Riko dan Sita bertarung bersama melawan para goblin dengan seluruh kemampuan mereka. Meski begitu stamina mereka perlahan menipis. Riko sudah nyaris putus asa ketika akhirnya ia menyadari bahwa jumlah monster tidak lagi sebanyak sebelumnya. Secara berangsur para orc itu pun habis dikalahkan. Para player lain yang ada di tempat itu pun mulai berkumpul. Beberapa di antara mereka menghampiri Riko dan Sita untuk menyanyakan keadaan mereka.
“Kalian juga pemain Genesis?” tanya seorang player pria bertubuh tinggi. Sebuah pedang besar berada di genggamannya.
“Iya. Aku blacksmith. Dia priest,” jawab Riko kemudian.
Sita masih berdiri dengan sedikit gemetaran karena rasa lelah dan takut. Akan tetapi ia baik-baik saja.
“Aku Dimas. Swordman. Kalian nggak terluka kan?” tanya pria itu lagi.
“Nggak apa-apa. Kami oke. Makasih,” jawab Riko lantas memapah Sita agar bisa berdiri tegak.
“Oke kalau gitu aku cek yang lainnya dulu,” ujar pria tadi kemudian kembali berkeliling.
“Sit? Kamu nggak apa-apa? Kita istirahat di kosan dulu aja,” kata Riko kemudian.
Sita mengangguk pasrah. Ia juga ingin menangkan diri di tempat yang sepi. Setelah melepas armor dan menyimpan senjata mereka kembali dalam sistem, keduanya pun segera berjalan menuju kamar kos Riko. Bangunan kosnya sedikit rusak di bagian depan. Namun untungnya kamar kos Riko baik-baik saja. Riko segera menyiapkan segelas air putih untuk gadis itu agar lebih tenang. Keduanya lalu duduk dalam diam selama beberapa saat.
“Rik, sebenarnya apa yang terjadi? Kamu juga terima pesan hologram dari sistem Genesis itu? Apa semua pemain di game online itu terlibat? Padahal aku cuma main sebentar gara-gara nemenin kamu. Tapi jadi keseret-seret gini,” keluh Sita setelah lebih tenang.
Riko menarik napas panjang. Bahkan di saat seperti ini SIta masih saja menyalahkan dirinya. Kemarahan gadis itu sepertinya belum usai sejak pagi tadi.
“Aku juga nggak tahu, Sit, penyebabnya apa. Cuma yah udah jadi kayak gini kan mau nggak mau kita harus hadapi. Coba sini senjatamu, aku mau coba cek skillku,” kata Riko kemudian.
“Buat apa?”
“Coba aja dulu sebentar. Statusku agak aneh. Masa aku dapet status Luck 100 poin? Meskipun jobku di game itu blacksmith, tapi luck kan nggak terlalu berguna dalam pertarungan. Jadi kupikir mungkin aku dapet spesialisasi membuat senjata,” terang Riko.
Sita tidak terlalu mengerti apa yang dibicarakan Riko. Dulu dia cuma iseng bermain gara-gara mantan pacarnya itu begitu kecanduan pada game tersebut. Daripada ikut kesal, akhirnya Sita mendaftar menjadi player. Hanya perlu waktu tiga hari sampai Sita menyadari kalau dia sama sekali tidak tertarik dengan permainan semacam itu. Dunia nyata tetap jauh lebih penting bagi Sita. Dan itulah kenapa ia begitu membenci Riko yang selalu kecanduan bermain game.
Sayangnya, dunia dalam game itu kini justru muncul di kenyataan. Mau tidak mau Sita pun harus mempercayai Riko dan menyerahkan senjatanya untuk mengujicoba skill apa pun itu.
“Oke kita coba dulu,” gumam Riko begitu menerima mace dari Sita.
Mace adalah sebuah senjata berwujud tongkat dari besi dengan ujung yang bulat dan berat, biasanya digunakan untuk memukul. Namun mace yang dimiliki para priest ini memiliki kekuatan sihir untuk membuat mantra-matra suci.
RIko membuka jendela skill-nya melalui hologram sistem. Di sana ia bisa melihat deretan skill-skill blacksmithnya yang sudah dia miliki sebelumnya. Salah satu skill andalannya dulu adalah Refine Weapon, dimana kemampuan itu bisa memperkuat senjata hingga ke level maksimal.
Mace yang dimiliki Sita ini masih sangat lemah karena merupakan senjata level dasar. Dengan kemampuannya, Riko akan mencoba memperkuat senjata ini agar memiliki poin serangan dan sihir yang lebih tinggi.
Sejujurnya Riko tidak tahu bagaimana cara menggunakan skillnya tersebut pada senjata di dunia nyata. Ia mencoba menekan gambar skillnya di layar hologram, tetapi tidak ada yang terjadi. Sita sudah menunggu dengan ekspresi meragukan dan membuat Riko semakin tertekan.
“Duh gimana, sih, pakai skillnya,” gumam Riko menggerutu. “Aku mau Refine Weapon … .”
Begitu Riko selesai menyebutkan nama skillnya itu, mendadak sebuah cahaya menyilaukan muncul di hadapannya. Riko dan Sita sontak menutup mata mereka karena cahaya itu begitu membutakan.
“Apa yang …. ,” desah Sita yang langsung terkejut ketika melihat sebuah paron atau alat penempa besi berupa sebongkah meja logam besar dengan permukaan datar.
“Woah … ,” gumam Riko terperangah.
Paron itu kini berdiri tegak di hadapannya sembari mengeluarkan cahaya keperakan, siap untuk digunakan. Sebuah palu baja juga tergeletak di atasnya. Riko segera tahu apa yang harus dia lakukan. Diletakkannya mace milik Sita itu di atas paron, lalu ia segera memukulkan palu baja dengan tangan kanannya.
Denting logam terdengar begitu nyaring. Pada setiap pulukan Riko di atas senjata Sita, notifikasi hologram muncul di depannya, menunjukkan pertambahan poin kekuatan senjata itu. Riko semakin bersemangat melakukan kegiatannya. Kilatan cahaya muncul setiap palunya menyentuh mace itu.
Skill menempa senjata itu sebenarnya sangat beresiko. Bila blacksmith biasa yang memiliki poin luck rendah yang melakukannya, maka ada kemungkinan penempaan itu justru akan gagal dan senjata yang dia tempa hancur berkeping-keping. Meski begitu Riko tetap percaya diri pada kemampuannya. Ia terus menempa dan menempa tanpa lelah.
Setelah kurang lebih sepuluh menit berkutat, akhirnya sebuah cahaya menyilaukan yang kedua muncul melingkupi senjata yang dia tempa. Riko menyipitkan mata tapi tetap berusaha untuk melihat. Ia ingin menyaksikan sendiri bagaimana mahakarya pertamanya dibuat.
“Ini … keren banget, deh. Beneran,” ucap Riko ketika mengamati mace yang tadi ditempanya kini melayang setinggi tiga puluh meter di udara.
Mace yang awalnya hanya berbentuk tongkat besi hitam dengan bulatan polos di ujungnya, kini berubahmenajdi perak. Bola pemberat du ujung tongkat itu pun kini memiliki ornamen permata yang indah. Setelah cahaya mace itu meredup, Riko lantas meraihnya ke dalam genggaman sambil tak henti-hentinya merasa kagum. Mendadak sebuah layar hologram sistem kembali muncul di hadapan Riko.
Selamat, Anda telah berhasil menyelesaikna refine pertama dengan sukses. Silakan melakukan sepuluh kali refine berturut-turut tanpa gagal untuk mendapatkan Title Master Refiner. Tittle tersebut akan menambah bonus poin bagi setiap senjata yang ditempa.
Riko tersenyum puas. Rasanya ia seperti telah menemukan tujuan hidupnya. Kini ia ingin tahu bagaimana hasil tempaannya. Maka sembari menatap mace di tangannya Riko pun mencoba membuka jendela status senjata tesebut.
“Sistem, buka status senjata ini,” ucap Riko yang sudah mulai terbiasa berbicara dengan sistem Genesis. Detik berikutnya, sebuah hologram lain muncul di hadapannya.
Eden Mace +10
Type : Mace | Level : 10
-Base- Magic Attack +20 | Max Skill Point +15
-Refine- INT +6 | Magic Attack +45
-Requirement- Level 10 | Priest, Sage, Star Gladiator
“Sit, coba kamu lihat. Nih, senjatamu jadi dua kali lebih kuat,” ucap Riko sumringah.
Akan tetapi senyuman Riko akhirnya memudar ketika ia melihat ekspresi kesal dari Sita. Gadis itu menyambar macenya dengan kasar lalu berdiri marah.
“Kamu pikir situasi ini menyenangkan? Terus kamu jadi bisa main-main sekarang? Aku udah bilang berkali-kali, Rik. Hiduplah di kenyataan. Kamu harus prioritasin masa depanmu daripada cuma main game kayak gini,” sembur Sita penuh emosi.
“Tapi ini kan juga kenyataan, Sit,” keluh Riko mencoba membela diri.
“Susah ngomong sama kamu Riko. Udahlah, aku nggak mau lagi berurusan sama kamu. terserah kamu aja. Toh kita emang udah putus,” bentak Sita marah.
Gadis itu lantas berjalan keluar dari kamar kos Riko dan membanting pintu dengan keras. Riko hanya bisa melongo tanpa bisa mengerti apa yang sebenarnya membuat Sita begitu marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Kerta Wijaya
🤟
2022-12-25
0
SR07
bukan nya terimakasih udah dislametin sama senjata di apgrade malah marah gak jelas🗿
2022-10-31
2
louise
ntar juga nyesal sendiri :v
2022-10-11
0