Waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi Stefani masih setia menunggui pria yang tidak dikenalnya. Pria itu masih memejamkan matanya dengan perban melingkar di kepalanya. Stefani duduk sambil sesekali melihat ke tempat tidur.
"Dia tidur dengan nyenyak sedangkan aku duduk sambil menahan rasa kantuk. Bodohnya aku," gerutu Stefani.
Bisa saja Stefani tidur di sofa yang sedang ia duduki, tetapi ia sudah membayangkan rasa tidak nyaman.
"Ke mana keluarganya kenapa lama sekali datangnya? Apa rumahanya begitu jauh?" batin Stefani.
Mata Stefani yang terjaga perlahan mulai redup hampir saja tertutup jika tidak ada yang masuk ke ruangan itu. Awalnya Stefani mengira orang yang baru saja masuk adalah keluarga pria yang memiliki nama Alexander itu tetapi ternyata perawat. Niatnya untuk mengomel Stefani urungkan.
"Permisi, saya akan memeriksa pasien," ucap sang perawat.
"Silahkan saja," ucap Stefani seraya menguap.
Stefani duduk sambil menyangga kepalanya dengan tangan sambil memerhatikan perawat.
"Apa keluarganya belum datang?" tanya Stefani tanpa mengubah posisinya.
"Tadi kami sudah menghubungi keluarganya kembali. Mereka mengatakan sedang dalam perjalanan ke sini," jawab sang perawat.
"Baiklah...." Stefani berdiri sambil menyampirkan tas ke pundak kirinya.
"Maaf Anda mau ke mana?" tanya sang perawat.
"Saya harus pulang. Besok saya harus kuliah," jawab Stefani.
"Tapi Anda tidak bisa meninggalkan pasien sendiri," cegah perawat.
"Ada petugas rumah sakit, bukan! Lagipula kau mengatakan keluarganya sebentar lagi akan tiba," ucap Stefani.
"Tapi —" Belum selesai sang perawat bicara Stefani sudah lebih dulu memotongnya.
"Stttt!" Stefani menaruh jari telunjuknya di depan bibir. "Aku titip dia." Setelah mengatakan kalimat itu Stefani meninggalkan ruangan itu tanpa peduli perawat yang mencoba mencegahnya.
Setelah bertemu dengan peristiwa yang tidak terduga membuat Stefani merasa lelah, matanya sudah tidak bisa lagi menahan kantuk. Ia pun memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya, melainkan ke rumah yang disewa oleh sahabatnya, Olivia. Kebetulan tempat itu tidak jauh dari rumah sakit.
Sekitar sepuluh menit Stefani sampai di tempat yang ia tuju. Sambil menguap Stefani keluar dari mobil dan berjalan masuk ke sebuah apartemen yang tidak terlalu besar. Tidak lama langkah Stefani berhenti di depan sebuah pintu.
Sudah berulang kali Stefani menakan bel, tetapi tidak ada yang membukakan pintu. Stefani menggerutu kesal padahal ia sudah sangat mengantuk, tetapi sahabatnya tidak juga membukakan pintu. Sambil bersandar ke dinding Stefani menekan bel berulang-ulang berharap sahabatnya akan membukakan pintu. Harapannya terkabul, tidak berselang lama pintu berwarna abu-abu terbuka dari dalam.
"Siapa?" tanya Olivia seraya mengucek mata menggunakan punggung tangannya.
"Olivia ini aku Stefi," ucap Stefani.
"Stefi? Itu kau?" tanya Olivia seraya mengedip-ngedipkan matanya.
"Iya ini aku," jawab Stefi.
"Ya Tuhan, Stefi ... apa yang kau lakukan malam-malam di sini?" tanya Olivia.
"Besok akan aku ceritakan. Aku mengantuk sekali dan sudah tidak kuat untuk mengemudi. Izinkan aku tidur di sini," jawab Stefi.
Stefani menerobos masuk dan langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dalam sekejap Stefani tertidur bahkan tanpa melepas sepatunya. Olivia yang melihat itu dibuat heranheran.
"Astaga, Stefi ...." Olivia menggelengkan kepalanya pelan.
Setelah itu Olivia berjalan ke dekat Stefani dan menjatuhkan tubuhnya tepat di samping sahabatnya.
*****
Keesokkan harinya
"Stefi bangun!" Olivia membangunkan Stefani dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya, tetapi tidak ada respon dari Stefani. Sahabatnya itu hanya menggeliat dan mengubah posisi tidurnya.
"Stefi, bangunlah!" Olivia memanggil ulang Stefani lebih keras lagi.
"Ada apa, Olivia? Kenapa kau berisik sekali? Aku masih mengantuk." Stefani menolak untuk bangun, ia mengubah posisi tidurnya menjadi membelakangi Olivia.
"Ayolah Stefi, ini sudah pagi. Hari ini kita ada kelas pagi dan Dosen kita sangat galak. Kau tentu tahu Pak Samuel, 'kan?" ucap Olivia.
Mendengar nama Samuel rasa kantuk yang Stefani rasakan tiba-tiba hilang. Matanya membulat sempurna, ia langsung beranjak dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Melihat tingkah sangat sahabat membuat senyuman tergambar di bibir Olivia.
Selang beberapa detik Stefani keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sama, dengan wajahnya yang nampak basah.
"Apa kau tidak mandi?" tanya Olivia.
"Tidak ada waktu untuk mandi," jawab Stefani tanpa menoleh ke arah Olivia.
"Iuh, jorok," ucap Olivia.
"Lebih baik begitu daripada aku terkena masalah di kampus nanti." Stefani menyemprotkan parfum sebanyak-banyaknya lalu menyapukan make-up ke wajahnya, dan menyisir rambutnya untuk sentuhan terakhir. "Aku sudah selesai, ayo berangkat."
"Tunggu, Stefi. Kau boleh tidak mandi, tapi setidaknya ganti pakaianmu. Itu akan lebih baik," suruh Olivia.
"Baiklah, aku juga merasa tubuhku gatal," ucap Stefani.
Stefani dan Olivia berangkat ke kampus setelah Stefani mengganti pakaiannya. Dengan cepat Stefani melajukan mobilnya membuat mereka tiba di kampus tepat waktu. Setibanya di kampus keduanya berlari di koridor menuju kelas mereka. Namun ternyata dosen mereka tidak datang dan kelas mereka dibatalkan.
"Ya Tuhan, jika tahu akan seperti ini aku memilih untuk tidur," gerutu Stefani.
"Jadi kita ke mana sekarang?" tanya Olivia.
"Bagaimana kalau kita sarapan di kantin setelah itu kita belanja," usul Stefani.
"Setuju," sahut Olivia.
Keduanya berjalan menuju kantin sambil mengobrol. Stefani menceritakan apa yang ia alami. Setelah itu obrolan mereka merembet kepada pria yang merupakan kekasih Stefani yaitu Marco. Olivia merasa tidak suka kepada Marco, ia berpikir Marco bukan pria baik dan hanya memanfaatkan sang sahabat.
"Stefi, aku harap kau jangan terlalu percaya dengan kekasihmu itu. Aku merasa dia tidak tulus mencintaimu, dia terlihat hanya memanfaatkanmu," ucap Olivia.
"Olivia, tolong berhentilah mengintimidasiku! Aku yakin dia pria yang baik," ucap Stefani.
"Kenapa kau tidak mau mendengarkan aku?" keluh Olivia.
Stefani menghentikan langkahnya dan berdiri di hadapan Olivia. Ia menggenggam tangan sang sahabat seraya menunjukkan senyumnya.
"Coba kau lebih dekatnya, kau akan tahu jika dia pria yang baik," ucap Stefani.
Olivia tidak merespon apapun, ia justru memerhatikan raut wajah Olivia. Ia melihat kebahagiaan di wajah Stefani dan itu yang membuat Olivia mengubur pemikiran buruk tentang Marco.
"Baiklah terserah kau saja. Tapi aku harap kau tidak mengabaikan kata-kataku," ucap Olivia.
"Thank you, kau memang sahabat terbaikku." Stefani memeluk Olivia yang sedang memaksakan diri untuk tersenyum.
"Stefi!"
Stefi dan Olivia menoleh bersamaan ke asal suara. Ada pria berkulit putih dengan rambut berwarna pirang, dan bola mata berwarna biru. Dia adalah Marco, kekasih Stefani.
"Sayang, kau di sini?" tanya Stefi.
"Aku ingin memberimu kejutan." Marco mengeluarkan buket bunga mawar merah dari balik punggungnya.
Stefani terpana melihat bunga itu. Dengan wajah yang merona, ia mengambil bunga itu. "Thank you."
"Oh iya aku ingin minta maaf karena semalam aku membiarkanmu pulang sendiri," ucap Marco.
"Tidak apa-apa," ucap Stefani.
"Untuk menebusnya aku ingin mengajakmu makan malam. Kamu mau, 'kan?" tanya Marco.
"Tentu saja aku mau. Kau datang ke sini hanya untuk ini?" tanya Stefani dibalas anggukkan kepala Marco.
"Baiklah, aku harus bekerja. Sampai jumpa nanti malam," ucap Marco.
"Sampai jumpa," balas Stefani.
Marco pun pergi setelah mengecup kening Stefani.
"Kau lihat, 'kan? Dia pria yang baik dan juga romantis," ucap Stefani.
"Aku tetap tidak yakin," ucap Olivia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Diana Susanti
lanjut kak
2022-10-02
0