Hellas nampak menuruni tangga masuk ke sebuah tempat seperti kolam renang. Ruangan itu terlihat berpendar dengan berbagai macam warna di dalamnya. Membuat ruangan itu tampak bercahaya terang.
Kredit Pinterest.com
Hellas melambaikan tangannya, membentuk pola sihir berwarna hijau. Sejenak dia berhenti. Sambil merapalkan sebuah mantra kuno. Ketika dia selesai melambaikan tangan. Dan pola sihir itu selesai terbentuk. Terdengar bunyi "byur" yang berasal dari dalam kolam, yang airnya dibuat seolah mengalir dari ujung ruangan.
Ketika bunyi "byur" itu terdengar. Sebuah peti nampak melayang keluar dari dalam kolam itu. Lantas berhenti tepat di hadapan Heĺlas. Tetap melayang. Hingga pria itu tidak perlu menunduk untuk melihat isinya.
"Apa kabarmu, Sayang?" Sapa Hellas pada seseorang yang tengah tertidur di sana.
Seorang wanita terbaring di dalam peti. Meski terlihat pucat. Namun kecantikan masih terpancar dari wajah wanita, yang matanya sejak tadi setia terpejam. Dan tidak ada tanda-tanda jika wanita itu akan membuka matanya.
"Apa kau tahu? Dia sudah bangun. Sebentar lagi kau juga akan bangun." Bisik Hellas lembut di wajah wanita itu.
"Luis pasti bisa membawanya ke sini. Untuk membangunkanmu. Aku sudah lama menunggu hari itu tiba. Aku sangat merindukanmu...."
Hellas menelan ludahnya. Tenggorokannya terasa tercekat. Dia tiba-tiba seperti tidak bisa bicara.
"Maafkan aku Aira, karena keserakahanku kalian semua menjadi korban. Bahkan sampai detik ini. Rasa serakah itu masih menguasaiku. Hingga aku ingin memiliki kalian semua di sisiku. Membuat Luis dan Krum saling bertengkar tiap kali bertemu. Dan putra bungsumu. Yang bahkan kau sendiri tidak tahu kalau dia ada di dunia ini. Harus menjalani hidup dengan identitas orang lain. Tanpa dia tahu kalau dia punya seorang kakak."
Hellas menangis. Dia begitu tersiksa melihat wanita yang terbaring di hadapannya. Dia tahu semua adalah kesalahannya. Hingga wanita ini menjadi seperti ini. Hidup tapi tak terlihat hidup. Mati tapi jantungnya masih berdetak. Hidup tidak, matipun belum. Dunia modern menamainya koma.
Tapi rumah sakit juga bukan tempat yang tepat untuk wanita. Karena dia adalah makhluk abadi sepertinya.
****
"Antarkan padanya jika kau sudah selesai mengerjakannya." Perintah Yoon yang hanya mendapat anggukan kepala dari Ara.
"Juga yang ini, selesaikan sebelum kau pulang hari ini." Kembali satu anggukan kepala, Yoon dapat dari Ara.
"Kenapa kau?" Tanya Luis yang melihat manyun Yoon. Pria itu terlihat masuk melalui pintu lalu duduk dihadapan Luis.
"Sekretaris barumu seperti kulkas berjalan." Gerutu Yoon.
"Kenapa kau sewot? Kau tahu, seperti itulah dirimu saat orang lain mengajakmu bicara." Balas Luis.
Yoon mendengus geram.
"Sesama kulkas berjalan jangan saling bertengkar." Lagi ucapan Luis membuat Yoon semakin kesal.
"Kalian menyebalkan!"
"Seperti dia tidak saja."
"Haiisshhh!" Yoon menyambar satu berkas dari hadapan Luis. Lalu menghilang dari hadapan bosnya.
"Jangan main muncul hilang, Yoon."
"Terserah padaku!" Jawab Yoon di dalam kepala Luis.
Tak berapa lama, pintu ruangan Luis terbuka. Melirik ke kanan dan kiri.
"Apa yang kau cari?"
"Kak Yoon...bukannya dia tadi masuk ke sini?" Tanya Ara.
"Dia baru saja keluar. Apa kau tidak lihat."
"Dia menghilang"
Ara menggelengkan kepalanya. Merasa tidak melihat Yoon keluar dari ruangan Luis.
"Ada apa?"
"Ini sudah selesai. Kak Yoon mengatakan untuk menyerahkannya padamu."
"Ini bahan meeting untuk pukul satu." Jawab Luis. Pria itu langsung memeriksanya. Sejenak hening menyapa.
"Oke. Tidak ada masalah."
"Aku keluar kalau begitu. Ada satu berkas lagi yang harus aku kerjakan." Ara berucap lantas berlalu dari hadapan Luis.
"Ara...kau meninggalkan penamu." Luis berucap. Ara berbalik lalu mengambil pena dari dalam dokumen yang masih di pegang Luis. Tanpa kata langsung keluar ruangan.
"Kulkas berjalan." Ledek Yoon.
"Sama denganmu. Ah...Ara lebih parah."
"Tambah apalagi?"
"Ce-ro-boh," Luis mengeja ucapannya.
"Pantas saja."
"Kenapa?"
"Dia kemarin tidak membawa ID-nya. Untung ada aku pas lewat. Jadi dia bisa masuk. Kau tahu dia meninggalkannya di mana? Di handle pintu kamarnya. Benar-benar ceroboh saat meletakkan barang." Gerutu Yoon panjang lebar.
Luis terkekeh.
"Ternyata kalau dua kulkas berjalan diadu. Yang satu akan mencair." Sindir Luis.
"Kau!" Yoon menggeram marah.
"Kau harus lebih bersabar mulai sekarang, Yoon."
Yoon semakin manyun. Mengakhiri telepati mereka. Kenapa Luis bisa jatuh cinta pada gadis ceoboh seperti Ara. Heran Yoon. Cantik iya, tapi kalau ceroboh. Nanti dulu.
"Sudah tidak ramah. Ceroboh pisan." Gumam Yoon.
"Yoon...."
"Aku tidak salah kok."
"Memang kau tidak salah!"
"Sial!"
"Apa sih yang kalian ributkan." Suara Aiden menyela.
"Tidak ada!" Jawab Yoon dan Luis bersamaan.
Hari mulai gelap. Ketika Ara keluar dari kantor Luis. Ternyata dokumen yang Yoon suruh untuk Ara kerjakan, sangat sulit. Pantas saja...seniornya itu hanya memberikannya sedikit pekerjaan hari ini.
Ara berjalan gontai sambil memijat pelan tengkuknya. Pegal rasanya. Ara tidak terlalu memperhatikan keadaan sekelilingnya. Entah kenapa suasana begitu sunyi dan mencekam. Pikirannya yang kosong, membuatnya tidak waspada.
Namun tidak dengan Luis. Pria itu memicingkan mata, menatap waspada ke setiap sudut jalan. Menurut instingnya, ada sesuatu yang tengah mendekat ke arah mereka.
Luis terus menajamkan indranya, hingga kemudian sebuah dentuman terdengar. Memecahkan kaca di kanan kiri jalan itu. Ara langsung menunduk. Melindungi kepalanya dengan tangannya.
Ketakutan dan terkejut jelas terlihat di wajah Ara.
"Kau tidak apa-apa?" Luis bertanya sambil memeluk tubuh Ara.
"Luis...bagaimana kau bisa ada...." Ara belum selesai bertanya ketika terdengar suara derap kuda dari ujung jalan. Keduanya langsung menatap ke arah sumber suara.
Bisa mereka lihat, delapan ekor kuda dengan wujud api. Berlari menarik sebuah kereta. Sama dengan kudanya. Kereta yang seperti berasal dari masa lampau itu juga berselimut api.
"Makhluk maut," gumam Luis.
"Makhluk maut? Apa itu?" Ara bertanya ketakutan.
"Jangan bertanya sekarang," Bisik Luis. Jarak mereka masih cukup jauh. Dan makhluk itu belum menyadari kehadiran Ara dan Luis.
"Tapi dia...."
"Ssssstttt" Luis memberi isyarat untuk diam. Luis memejamkan mata. Berusaha membuat mantra pelindung pada mereka berdua. Tubuh keduanya berubah menjadi transparan, tidak terlihat bagi orang lain. Pria itu sebisa mungkin menekan aura dan aroma Ara.
Hingga perlahan kereta itu mulai mendekat. Luis benar-benar tidak berharap untuk bertarung di hadapan Ara saat ini. Kereta itu berjalan melewati mereka. Meninggalkan bau aspal terbakar. Membuat Ara menutup hidungnya seketika.
"Menjauhlah." Batin Luis.
Namun justru pikiran Luis itu ditangkap oleh Makhluk Maut itu. Seketika kereta itu berhenti. Sesosok makhluk mengerikan keluar dari kereta itu. Ara langsung merapatkan tubuhnya pada Luis.
"Itu apa?" Bisik Ara gemetaran. Baru pertama kali Ara melihat makhluk mengerikan seperti itu. Tinggi, hitam dengan dua tanduk tumbuh di atas kepalanya. Wajah menakutkan seperti iblis. Mata merah. Dengan nafas api. Percikan api tampak keluar dari hidung makhluk itu.
Makhluk itu tampak terdiam. Hingga tiba-tiba dia mencabut pedangnya. Mengayunkannya ke arah Luis dan Ara yang masih berlindung dalam perisai tidak kasat mata.
"Sial!" Luis mengumpat ketika sadar makhluk itu mengetahui keberadaan mereka berdua.
Memeluk tubuh Ara dan membawanya melompat mundur sejauh sepuluh meter. Menghindari ledakan yang ditimbulkan oleh sabetan pedang makhluk maut itu. Sebuah lubang terbentuk dari hasil ledakan itu.
Ara jelas berteriak kaget. Semakin menyembunyikan dirinya dalam pelukan Luis. Dan si makhluk maut jelas terkejut. Melihat siapa yang ada yang dihadapannya.
"Wah, lihat siapa yang ada di sini," seringai makhluk itu.
Ara dibuat bingung oleh situasi ini. Sepertinya makhluk mengerikan ini mengenal Luis. Dia jadi penasaran, siapa Luis sebenarnya. Baik, itu akan dia tanyakan nanti. Sekarang bagaimana caranya lari dari makhluk jelek ini.
"Kau menyebutnya jelek?" Tanya Luis.
"Ha? Kau tahu yang kupikirkan?"
"Hanya menduganya saja."
"Memang benar kan? Dia jelek."
"Bukan jelek istilahnya, tapi mengerikan."
"Sama saja. Tidak tampan sama sekali."
Ingin sekali Luis tertawa. Tapi waktunya tidak tepat. Sebab di depan sana, makhluk jelek itu sudah bersiap menyerang dengan pedangnya.
****
Kredit Pinterest.com
Luis si pangeran vampir,
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments