Chapter 11

Stefani menunggu Alex di depan rumahnya. Pagi itu ia bersemangat untuk kembali belajar. Ia sangat berharap dengan kembali belajar bisa melupakan kejadian buruk itu.

Tidak lama menunggu ia melihat mobil berwarna putih berhenti di depan rumahnya. Stefani berlari keluar dan langsung masuk ke mobil.

"Pagi, Alex," sapa Stefy saat masuk ke dalam mobil Alex.

"Pagi, Stefi. Sudah siap untuk berangkat?" tanya Alex dan dibalas anggukan oleh Stefy.

Mobil meninggalkan rumah Stefani. Meskipun Stefani merasa bersemangat, tetapi ia juga merasakan kegelisahan dan juga kecemasan.

"Apa yang sedang kau cemaskan, Stefi?" tanya Alex.

"Apa kau bisa membaca pikiran orang?" tanya Stefy yang bingung karena Alex selalu tahu apa yang sedang dipikirkannya.

Alex tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Ayolah, Stefi. Hanya dengan melihat wajahmu saja orang juga akan tahu kalau kamu sedang cemas."

"Aku berharap rasa trauma yang pernah aku alami tidak akan menghambat pelajaranku nanti," jawab Stefani.

Alex memarkinkan mobilnya setelah sampai di kampusnya. Keduanya tidak langsung turun, tetapi bicara.

"Stefi, dengar! Semua pria di dunia tak sama,  jangan jadikan rasa takutmu menjadi kelemahanmu jadikan itu sebagai kekuatanmu," ucap Alex.

Stefani diam mencoba mencerna ucapan Alex. Setelah itu ia mengangguk sambil melihat ke arah Alex. Senyum mengembang di bubur Stefani, ia tak menyangka Alex yang terlihat seperti berandalan bisa mengucapkan kata kata bijak seperti itu.

"Jadi ... kita turun sekarang?" tanya Alex disambut anggukkan oleh Stefani.

Alex dan Stefani keluar dari mobil. Mereka langsung menjadi pusat perhatian. Alex yang dikenal playboy berjalan dengan wanita yang bisa dibilang jauh dari tipe Alex. Selama ini Alex senang dengan gadis berpakaian sexsi sedangkan Stefani berpakaian tertutup.

Setelah kejadian buruk itu Stefani lebih memilih memakai pakaian tertutup jauh dari penampilan lamanya. Akan tetapi itu tidak membuat Stefani terlihat buruk.

"Alex, apa kau punya mainan baru?" Laki-laki bernama Bobi menghampiri Alex.

"Kau cari mati rupanya." Alex menatap tajam Bobi yang justru membuat tawa temannya itu.

"Kenalkan dia Stefani, saudariku," ucap Alex. "Stefani, dia Bobi, sahabatku."

"Hai, aku Bobi." Bobi mengulurkan tangannya ke arah Stefani.

Stefani menyambut tangan Bobi dengan ragu ragu.

"Stefi dia sahabatku. Jangan takut." Alex merasakan kecemasan pada diri Stefani.

"Aku akan mengatarmu ke kelasmu," ajak Alex.

Universitas dengan kwalitas bagus dan bayaran termahal. Stefani baru menyadari hal itu saat sudah memasuki area universitas. Hampir saja ia mengurungkan niatannya untuk melanjutkan pendidikan di tempat itu jika saja Alex tidak mencegahnya. Alex mengatakan Antoni memberinya bea siswa full untuk Stefani.

Seluruh kampus tentu sudah mengenal siapa Alexander, adik dari pengusaha sukses Antoni dengan segala kekuasaannya tentu saja membuat Alex dengan mudah melakukan sesuatu yang dia mau.

****

Satu bulan kemudian Stefani sudah bisa menjalani kehidupan seperti biasa. Dia amat bersyukur bertemu Alex dan keluarganya. Akan tetapi dirinya tidak tahu kedekatannya dengan Alex akan menimbulkan rasa benci seorang wanita di tempat itu.

"Hai, baby," sapa Alex menghampiri Stefani di kelasnya.

"Oh, Hai Alex." Stefani menjawab sapaaan Alex tanpa melihat ke arah Alex ia sibuk membereskan buku-bukunya.

"Kita makan siang bersama. Aku sangat lapar," ajak Alex dengan senyum manisnya.

Stefani tentu saja takkan bisa menolaknya. Mereka lalu berjalan beriringan menuju kantin kampus dan seperti biasa mereka selalu menjadi pusat perhatian. Awalnya Stefani merasa risih dengan pemandangan itu, namun makin lama ia pun mulai terbiasa.

Setelah kelasnya selesai, Stefani memutuskan untuk langsung pulang. Stefani sudah berani membawa mobil sendiri. Dirinya tak enak pada Alex selalu menjemput dan mengantarnya pulang. Kadang juga Alex bolos kelas hanya untuk mengantarnya pulang.

Stefani berjalan di koridor kampusnya sendiri saat melewati lorong yang sepi ada seseorang membekap mulutnya.

"Hmmmmp!" Stefani mencoba melepaskan bekapan mulutnya, tetapi gagal.

Dia dibawa ke dalam gedung yang sudah tak terpakai di belakang kampusnya. Dihempaskan tubuh Stefani hingga tersungkur ke lantai gedung itu. Belum hilang rasa terkejutnya Stefani kembali dibuat terkejut saat merasakan perih di kulit kepalanya. Seketika Stefani berteriak saat ada yang menarik rambutnya.

"Arrrrrgh!" Stefani meringis kesakitan dan mencoba melihat siapa yang menarik rambutnya. Seorang wanita berambut pirang dengan manik mata berwarna hijau. Stefani sama sekali tak mengenal perempuan itu.

"Jadi ini, perempuan yang sudah merebut Alex dariku?'' Perempuan itu adalah Rebeca. Perempuan yang mengejar Alex. Namum sama sekali tak pernah Alex pedulikan. Perempuan dengan rambut pirang dan baju super sexsi.

"Kau siapa?"  tanya Stefani yang masih meringis kesakitan karena Rebeca menarik rambutnya dengan kuat.

"Jangan pernah lagi kau mendekati Alex, dia hanya milikku," teriak Rebeca. "Bereskan dia?" perintah Rebeca kepada beberapa laki-laki di depannya.

"Siap." Tentu saja mereka tahu apa yang diinginkan oleh Rebeca.

Setelah Rebeca keluar dari gedung itu ke tiga laki-laki itu mendekati Stefani dengan tatapan mesum dan senyuman jahat.

"Menjauh dariku!" Stefani tahu apa yang akan dilakukan oleh ketiga pria itu.

Stefani menyeret mundur tubuhnya mencoba menjauh dari ketiganya. Saat dirinya mencoba bangkit salah satu dari pria itu menarik kakinya.

"Mau ke mana kau cantik?"

Stefani terus saja mencoba melawan, tetapi tenaganya tidak sebanding dengan ketiga laki-laki itu. Saat salah seorang laki-laki itu mencoba membuka pakaian Stefani, pintu gedung tua itu tiba-tiba hancur.

Mata ketiga pria itu melebar melihat keberadaan Alex dan Bobi. Wajah kedua laki-laki itu wajah merah padam menahan amarah, tatapan matanya seolah ingin membunuh. Ketakutan ketiga laki-laki itu makin bertanya melihat pemukul baseball di tangan Alex dan Bobi.

Ketiganya juga merasa bingung bagimana Alex dan Bobi bisa menemukan mereka secepat itu. Alex sedari siang tak bisa menemukan keberadaan Stefani dan nomor ponselnya tak bisa dihubungi membuat Alex merasa curiga. Apalagi dengan melihat mobil Stefani yang masih terparkir di parkiran universitas itu.

Tidak menunggu waktu lagi segera Alex melacak keberadaan Stefani melalui GPS di ponsel Stefani. Saat sedang melintasi toilet perempuan, Alex mendengar Rebeca berbicara dengan teman-temannya mengenai rencananya agar Stefani pergi menjauh darinya. Mengetahui keberadaan Stefani, Alex meminta Bobi untuk ikut dengannya.

Amarah Alex tidak terbendung lagi saat melihat Stefani sudah setelah telanjang. Alex dan Bobi langsung berlari dan menghantam wajah salah seorang dari berandal itu.

Dalam sekejap Alex dan Bobi berhasil melumpuhkan ketiganya. Merasa nyawa mereka dalam bahaya ketiga laki-laki itu memohon ampun.

"Alex, kami minta maaf. Cintya yang menyuruh kami untuk menodai perempuan itu," ungkap salah seorang dari mereka.

"Maaf?Harusnya sebelum kalian melakukan ini, kalian semua tahu sedang berurusan dengan siapa." Alex mencengkram wajah salah seorang dari mereka.

Para laki -laki berandal kampus itu kini menyesal. Memang benar harusnya mereka berpikir sebelum mencoba melecehkan perempuan yang dekat dengan Alex. Mereka dibutakan oleh bayaran tinggi dari Rebeca dan kemolekan tubuh Stefani.

Alex yang sedang marah besar mengayunkan pemukul baseball ke salah satu kepala berandal itu, sebelum mendarat di kepalanya mereka berteriak memohon ampun.

"Alex, kita akan melakukan apapun yang kamu mau, asalkan kamu mau melepaskan kami."

Alex mengurungkan niatnya. Ia memikirkan tawaran dari ketiganya. Setelah mendapat ide senyuman licik tergambar di bibirnya.

"Oke. Tunggu kabar dariku. Sekarang kalian pergi dari hadapanku sebelum aku berubah pikiran," perintah Alex.

Ketiga laki-laki itu langsung lari terbirit birit melihat tatapan tajam Alex.

Alex menghampiri Stefani yang sedang duduk memeluk lututnya. Alex memakaikan jaketnya kepada Stefani yang mengejutkan gadis itu.

"'Tidak. Jangan! Jangan sentuh aku.'' Stefani menangis histeris dan berteriak.

Alex mencoba menenangkannya, tetapi Stefani semakin histeris. Bahkan melukai dirinya sendiri dengan menggaruk lebih tepatnya mencakar tubuhnya sampai ada bekas goresan merah di badannya.

"Stefani, ini aku Alex." Alex yang merasa frustasi memegang kedua pundak Stefani lalu berteriak kepadanya.

Stefani langsung sadar dan menangis dipelukan Alex. Alex mencium pucuk kepala Stefani dan membawanya keluar dari gudang tua itu. Alex berjanji akan membalas perbuatan Rebeca terhadap Stefani. Alex bersumpah, akan melakukan hal yang lebih kejam dari pada itu.

Terpopuler

Comments

Diana Susanti

Diana Susanti

lanjut kak mantab

2023-03-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!