Riko berjalan gontai kembali ke kosnya. Ia bahkan mati-matian menghindari Jaka dan teman-teman lainnya karena tidak sanggup menghadapi mereka setelah mendapat hasil yang separah itu. Pemain level F. Itu nyaris seperti orang-orang normal lainnya yang non-player. Bagaimana bisa ia mendapat level serendah itu padahal performanya dalam melawan monster sebenarnya tidak terlalu buruk. Riko benar-benar merasa tidak adil.
Beragam perasaan memenuhi dirinya. Amarah, rasa malu, muak, rasanya seluruh hidupnya hanyalah kegagalan. Bukan hanya tentang kuliahnya, bahkan dalam seleksi player saja dia juga gagal. Apa lagi yang bisa dibanggakan Riko?
“Brengsek!” rutuknya penuh emosi.
Riko kembali membanting tasnya dengan keras. Meski begitu ia tetap menahan diri agar tidak turut membanting ponselnya yang berada di genggaman. Belum puas melampiaskan kekesalah, kini giliran kasur busa gepengnya yang menjadi korban. Riko menendang kasurnya hingga terangkat menyentuh dinding. Bantal gulingnya pun turut menjadi sasaran. Riko terus mengamuk dalam diam, sambil tetap berhati-hati agar tidak merusak perabot elektronik yang hanya ada beberapa di kamar kosnya. Ia masih memperhitungkan untung rugi jika merusak layar monitor atau kipas anginnya.
Setelah lima belas menit berlalu dan rasa kesal Riko mereda, pemuda itu pun akhirnya duduk terengah-engah di lantai kamarnya yang dingin. Riko lantas tertunduk di sedih. Tanpa sadar air mata menetes pelan ke lantai. Begitu sakit hati Riko hingga akhirnya bunyi isak yang tertahan semakin membuat keadaannya menyedihkan.
Air mata Riko tidak berhenti keluar. Bahkan semakin lama semakin deras membanjiri kedua matanya. Bahkan ingusnya pun turut menyumbat hidungnya. Riko terus menangis hingga beberapa saat. Ia bukan pemuda yang cengeng. Terakhir kali Riko menangis mungkin ketika masih SD atau SMP dulu. Ketika Sita meminta putus pun RIko tidak seterluka itu. Namun hari ini, ia benar-benar merasa seperti pecundang. Manusia gagal yang tidak punya kemampuan apa-apa.
Di bidang yang paling dia minati, bahkan diakui oleh orang lain, ternyata dia juga gagal. Padahal Riko cukup percaya diri menjadi player yang kuat. Tapi apa ini? Kenapa sistem memberinya level terendah? Apa ini masuk akal?
Pertanyaan demi pertanyaan menuntut jawaban. Ia merasa tidak adil. Riko begitu frustasi dan marah. Ia bahkan harus menghindari teman-temannya karena rasa malu yang tidak tertanggung lagi. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Apa dia harus menyerah? Kepalanya yang penuh itu akhirnya membuat Riko kelelahan. Pemuda itu pun tertidur di tengah kegalauan hatinya tersebut.
Esok paginya, Riko terbangun masih dengan perasaan yang berat. Ponselnya berbunyi sedari tadi, tetapi ia tidak berselera untuk bicara dengan siapa pun. Ia hanya sempat melirik sekilas notifikasi di layar ponselnya. Pesan dari Jaka dan teman-temannya yang lain. Lima missed call dari ibu dan adiknya. Hanya itu. Riko sedikit berharap Sita menghubunginya. Tapi nihil.
Dengan enggan, pemuda itu lantas berjalan ke kamar mandi kosnya yang ada di luar kamar. Kamar mandi bersama. Beruntung tidak banyak penghuni kos yang masih tidur di sana sejak serangan monster tempo hari. Hanya Riko dan dua anak mahasiswa tingkat empat yang masih bertahan. Entah kenapa mereka tidak pulang. Riko tidak terlalu akrab dengan keduanya. Dan sekarang mereka berdua sepertinya tidak ada di kamarnya. Mungkin ke kampus.
Karena itulah Riko bisa berlama-lama di kamar mandi. Dibawanya sebungkus rokok kretek yang kemarin dia beli di warung. Sambil bercermin di dalam kamar mandi, Riko menatap wajahnya sendiri yang tengah merokok. Kedua matanya sembab gara-gara menangis. Riko mendengkus jijik melihat wajahnya sendiri yang kacau.
“Dasar manusia nggak guna,” gumamnya getir.
Pikiran Riko kembali dihantui rasa rendah diri seperti sebelumnya. Tapi kali ini kewarasannya sudah mulai kembali. Apakah ia harus menyerah? Tidak. Meski hidupnya sudah sangat kacau, tapi menyerah tidak pernah ada dalam kamusnya. Riko harus bertahan meskipun ia menjadi seorang pecundang sekalipun. Begitulah cara hidupnya selama ini.
Apalagi Riko menyadari bahwa sistem meberinya kelebihan di status yang lain selain kekuatan, yaitu keberuntungan. Dengan poin luck setinggi itu, RIko mungkin bisa menjadi blacksmith yang menghasilkan barang-barang berkualitas tinggi. Setidaknya dia bisa hidup dengan menjual senjata-senjata level tinggi tersebut. Dia akan membuktikan kemampuannya di depan orang-orang yang suda meremehkannya, termasuk Sita.
Setelah berpikir demikian, RIko pun mulai bangkit dan menegakkan kepalanya lagi. Ia kemudian menyambar sarung bantalnya yang sudah terlepas, lalu mengusap wajahnya dari air mata yang sedari tadi mengalir. Tak lupa ia membuang ingusnya yang sudah menumpuk dan membuatnya sulit bernapas.
“Sekalipun aku level F, tapi aku tetap seorang player, ‘kan? Aku nggak peduli lagi mau dikatain apa sama orang lain. Bakal aku buktikan kalau aku ini blacksmith yang berbakat,” geramnya penuh semangat.
Setelah selesai mandi dan membersihkan pikirannya dari hal-hal negatif, Riko pun mengambil ponselnya untuk melihat berita terbaru. Bahkan meski dia adalah seorang player level F, tetapi pemerintah tetap akan memberinya gaji. Sangat sedikit memang, hanya setengah dari UMR. Meski begitu, Riko masih bisa bertahan dengan uang tersebut.
Saat sedang melihat tata cara penerimaan gaji, Riko justru menemukan artikel berita tentang kemunculan beberapa dungeon break baru secara serentak. Semangat Riko pun membara. Berita itu mengirimnya ke portal perekrutan tim untuk menghadapi dungeon break sebelum gerbang dimensi terbuka dan memunculkan monster ke dunia nyata.
Buru-buru Riko mendaftar untuk masuk dalam tim pemburu dungeon terdekat. Jika ia bisa masuk ke dalam dungeon, maka kesempatannya untuk mengambil Kristal semakin besar. Ia juga bisa mengumpulkan berbagai barang drop dari monster untuk menjadi bahan pembuat senjata atau armor tingkat tinggi. Riko tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Akan tetapi, tidak sampai sepuluh menit kemudian, permintaan bergabungnya dalam tim pemburu dungeon yang dipilihnya justru ditolak. Tim itu sudah penuh oleh player lain. Akhirnya, tanpa menyerah, Riko mencoba mendaftar pada tim lainnya. Satu, dua tiga, hingga beberapa tim lainnya, Riko tetap ditolak. Tidak ada satu pun tim pemburu dungeon yang mau menerimanya. Riko akhirnya menyadari bahwa alasan semua tim itu menolaknya adalah karena status levelnya yang sangat rendah. Player level F. Tidak ada satu pun tim yang bersedia menerimanya. Sekali lagi, semangat Riko kembali harus dipaksa padam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
sora
ceritanya campur aduk? ini kalo manusia buasa liat monster apa kata mereka.
2022-10-12
1
Low profile
lanjut thor udah lama mendambakan mcnya blacksmith
2022-09-06
1