Chapter 5

Satu jam perjalanan Stefani dan Marco sampai di hotel berbintang, hanya orang- orang tertentu yang bisa menginap di hotel tersebut. Setelah memarkirkan mobil Marco membawa Stefani masuk ke hotel untuk menemui seseorang.

"Ini hotel mewah dan hanya orang-orang dari kalangan atas yang bisa masuk ke sini," ucap Stefani.

"Iya, kau benar Sayang," ucap Marco.

"Siapa temanmu itu?" tanya Stefani.

"Sebenarnya dia bukan temanku lebih tepatnya klien yang sangat penting. Ada yang harus aku bicarakan dengannya," jawab Marco.

Mereka masuk ke lift, Marco menekan tombol dengan angka 10. Keduanya keluar setelah pintu lift terbuka. Beberapa detik melangkah mereka berhenti di depan pintu kamar ada seorang penjaga di sana.

"Katakan pada tuan muda saya datang membawa barang yang dia inginkan," ucap Marco.

Penjaga itu masuk ke kamar tidak lama ia kembali dan menyuruh keduanya untuk masuk. Marco menggenggam erat dengan Stefani agar tidak lepas darinya membawanya masuk ke kamar besar dan mewah itu.

"Tuan, saya sudah membawa apa yang Anda minta."

Stefani nampak bingung dengan apa yang sedang terjadi. Dengan lugunya Stefani melihat pria duduk di sofa dengan mengangkat satu kakinya ke atas dan meletakan kedua tangannya di pinggiran sofa menunjukkan kewibawaannya. Stefani jelas mengenali pria itu.

"Dia ...."

"Halo, Baby. Kita bertemu lagi."

Di tempat itu Stefani bisa melihat wajah Julian sangat jelas, wajahnya tampan dan senyumnya sangat menawan, tetapi tatapan nakalnya membuat Stefani takut dan tubuhnya dibuat merinding.

"Marco, apa kita datang untuk bertemu dengannya lagi?"

"Iya, Sayang. Dia sangat tertarik padamu."

"Maksud kamu?" Kening Stefani mengerut karena bingung.

Marco menjauhkan tangannya Stefani darinya lalu membawa Stefani ke hadapan Julian.

"Berapa yang akan Anda berikan padaku untuk wanita ini?"

"Banyak, bahkan kau sampai tidak bisa membayangkannya."

"Apa yang kau katakan, Marco? Apa kau berniat untuk menjualku?"

"Maaf, Sayang. Hanya dengan ini aku bisa membayar hutangku dan menyelamatkan nyawaku."

Julian beranjak dari tempat duduk berjalan mendekati Stefani. Entah apa yang dipikirkan oleh Julian, dia begitu tertarik dengan Stefani saat pertama kali melihat gadis itu. Wajah cantik dan manis Stefani mempunyai daya tarik tersendiri bagi Julian.

Stefani mundur saat melihat Julian semakin mendekat. Akan tetapi langkah Stefani terhenti saat menabrak tubuh depan Marco.

"Jangan takut, Sayang," bisik Marco.

Tubuh Stefani membeku melihat Julian dan Marco bergantian.

"Jangan mendekat!"

"Aku tidak bisa, Baby. Sepertinya ada magnet di dalam dirimu yang sengaja menarikku datang kepadamu."

"Tidak!"

Stefani langsung merangkul tangan Marco berharap kekasihnya membawanya pergi.

"Sayang, ayo kita pulang! Aku takut."

"Gadis yang kau bawa ini bagus! Aku akan membayar lebih untuk ini."

Stefani menatap Marco dengan mata yang sudah berkaca-kaca, ia tidak percaya atas dengan apa yang didengarnya. Dalam hatinya ia masih berharap jika Marco tidak benar-benar menjualnya. Namun, kenyataan berkata lain, kekasihnya berniat menjualnya.

"Kau jahat!"

Stefani mendorong Marco dan mencoba berlari keluar. Namun, berhasil dicegah oleh Marco.

"Lepaskan aku!" Seberapapun Stefani berontak tetap saja kalah.

"Dia masih perawan, Tuan. Saya bisa jamin Anda akan puas."

Marco menarik Stefani melemparkannya ke arah Julian. Setelah itu pandangan Marco beralih ke meja, ada koper berisikan uang sudah disediakan oleh Julian. Marco pergi membawa koper itu meninggalkan Stefani tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Stefani menatap kepergian Marco dengan air matanya. Selama menjalin hubungan dengan Marco Stefani tidak tahu Marco seorang penjudi akut. Marco diusir oleh keluarganya karena tidak mau berhenti berjudi. Seluruh aset keluarganya habis untuk membayar hutangnya. Namun tetap saja tidak membuat Marco sadar dan mengubah kebiasaannya. Setelah keluarganya bangkit dari keterpurukan Marco diusir oleh keluarganya.

"Biarkan pria bodoh dan tidak berguna itu pergi, Baby."

"Tolong biarkan aku pergi."

Stefani memohon kepada Julian agar mau melepaskannya dan berjanji akan membayar hutang Marko, tetapi Julian lebih tertarik pada uang maaf.

"Tolong biarkan aku pergi! Aku berjanji akan membayar semua hutang-hutang Marco."

"Baby, aku tidak butuh uangmu. Aku lebih butuh dirimu terutama tubuhmu."

Julian mencoba untuk menyentuh wajah Stefani, tetapi ditepis olehnya. Tanpa Julian duga, Stefani memberikan tamparan keras di pipinya.

"Jangan berani menyentuhku!"

Ternyata tamparan itu membuat nyala api di mata Julian. Dengan penuh amarah Julian menatap Stefani dan langsung mencengkram kedua sisi wajah Stefani.

"Tidak ada wanita yang berani menolakku!" Julian melepaskan cengkraman tangannya secara kasar.

"Itu karena mereka wanita murahan!"

Perlawanan Stefani membuat Julian merasa tertantang. Dengan seringai di bibirnya Julian menarik Stefani dan melemparkannya ke atas tempat tidur.

"Kita lihat sampai berapa lama kau bisa menolakku!"

Stefani ketakutan melihat Julian membuka satu persatu kancing bajunya. Sambil memejamkan matanya Stefani menarik selimut mencoba menutupi semua tubuhnya. Tubuhnya menggigil di balik selimut tebal itu. Sambil terisak Stefani berdoa berharap tidak akan terjadi sesuatu yang sama sekali tidak ia inginkan.

Selama menjalin hubungan dengan Marco, kekasihnya itu sama sekali tidak pernah memaksanya, bukan karena tidak mau tetapi Marco masih membutuhkan uang dari Stefani. Untuk masalah hasrat, Marco bisa membayar wanita malam dengan uang yang diberikan Stefani dan dirinya tidak mengetahui semua keburukan kekasihnya. Ucapan dan sikap manis Marco berhasil membutakannya.

Sementara Stefani ketakutan di balik selimut, Julian sedang merasa kesal sendiri. Selama hidupnya ia tidak pernah merasa resah seperti itu. Saat pertama kali melihat Stefany hatinya dibuat gelisah sampai Julian merasa kehilangan kendali akan dirinya.

Malam itu akhirnya Julian berhasil merenggut kesucian seorang gadis bernama Stefani.

Dia benar-benar masih perawan.

*****

Keesokan harinya Stefani terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuh, terutama area inti tubuhnya. Dengan menahan rasa sakit itu Stefani berusaha untuk bangun dan melihat Julian masih tidur pulas dengan tubuhnya yang polos tertutup selimut yang sama dengannya.

Tangis Stefani pecah mengingat apa yang sudah terjadi di tempat itu. Tangisan yang begitu pilu berhasil mengusik tidur Julian.

"Apa kau tidak bisa diam? Tangisanmu itu sudah mengganggu tidurku!"

"Kenapa kau begitu jahat?"

"Jahat?" Julian membalik tubuhnya dengan seringai licik terlukis di bibirnya. "Harusnya kau berterimakasih padaku sudah menyelamatkanmu dari pria tidak berguna itu. Dan anggap saja apa yang kita lakukan semalaman itu sebagai imbalanku."

Stefani meraih selimut lalu mencengkram kuat selimut itu sambil terus terisak. Dunianya seakan sudah hancur karena pria bernama Julian.

"Daripada kamu terus menangis dan mengganggu tidurku, cepat bangun dan mandi."

Ketakutan akan tatapan tajam Julian membuat Stefani tidak punya pilihan. Stefani menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Dengan langkah tertatih dan air mata Stefani melangkah ke kamar mandi.

Setelah Stefani masuk ke kamar mandi Julian menatap setitik noda merah di sampingnya. Tangannya bergerak menyentuh noda itu dengan senyuman penuh arti.

Rasa kantuk yang awalnya Julian rasakan sudah hilang. Pria itu bangun dan memakai celana yang ia pungut di sampingnya. Matanya terus menatap ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Sudah lebih dari satu jam Stefani berada di dalamnya.

"Apa yang sedang dia lakukan di dalam sana?"

Pikiran negatif melintas dari benak Julian. Dengan segera Julian melangkah cepat menuju ke kamar mandi.

"Hei, apa yang kau lakukan di dalam? Kau tidak berniat bunuh diri di dalam sana, 'kan?" Julian menggedor pintu itu dengan perasaan gelisah.

Tidak berselang lama pintu kaca itu bergeser memunculkan Stefani dari dalamnya.

"Jika kau ingin melenyapkan hidupmu, cari tempat yang tepat! Kau bisa loncat dari jendela itu atau kau bisa pergi ke atas gedung ini."

Stefani melihat sekilas ke arah Julian yang sedang tersenyum sinis seolah mengejek dirinya. Sedetik kemudian Stefani membuang muka sambil mengusap air matanya yang jatuh ke pipinya.

"Menyingkir dari hadapanku!" Tanpa berkata apapun lagi Julian masuk ke kamar mandi.

Stefani menatap seisi ruangan yang sudah memberikan kenangan teramat menyakitkan. Sesaat ia merasa lemah. Namun, sisi lain dirinya memberikan semangat. Melihat situasi yang sudah sepi, Stefani merasa itu adalah kesempatannya untuk kabur. Stefani melangkah menuju pintu, tetapi ternyata tidak semudah yang Stefani bayangkan di depan kamar itu rupanya ada penjaga.

"Apa kau berpikir bisa kabur semudah itu?"

Stefany menunduk lalu kembali duduk di atas tempat tidur. "Bagaimana caranya aku bisa pergi dari tempat ini?"

Di saat Stefani sedang memikirkan cara untuk kabur, Julian sedang bersiap untuk pergi. Sesekali Julian melihat ke arah Stefani yang sedang duduk dengan wajah tertunduk.

"Jangan berusaha kabur dariku. Aku sudah membelimu dari kekasihmu yang tidak berguna itu, kau sudah menjadi milikku." Julian berucap dengan santai tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

Selesai bersiap Julian berjalan mendekati Stefani. Sambil memakaikan jam tangan ke pergelangan tangannya, Julian berucap kepada Stefani. "Jadilah anak yang baik. Itu akan membuatmu aman." Julian memberikan satu kecupan di kening Stefani, tetapi wanita itu menolaknya.

"Tunggu aku kembali, Baby. Kita akan bersenang-senang malam nanti."

Terpopuler

Comments

Diana Susanti

Diana Susanti

kasihan Stefani

2022-10-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!