Riko keluar dari dungeon dengan bersungut-sungut. Seperti dugaannya, semua orang menyambut Rangga dengan sorak sorai. Tidak ada satu pun yang peduli pada kedatangan Riko. Orang-orang dari perusahaan segera berlari mendekati Rangga yang terluka parah sambil membawa tandu dan seorang priest. Rangga diperlakukan bak pahlawan yang baru kembali dari medan perang.
Riko, sementara itu hanya berjalan kaku tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Para regu penolong lanas berbondong-bondong memasuki dungeon untuk mengevakuasi tiga player lainnya yang tidak sadarkan diri. Riko mengamati dalam diam hingga semua player keluar dari portal dengan tandu-tandu darurat.
Kondisi Ivan dan Elang paling mengenaskan. Tangan dan kaki mereka bengkok ke arah yang tidak lazim. Kepala mereka berputar dan terkulai lemas seolah sudah tidak disokong oleh tulang leher lagi. Seluruh tubuh mereka dipenuhi darah hingga tidak terlihat seperti manusia lagi. Salah satu regu penolong buru-buru menangkupkan dua helai kain putih di atas dua tubuh itu hingga menutupi seluruh wajah mereka agar tidak ada yang melihat kondisi tubuh yang mengerikan tersebut.
Sontak Riko tertegun melihat para petugas menutupi tubuh Elang dan Ivan dengan kain putih. Apa itu artinya mereka tidak selamat?
“Dua dari lima tim pemburu telah gugur. Seorang priest mengalami tekanan mental hebat sementara satu lainnya terluka parah. Tapi kamu kayaknya baik-baik aja, Rik,” sebuah suara mendadak menyapa Riko.
Pemuda itu menoleh dan mendapati Tera berdiri dengan seragam tim pembersihnya yang berwarna hijau. Wajahnya tampak masam dan sinis.
“Tera. Maaf aku nggak balas pesanmu. Kayak yang kamu lihat, aku diajak masuk ke tim pemburu,” jawab Riko agak canggung.
Tera mendengkus pelan. “Ya, aku udah dengar kabarnya. Padahal kemarin kamu kayaknya musuhan sama anak itu. Rupanya dia orang dalam, ya. Gimana rasanya jadi beban di tim pemburu. Katanya tim kalian nyaris gagal beresin dungeon gara-gara satu anggota timnya yang nggak berguna,” sindir Tera dengan sarkastik.
Riko hanya bisa melongo tak percaya mendengar komentar pedas yang dilontarkan Tera. Apa ini pria ramah yang sama seperti sebelumnya? Kenapa mendadak menjadi sangat menyebalkan dan terang-terangan memusuhi Riko?
“Kamu marah sama aku, Tera? Kenapa? Gara-gara aku nggak masuk ke tim mu?” sergah Riko tak sabar.
“Aku nggak peduli soal itu. Aku cuma nggak suka sama orang yang terlalu ambisius, sampai-sampai nggak tahu diri dan mencelakakan orang lain,” geram Tera memprovokasi.
“Kamu nggak tahu apa-apa, Tera,” desis Riko sambil mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, menahan diri agar tidak meledak marah.
“Kuharap kamu bisa introspeksi diri dan nggak merugikan orang lain lagi. Dua nyawa yang mati hari ini adalah pengingat buatmu,” tutup Tera yang lantas bejalan meninggalkan Riko, diikuti sebelas anggota tim pembersihnya.
Mereka semua menatap Riko dengan dingin, seolah Riko adalah kriminal jahat yang harus dihindari. Riko hanya bisa menghela napas tak percaya melihat kejadian tersebut. Sebenarnya fitnah apa lagi yang sudah disebarkan Rangga di belakang punggungnya? Apa tidak cukup mengaku-aku sebagai pembunuh bos monster saja? Sekarang Rangga justru menebar kabar bohong tentang dirinya yang menjadi beban tim dan mengakibatkan dua orang player tewas.
“Sialan!” pekik Riko penuh emosi.
Ia merasa dibodohi. Sekalipun sudah berusaha, tetapi semua jalan rasanya tertutup bagi Riko. Kenapa semua keputusannya selalu membuahkan hasil yang buruk?
“Riko Sanjaya?” lagi-lagi suara seseorang menyapa Riko dengan nada tidak bersahabat. Kali ini seorang perempuan berjubah putih dengan kedua mata yang tertutup kain: Rhea.
“Ya?” sahut Riko ketus.
“Silakan ikut saya,” kata Rhea yang lantas berjalan mendahului Riko.
Pemuda itu menurut lalu berjalan di belakang sang sage menyusuri kedalaman Gua Cerme. Mereka berjalan selama kurang lebih sepuluh menit hingga mencapai sebuah ruangan gua yang lebih gelap dan kering. Riko tidak bisa menduga maksud Rhea membawanya ke sini sendirian. Apa sage ini juga berniat membunuhnya?
“Aku nggak berniat membunuhmu, Riko Sanjaya,” kata Rhea yang lantas menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ke Riko.
Pemuda itu sontak terkejut karena Rhea seperti bisa membaca pikirannya.
“Ya, aku emang bisa baca pikiran. Tapi kemampuan ini adalah rahasiaku sendiri,” kata Rhea lagi.
Riko mengernyitkan dahinya karena berbagai perasaannya bercampur. Kaget karena pikirannya dibaca oleh seorang sage, bingung karena sage itu memberitahunya sebuah rahasia penting, dan waspada karena itu artinya sang sage mungkin akan mengancamnya atau sesuatu semacam itu.
“Aku juga nggak mau ancam kamu, Riko. Aku cuma mau minta tolong,” ujar Rhea masih dengan kedua mata tertutup.
“Tolong jangan baca pikiranku lagi,” pinta Riko frustrasi. Rasanya tidak nyaman karena harus berhati-hati dalam mengontrol pikirannya sendiri.
“Itu di luar kendaliku. Pikiran-pikiran itu terdengar begitu saja sekalipun aku menutup telinga. Karena itulah aku bawa kesini, agar suara pikiranmu nggak tertumpuk sama suara-suara lain. Aku nggak akan mencelakakanmu atau melakukan hal buruk. Aku tahu kalau kamulah yang sebenarnya membunuh bos monster dalam dungeon ini dan menyelamatkan dua player yang tersisa,” kata Rhea.
“Kamu tahu?”
“Ya. Suara pikiran player bernama Rangga Sasmita itu kedengaran di kepalaku. Aku juga tahu kenapa kalian menyembunyikan fakta itu.”
“Jadi apa maumu?” tantang Riko tanpa basa basi.
“Sebelumnya, aku pengen lihat dulu kemampuan menempamu. Aku harus pastiin sesuatu,” sahut Rhea.
“Kenapa aku harus percaya sama kamu?” sergah Riko menampik.
“Setelah kasus ini, kamu mungkin akan dilarang untuk masuk ke dungeon sebagai anggota tim pemburu. Aku bisa bantu biar perusahaan nggak terlalu menyalahkanmu dan kamu bisa tetap jadi player pemburu atau pembersih,” tawar Rhea.
“Tapi aku nggak mau serahin Lycan Knife buat orang-orang perusahaan.”
Rhea mendengkus kecil karena geli mendengar ungkapan kejujuran Riko. “Kamu ini beneran orang aneh, RIko. Demi barang itu aja kamu sampai rela kehilangan nama baikmu. Oke. Aku nggak akan ungkit soal itu ke siapa pun. Sebagai gantinya, kamu mungkin tetap dianggap sebagai player level F yang diselamatkan oleh Rangga Sasmita.”
“Ya. Itu nggak apa-apa. Yang penting aku masih tetep bisa masuk dungeon sebagai tim pemburu,” ujar Riko setuju.
“Oke. Akan kuatur soal itu. Sekarang, aku pengen kamu tempa ini,” sahut Rhea sembari mengeluarkan sebuah tongkat emas berkilau sepanjang dua setengah meter. Tongkat itu melayang di udara lalu terbang perlahan ke arah Riko.
Riko menangkapnya dengan sigap dan merasakan aliran energi besar yang luar biasa.
Magatama Staff
Type : Staff
Level : 50
M. Atk : 320
-Base-
INT +8
Light Element
-Requirement-
Level 45-55 | Wizard, Sage, Warlock
Antusiasme Riko tergelitik ketika melihat layar status tongkat sihir di tangannya. Ini benar-benar senjata yang luar biasa. Dengan bersemangat, Riko pun membuka skill tempanya.
“Oke,” ujar pemuda itu senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
SR07
thor kan job si Riko penempa berarti kalau setiap nempa harus nambah exp
2022-10-31
2
Muhammad Ghifari
naif kontolales baca nya
2022-10-20
0
Rhido Kurniawan
lanjutkan seru thor
2022-09-17
0