustahil bagi kami untuk bersatu. Karena itu, aku hanya akan melalukan satu hal. Selalu berada di sisinya. Juga melindunginya."
"Ada satu jalan jika kalian ingin bersatu."
"Mengubahnya menjadi sepertiku? Aku pikir tidak. Kita tahu rasanya menjadi makhluk ini. Selain keabadian, apa lagi yang kita dapat selain rasa tersiksa jika kita tengah kehausan. Bagi kita yang uang banyak. Kita bisa membeli, tapi bagi mereka yang tidak seperti kita. Apa yang bisa mereka lakukan. Mencari mangsa lalu meminum habis darahnya. Lalu kantor pusat akan memburunya. Sama saja."
"Kau salah Luis. Justru karena kita diberi keabadian. Kita bebas menentukan kapan waktunya kita untuk berhenti." Pendapat Yoon langsung membuat Luis tertegun.
Dia lupa dengan hal itu.
"Akan sangat mudah untuk mengakhiri hidup kita. Kita tinggal membuka tirai dan bisa kau rasakan tubuhmu perlahan terbakar dan berubah menjadi abu," Lagi Yoon berucap.
Kali ini Luis benar-benar terdiam. Yoon sungguh teliti dalam segala hal.
***
"Ini, darinya"
Ara terdiam. Melihat Yoon yang meletakkan paperbag dihadapannya.
"Makan siang?" Kata Yoon lagi. Tahu isi kepala Ara.
"Apalagi? Kau ketinggalan dompet kan?"
Yoon mulai emosi karena Ara hanya diam saja. Tanpa menjawab plus wajah datarnya membuat pria itu naik darah.
"Kulkas berjalan volume satu dan volume dua," ucap Luis terkekeh dalam pikiran Yoon.
"Makan...jangan tidak dimakan!" Yoon bertitah lantas berlalu masuk ke ruangannya. Tapi muncul di hadapan Luis.
"Kesal tidak?" Luis bertanya dengan Yoon memanyunkan bibirnya.
"Jangan membahasnya lagi," ujar Yoon kesal.
"Ya...ya....baru percaya kan kalau dia ceroboh."
"Apa dia dulu seperti itu?" Yoon penasaran.
"Iya, tapi tidak separah sekarang. Dia kan tuan putri dulunya. Punya banyak pelayan," kenang Luis sambil memeriksa pekerjaannya.
"Jadi sekarang dia menjalani kehidupan yang terbalik dengan dulu," gumam si asisten.
"Boleh dibilang begitu. Hanya satu yang tidak berubah."
"Apa?"
"Dia tetap cantik...." Luis nyengir ke arah Yoon, hingga sang asisten menatap jengah pada Luis.
"Dan juga pintar."
"Yang itu aku setuju. Baru tiga minggu dan dia sudah menguasai semua yang aku ajarkan padanya," puji Yoon.
"Kau memuji orang, Yoon."
"Aku selalu berkata apa adanya," Yoon berkilah.
Yoon memang seperti itu. Irit bicara jika tidak perlu. Tapi semua ucapannya adalah nyata, juga konsisten. A ya A. B ya B.
Hingga tiba-tiba Hans muncul di hadapannya.
"Aku pikir kau ingin bicara sesuatu." Hans berujar.
"Kau pintar sekali."
"Aku gitu loh," narsis Hans.
"Haish, kau ini sama dengan Lucas," Yoon berucap.
"Sama narsisnya. Lain tidak. Aku heran, Lucas itu imut, tapi perempuan banyak yang suka."
"Memang kau tidak imut?"
"Aku ini macho. Lihatlah," Hans berucap menunjukkan tubuh kekarnya.
"Lucas pandai membawa diri. Kau tidak," Yoon menyahut.
"Yang itu kau benar. Oke, kau mau bicara apa?" Hans kembali pada tujuannya.
"Tolong pasien bernama Ailee," pinta Luis.
"Ailee Baker?" Hans bertanya. Dan Luis mengangguk.
"Kanker kelenjar getah bening. Stadium 2. Mulai menyerang paru-paru. Luis ini sulit," Hans beralasan.
"Lakukan saja semampumu. Setidaknya kau sudah berusaha menyembuhkannya," Luis menyahut.
"Siapa lagi dia?" Yoon kepo.
"Adik Erika Baker. Teman Ara."
"Kau serius dengannya?"
"Sejak dulu lagi aku serius dengannya."
"Ada tidak istilah vampir bucin," gelak Hans.
"Tidak ada ya, kita adakan. Gampang," kata Yoon.
"Ha ...ha...pangeran vampir bucin."
"Diam kau!" Bentak Luis. Hans terkekeh tertahan.
"Luis kau dengar aku?" Suara Aiden terdengar di kepala Luis.
"Ya...ada apa?"
"Ada yang terjadi dengan bibi Melia."
Luis langsung berdiri dari duduknya. Sejenak visual dari Aiden berputar di kepalanya. Saat pria itu memejamkan matanya.
"Sherpa...."
Hans dan Yoon langsung menatap Luis. Yang wajahnya berubah marah dan panik. Sejurus kemudian, pria itu langsung keluar dari ruang kerjanya.
"Sherpa mulai exist," kata Hans.
***
Kredit Instagram.com
Evander Hans,
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
💖 sweet love 🌺
ceritanya bagus Thor, cuma visualnya jd kurang greget gk menyatu sama cerita rasa q..
mgkn lebih baik pake visual2 film2 vampir..
2023-08-11
1