Stefani mengemudi sambil melanjutkan cerita tentang apa yang dialaminya malam itu. Ketakutan muncul di wajahnya mengingat kondisi pria yang ditolongnya juga orang-orang yang mengejarnya.
"Kau beruntung masih bisa lolos, Stefi," ucap Olivia.
"Aku tahu aku sangat beruntung. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika aku tertangkap oleh mereka," ucap Stefani.
"Jika terjadi sesuatu denganmu, aku tidak akan memaafkan Marco. Bagaimana bisa dia tega membiarkanmu pulang sendiri malam-malam," ucap Olivia.
"Ayolah —" Stefani belum selesai bicara, tetapi Olivia lebih dulu memotongnya.
"Berhentilah untuk membelanya," potong Olivia.
Stefani mengela napas, percuma saja berdebat dengan Olivia, sahabatnya itu akan tetap pada pendiriannya.
"Oliv ... aku mau melihat kondisi pria itu. Kau mau ikut?" tanya Stefani sedikit ragu.
"Baiklah, aku juga ingin melihatnya," jawab Olivia.
Setelah mendengar jawaban dari sang sahabat, Stefani segera memacu mobilnya. Setibanya di rumah sakit Stefani menanyakan kepada petugas di sana, pihak rumah sakit memberitahukan jika pria itu baik-baik saja dan sudah dibawa pulang oleh keluarganya. Hal itu membuat Stefani merasa lega.
"Syukurlah kalau dia sudah baik-baik saja," ucap Stefani.
"Maaf, Anda nona Stefani Angelina, bukan?" tanya petugas rumah sakit.
"Iya, benar," jawab Stefani.
"Ada titipan untuk Anda dari keluarga tuan Alex." Petugas rumah sakit itu memberikan selembar kertas yang merupakan kertas cek dengan nominal yang tidak sedikit.
Mata Stefani dan Olivia dibuat melotot. Olivia mengambil cek di tangan Stefani. Olivia ingin memastikan jika penglihatannya tidak salah.
"Stefi, siapa sebenarnya yang kau tolong?" tanya Olivia.
"Tunggu sebentar aku akan mengingat-ingat." Stefani diam seraya mengingat-ingat nama pria yang sudah ia tolong. "Kalau tidak salah ... namanya ... Mathew Alexander Alden," ucap Stefani lirih, tetapi masih bisa di dengar oleh Olivia.
"Mathew Alexander Alden? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu." Olivia mengingat-ingat, ia yakin nama itu tidak asing. "Aku ingat, dia itu adik dari pemilik perusahaan Alden corporation, Antonio Marcello Alden.
"Hah, siapa lagi dia?" tanya Stefani.
"Ya Tuhan, Stefi. Dia adalah pemilik dari jaringan hotel mewah di berbagai negara," jelas Olivia.
"Oh," sahut Stefani singkat.
"Ada satu lagi yang mereka titipkan, Nona." Petugas rumah sakit itu kembali memberikan sebuah benda yang merupakan sebuah kartu nama. Ada nama Antoni Marcello Alden di atasnya.
Stefani memerhatikan sekilas kartu nama tersebut lalu pergi dari rumah sakit.
"Stefi! Kau mau ke mana?" Olivia mengejar Stefani yang pergi dengan terburu-buru.
"Aku harus bertemu dengan orang yang namanya ada di kartu nama ini," jawab Stefani.
"Untuk apa?" tanya Olivia.
"Tentu saja untuk mengembalikan uang ini," jawab Stefani tanpa menghentikan langkahnya.
Tidak ada percakapan lagi, keduanya masuk ke satu mobil yang sama. Stefani memacu mobilnya menuju alamat yang tertera di kartu nama yang ada di tanganya.
Stefy berhenti di depan gedung pencakar langit di pusat kota. Ia mencocokan alamat di yang ada di kartu nama yang dia pegang. Stefani yakin Antoni itu bukan orang sembarangan seperti yang dikatakan oleh Olivia sebelumnya.
Stefani turun dari mobil disusul oleh Olivia. Mereka berjalan memasuki gedung itu. Tanpa berpikir panjang lagi Stefani bertanya kepada receptions.
"Saya ingin bertemu dengan orang yang namanya ada di dalam kartu nama ini," ucap Stefani.
"Apa Nona sudah punya janji dengan Tuan Antoni?" tanya receptions.
Stefani merasa jengah saat di hadang pertanyaan begitu banyak.
"Belum. Tapi saya ingin tetap bertemu dengannya. Detik ini juga," jawab Stefy.
"Maaf, Nona tapi Anda tidak bisa bertemu dengan tuan Antoni jika belum memiliki janji," larang resepsionis.
"Sudahlah, Stefi. Jangan memaksa. Kita pulang saja," ajak Olivia.
"Tidak, Olivia. Pokoknya aku harus bertemu dengannya," kekeh Stefani.
Merasa percuma jika terus di tempat itu, Stefani memilih untuk bertanya kepada yang lainnya. Saat Stefani beranjak pergi dari meja resepsionis, seorang pria menghampirinya. Pria itu ternyata sudah memperhatikannya cukup lama.
"Maaf, Nona. Saya dengar Anda menyebut nama tuan Antoni. Ada perlu apa Anda mencari beliau?" tanya pria itu.
"Anda siapa?" tanya Stefani.
"Saya Nicholas, asisten pribadi tuan Antoni," jawab Nicholas.
"Kebetulan sekali." Stefani merogoh tas-nya. "Petugas ruman sakit memberiku ini." Stefani menunjukan cek di tangannya. "Tolong kembalikan ini padanya."
Nicholas melihat cek yang ditunjukkan oleh Stefani sambil membenahi kacamatanya. Tiba-tiba keningnya mengerut dan ekspresi wajahnya juga tidak bisa dibaca oleh Stefani.
"Maaf, Nona. Saya tidak bisa menerima ini. Anda berikan saja sendiri kepada beliau. Saya akan mengantar Anda ke ruangan tuan Antoni," ajak Nicholas.
"Baiklah, ayo." Stefani dan Olivia berjalan mengikuti Nicholas.
Ketiganya masuk ke lift khusus yang diperuntukkan untuk para petinggi perusahaan. Lampu menunjukkan angka 15 setelah itu pintu lift terbuka. Ketiganya pun keluar dari lift dan berjalan menyusuri koridor.
Stefani maupun Olivia terpana melihat desain interior gedung itu. Sungguh megah gedung itu. Stefani merasa penasaran dengan sosok Antoni, pemilik dari perusahaan besar itu.
Langkah mereka terhenti di depan sebuah pintu kayu berwarna cokelat. Nicholas mengetuk pintu sebelum membuka pintu besar.
"Silahkan, Nona," ucap Nicholas.
Stefani memerhatikan pintu yang sudah terbuka. Ada rasa ragu untuk masuk, tetapi tekadnya untuk mengembalikan cek itu sudah bulat.
"Ayo, Olivia," ajak Stefani.
Stefani dan Olivia berjalan seolah menghitung langkah mereka di belakang Nicholas. Stefani maupun Olivia kembali dibuat terperangah melihat betapa besar dan indahnya ruangan itu.
"Permisi, Tuan Antoni. Ada yang ingin bertemu dengan Anda." Nicholas bicara kepada seseorang di ruangan itu.
Kursi di balik meja berputar menampakan pria berparas tampan sedang menelpon seseorang. Pria tersebut mengangkat tangannya mengisyaratkan untuk menunggu. Setelah selesai dengan telponnya pria menaruh ponselnya ke atas meja lalu menatap Stefani, Nicholas, dan juga Olivia secara bergantian.
"Maaf jika saya mengganggu, Tuan. Wanita ini yang sudah menolong adik Anda. Dia memaksa untuk bertemu dengan Anda," jelas Nicholas.
"Ada apa kau ingin menemuiku?" tanya Antoni dengan suaranya yang dingin.
"Aku ingin memberikan cek ini." Stefani maju dan meletakkan cek di hadapan Antoni.
"Kenapa? Apa jumlah yang saya berikan ini kurang?" tanya Antoni.
Stefani tersenyum sinis, perkataan Antoni terkesan sedang meledeknya.
"Tidak. Ini sudah lebih dari cukup," jawab Stefani.
"Lalu kenapa kau ingin mengembalikannya?" tanya Antoni.
"Sebaiknya Anda memberikan cek ini kepada orang yang lebih membutuhkan," ucap Stefani.
"Aku tidak suka berhutang budi kepada seseorang," ucap Antoni.
"Sepertinya rumor kalau tuan Antoni pengusaha kaya raya itu sombong, angkuh dan dingin itu benar," gumanya Stefani dalam hati.
"Saya harus pergi. Permisi." Stefani berbalik lalu menarik tangan Olivia membawanya keluar dari ruangan itu.
Belum sampai pintu suara dingin Antoni menghentikan langkah mereka.
"Apa maumu?" tanya Antoni.
"Cukup hanya dengan mengucapkan terima kasih," jawab Stefani.
"Baiklah, terima kasih banyak karena sudah menolong adikku," ucap Antoni. "Kau boleh datang padaku lagi jika kau dalam kesulitan," imbuh Antoni.
"Akan aku ingat itu. Terima kasih sebelumnya. Saya permisi dulu," pamit Stefani. "Ayo Olivia."
"Nicholas, tolong antarkan mereka. Jangan membuat mereka kesulitan di sini," perintah Antoni.
"Baik, Tuan." Nicholas membungkukan tubuhnya sebelum pergi dari ruangan itu.
Antoni memerhatikan Stefani dengan mengurai senyum di bibirnya. "Menarik."
Stefani dan Olivia melangkah ke tempat parkir mobil. Sepanjang perjalanan Olivia tidak berhenti bicara, ia masih belum bisa percaya jika sudah bertatap muka secara langsung dengan pemilik dari Alden corporation. Berbeda dengan Olivia yang sangat antusias membicarakan mengenai Antoni, Stefani merasa biasa saja bahkan terkesan tidak peduli.
"Berhentilah bicara, Olivia. Jangan membuat dia semakin besar kepala," ucap Stefani.
Olivia memutar bola matanya merasa heran pada temannya. Kenapa sang sahabat nampak biasa saja ketika bertemu dengan orang besar seperti Antoni.
"Ayo masuk! Aku akan mengantarmu pulang. Aku tidak ingin terlambat untuk berkencan dengan kekasihku," ucap Stefani.
Rasa khawatir datang di dalam diri Olivia ketika Stefani menyebut tentang kekasihnya. Olivia merasa yakin jika Marco memiliki niat terselubung. Pikiran negatif Olivia bukan tanpa alasan. Sudah sering kali Stefani bercerita jika Marco sering meminta uang dengan dalih meminjam kepada Stefani.
"Stefi, batalkan niatmu untuk pergi berkencan. Dan sedikit menjauh dari Marco," ucap Olivia.
"Olivia ... tolonglah! Jangan mulai lagi," pinta Stefani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Diana Susanti
lanjut kak mantap 👍👍👍
2022-10-02
1