Ara terbangun dari tidurnya. Merasa seseorang telah mencium dirinya. Gadis itu pelan menyentuh bibirnya.
"Itu tadi apa? Apa aku sedang bermimpi?" gumam Ara pelan. Lalu melangkah masuk ke kamar mandi. Mencuci muka. Saat itulah samar bayangan Luis terlihat. Namun bayangan itu kembali menghilang ketika Ara kembali dari kamar mandi.
"Kenapa rasanya seperti di kantor sih. Takut." Ucap Ara sambil menyentuh lehernya. Tepat saat itulah Luis melihat kalung Ara.
"Itu Batu Penyegel Aura," desis Luis. Pantas saja, dia tidak bisa mengetahui apapun soal Ara. Sebab batu safir biru dengan mantra kuno itu, akan menyegel aura, pikiran bahkan kekuatan yang dimiliki si empunya kalung.
Batu Penyegel Aura hanya diberikan kepada mereka yang tidak bisa mengendalikan kekuatan mereka atau untuk mencegah musuh mengetahui lebih banyak soal si pemakai kalung.
"Kau benar-benar membuatku semakin curiga. Sekaligus ingin tahu, siapa kau," batin Luis lalu menghilang dari kamar Ara. Diiringi hembusan angin yang menerbangkan tirai di kamar Ara.
"Darimana saja kau?" Tanya Aiden.
Melihat Luis yang tiba-tiba muncul di ruang tengah. Tempat mereka biasa berkumpul. Luis, Yoon, Lucas dan Aiden memang tinggal di satu rumah. Atau lebih tepatnya sebuah mansion. Ditambah terkadang Hans, yang seorang dokter ikut tidur di mansion itu.
"Dia baru saja mengunjunginya." Yoon berucap.
"Pantas saja. Aku mencium aromanya di ruangan ini," sahut Aiden.
Sementara Luis hanya diam. Mendengar ocehan dari sahabatnya itu. "Apa yang kau temukan?" Aiden bertanya langsung.
"Dia memakai Batu Penyegel Aura," jawab Luis sambil menikmati minumannya.
"Pantas saja. Aromanya hanya tercium setengah..."
"Seperempat," Luis memotong cepat.
"Kalau dia memakai Batu Penyegel Aura, apa tujuannya?"
"Tentu saja menghindari dia diburu oleh bangsa kita." Yoon menyahut.
"Atau untuk menyembunyikan siapa dirinya yang sebenarnya." Luis memberikan analisanya.
"Batu Penyegel Aura hanya ada dua. Satu ada pada Ara. Satu lagi aku tidak tahu ada dimana. Batu itu hanya bisa diberikan olehTetua Agung dari Kastil Putih di wilayah bukit Suci bagian Utara." Aiden menutup ceritanya.
"Ini benar-benar menarik." Yoon memberikan pendapatnya.
"Aku pikir sejak awal, keberadaan Ara sudah diprediksi akan membawa sedikit "kekacauan". Jadi mereka memberikan perlindungan ekstra padanya."
"Yang aku ingin tahu adalah, apakah aku harus merusak batu itu untuk mengetahui siapa dia." Tanya Luis cepat.
"Jangan gegabah Luis. Sekali kau merusaknya, auranya akan menyebar. Dan bisa kau bayangkan apa yang akan terjadi jika itu kau lakukan. Aromanya harus dilawan dengan aroma yang sama kuat dengannya."
"Lalu solusimu apa Hyung?" Yoon bertanya.
"Besok aku akan mengunjungi panti. Aku akan bertanya pada bibi Maria."
"Lah kenapa tidak bilang dari kemarin jika solusinya semudah itu." Yoon protes.
"Aku akan ikut. Jika dia menolak menjawab. Aku bisa menerobos pikirannya." Luis memberi pertimbangan.
"As you wish, My Prince," jawab Aiden. Luis seketika memutar matanya jengah. Pria itu meneguk minumannya sampai habis. Lalu melangkah menuju tangga.
"Bilang pada Hans, jika aku menginginkan darah AB minggu depan," pinta Luis.
"Stock kosong, Prince," Hans menjawab.
"Menyebalkan!" Luis mengumpat, lalu menghilang.
"Aku pikir, Luis tertarik pada Ara." Yoon menganalisa.
"Dia sangat merindukan kekasihnya. Sekilas wajah mereka sama." Aiden menyahut.
"Kau tidak bisa menerobos lebih dalam lagi?" Yoon kepo.
Dan Aiden menggeleng.
"Cinta oh cinta kenapa kau begitu rumit" Seloroh Yoon. Dia tahu, Luis menjadi dirinya yang sekarang karena urusan cinta di masa lalu yang belum selesai.
"CLBK ya Hyung?"
"Apa itu?"
"Cinta lama belum kelar." Cengir Yoon.
"Jangan bergosip! Cepat tidur!"
Dua orang itu saling pandang dan tersenyum. Mendengar suara Luis di pikiran mereka.
"CCTV-nya masih menyala," gumam Yoon.
"Aku dengar itu, Yoon!"
"Uupppss."
****
Ara tersenyum tipis. Melihat Erika dan Paul sudah menunggunya, di kafe tempat Paul bekerja.
"Aku terkejut ketika kau menghubungiku. Kupikir masih bulan depan kau membelinya." Seloroh Erika.
"Aku dapat fasilitas dari kantor" Jawab Ara sumringah.
"Wah, baru kali ini aku dengar ada kantor yang memberikan fasilitas ponsel dan laptop pada karyawannya," sahut Paul.
"Mungkin mereka tahu kalau aku miskin," ujar Ara santai.
"Haiisshh, kau ini. Ya sudah mari kita belajar menggunakan semua benda ini." Erika menyemangati Ara. Pun dengan Paul yang langsung mengajari Ara menggunakan laptopnya.
Sementara itu, Aiden dan Luis telah sampai di depan panti asuhan. Kali ini mereka memakai mobil. Biasanya mereka main hilang dan muncul saja.
"Aku benci jadi ribet begini." Gerutu Luis.
"Mau bagaimana lagi." Aiden menjawab pasrah.
Keduanya masuk ke halaman panti. Di mana banyak anak-anak yang sedang bermain.
"Kak Aiden...."
Teriak anak-anak itu. Sepertinya mereka cukup dekat dengan Aiden.
"Haloo cantik, bisa kakak minta tolong. Ambilkan hadiah yang ada di kursi belakang dan bagasi mobil Kakak." Pinta Aiden ramah.
Anak-anak itu langsung bersorak kegirangan. Mereka berebut berlarian menuju mobil Aiden.
"Kau seperti sudah biasa melakukan ini."
"Untuk mengurangi harta." Bisik Aiden. Luis memutar matanya malas. Harta mereka memang tidak akan pernah habis. La wong kerja terus.
Aiden mengajak Luis masuk ke bagian dalam panti. Dimana seorang wanita muda menyambut mereka begitu melihat Aiden.
"Tuan Park..." Sapa wanita itu.
"Selamat siang, Mona. Bibi Maria ada?" Tanya Aiden tanpa basa basi.
"Ada di tempat biasa, Tuan Park."
"Kami akan ke sana," pamit Aiden.
"Dia ada hati denganmu."
"Sayangnya aku tidak punya hati."
"Kau kejam sekali."
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Aku, ya seperti ini."
Luis mengabaikan pandangan penuh kekaguman pada dirinya. Juga berbagai aroma darah yang tercium oleh hidungnya.
"Banyak makanan di sini."
Aiden hanya tersenyum mendengar isi pikiran Luis. Siapa juga yang tidak terpesona dengan ketampanan Luis dan Aiden.
Keduanya tiba di sebuah ruangan. Aiden tahu jelas jika Bibi Maria ada di dalam. Tapi Luis yang sangat peka, merasakan ada hawa lain di dalam sana. Hawa dari masa lalu yang begitu kuat.
"Kau datang, Aiden." Sapa bibi Maria.
"Ya, Bi. Aku datang bersama temanku." Aiden memperkenalkan Luis yang langsung menundukkan kepalanya.
"Dia tidak tahu apa-apa."
"Kita belum mencobanya."
"Maksud kedatangan kami kemari. Kami ingin tahu soal Ara. Siapa dia sebenarnya?"
"Apa dia menimbulkan kekacauan?" Tanya bibi Maria panik.
"Tidak atau lebih tepatnya belum. Karena itu kami perlu tahu siapa dia. Agar kami bisa mengurangi kekacauan yang mungkin terjadi." Kali ini Luis berucap.
Bibi Maria menatap Luis cukup lama. Bisa dia lihat jika Luis sama dengan Aiden.
"Aku tahu kalian baik. Tapi masalahnya aku sendiri tidak tahu, detail siapa Ara sebenarnya."
"Kalau begitu pertemukan kami dengan dia." Pinta Luis.
"Kau...."
"Aku tahu dia yang tahu semuanya soal Ara. Dia ada di dalam."
Aiden langsung menatap Luis tajam.
"Kami tidak akan melukainya. Jangan khawatir."
Sejenak Maria terdiam. Sejenak menimbang. Hingga satu suara, membuat Luis membulatkan matanya.
" Maria...biarkan dia masuk. Aku perlu bicara padanya."
"Dia...."
Luis dan Aiden saling pandang. Tidak mungkin itu dia. Dia yang Luis tahu, ikut menghilang bersama tubuh Ara malam itu.
Tunggu, menghilang belum tentu lenyap atau meninggal. Luis segera menerobos masuk. Tanpa menghiraukan panggilan Aiden. Di dalam, pria tampan itu langsung terkejut.
"Apa ini benar kau...Bibi?"
Tanya Luis tidak percaya. Sedang wanita di hadapan Luis langsung tersenyum bahagia. Melihat Luis berdiri di hadapannya.
"Senang bisa bertemu lagi denganmu, tuan muda Verona."
"Akankah tebakanku benar?" Luis bertanya dalam hati.
***
Visual Aiden Park,
Kredit Pinterest.com
Mas Ganteng, Worl Wide Handsome, Kim Seokjin 😍😍😍
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Sandisalbiah
Hoho.. kapten Seokjin... siganteng yg calm..
2023-10-26
1
IG: @sskyrach
"
2022-09-17
0
IG: @sskyrach
kak aku saranin setelah titik kasih tanda petik
2022-09-17
1