Esok paginya, Riko menyambangi kantor adminstrasi player yang ada di kota tempatnya tinggal. Gedung itu sebelumnya adalah kantor kejaksaan yang entah bagaimana diubah menjadi Akademi Pelatihan Genesis. Bahkan nama belakangnya pun menggunakan nama game itu.
“Jadi mereka juga tahu nama game ini ya?” ujar Riko pelan.
Ada ratusan orang yang mengantri di depan gedung tersebut. mereka berkerumun dan membentuk barisan rapi di belakang meja pendaftaran. Semuanya dilakukan secara sistematis. Beberapa petugas berpakaian serba hitam tampak mencolok dibandingkan dengan para pegawai pemerintahan yang berseragam cokelat muda. Sepertinya perusahaan developer Genesis juga turun tangan untuk menanggulangi bencana dungeon break ini.
Riko mendapat antrian nomor 271. Gilirannya masih cukup lama, sehingga pemuda itu memutuskan untuk menunggu di warung makan dekat sana. Kebetulan Riko juga belum sarapan. Warung itu juga sudah dipenuhi banyak orang. Riko memilih tempat duduk di pojok belakang yang masih kosong.
“Lho, Mas Riko? Kamu di sini juga? Daftar player kah?” sapa sebuah suara dari balik punggung Riko.
Pemuda itu menoleh dan mendapati Jaka, adik tingkat di kampusnya yang datang bersama dua orang lainnya. Riko juga mengenal mereka. Tio dan Ernes. Mereka bertiga adalah teman-teman mabar Riko sehari-hari.
“Weh, iya Jak. Aku baru mau daftar. Kalian juga? Sini duduk bareng,” ujar Riko mempersilakan.
“Wah, kalau Mas Riko yang daftar pasti langsung masuk jadi player elit, dong. Secara levelmu kan udah tinggi banget di game, Mas,” kata Tio dengan logat Jawanya.
“Ah nggak juga, Ti. Kan semua ke reset pas kemarin dungeon break pertama. Jadi ya belum tahu, lah,”sahut Riko merendah.
“Tapi katanya yang level SS udah ada satu orang lho dari daerah sini. Tapi belum diumumin siapa. Katanya masih rahasia,” timpal Ernest turut berceloteh.
“Aku level apa, ya. Jadi deg-degan. Kalau dapat level F gimana coba. Udah gajinya kecil, terus nggak bisa sembarangan masuk dungeon. Malu juga dong dihujat sama player lain. Kayak nggak guna aja,” tutur Jaka.
“Kalau dapet level F mah, mending aku lanjutin kuliah aja. Lulus, jadi sarjana terus kerja kantoran. Lebih menjanjikan hidup kayak gitu.” Ernest berkata sambil mengangguk-angguk.
“Iya, minimal dapet level B atau mentok C, biar dapat tunjangan dan dikirim ke dungeon break. Semoga kita bisa berada di level C ke atas, lah, ya,” kata Riko kemudian.
Ia sudah sedikit banyak mempelajari tentang sistem rekruitmen itu. Meski belum jelas bagaimana cara kerjanya, tetapi setidaknya ia tahu mengenai sistem level itu sebelumnya.
“Ah, kalau Mas Riko mah harusnya masuk level A, Mas. Soalnya kalau udah pegang kapak, wusss… dilibas semua monster dalam sekali serang,” kelakar Jaka sembari membuat gestur mengayun kapak.
Riko hanya tertawa menanggapi. Ia juga berharap pada hal yang sama. Sejauh ini ia cukup percaya diri karena memang ia termasuk player dengan level tertinggi selama ini.
Keempat orang itu pun menghabiskan waktu makan mereka sembari membicarakan tentang banyak hal lainnya. Tanpa terasa, sudah waktunya bagi Riko untuk melihat antriannya. Maka, setelah berpamitan singkat, Riko pun pergi lebih dahulu menuju gedung perekrutan. Dan benar saja, sampai di sana, namanya langsung dipanggil. Riko maju dan menemui salah satu pria berpakaian serba hitam.
“Riko Sanjaya?” tanya pria itu dengan suara tegas.
“Betul,” jawab Riko singkat.
“Silakan ikut saya,” perintah pria itu lalu berjalan mendahului Riko menuju sebuah lorong lantai satu.
“Nggak usah tegang. Nanti cuma akan dicek status kemampuannya aja pakai alat sensorik dari perusahaan kami. Kamu cuma perlu tempelin telapak tangan di alat itu,” terang sang pria sembari membolak balik map berisi data diri Riko.
Riko memperhatikan pria itu dan melihat sebuah kartu identitas tergantung di dada pria itu. Namanya Dimas Agam, Recruiter dari Alcanet Tech, nama perusahaan yang mengembangkan Genesis. Rasa-rasanya Riko familier dengan nama itu. Ia juga merasa wajah pria itu tidak asing.
“Maaf, Mas. Kamu swordman kah, kalau boleh tahu?” tanya Riko memberanikan diri.
Pria itu menoleh ke arah RIko dengan tertarik.
“Kok tahu?” tanyanya sembari tersenyum simpul.
“Oh, bener berarti. Waktu dungeon break pertama itu kita pernah ketemu di daerah Mijilan. Saya kos di sana. Saya blacksmith yang bertarung bareng priest cewek. Riko, terus temen saya Sita,” terang Riko memperkenalkan diri.
Sang pria tampak berpikir sejenak. “Oohh, iya saya ingat. Yang pakai armor level tinggi itu, ya? Gila, itu kok bisa langsung dapet armor keren gitu gimana, Mas?” tanya pria itu mulai tertarik.
“Oh iya, nama saya, Dimas,” tambahnya buru-buru.
“Salam kenal Mas Dimas,” sahut Riko sembari mengangguk ramah. “Saya juga nggak tahu, Mas. Dari sistem dikasih gitu aja waktu pertama kekuatannya muncul.”
“Hmm … berarti kamu player level tinggi sebelumnya, Mas. Wah, saya jadi nggak sabar sama hasil tesnya nanti. Siapa tahu bisa muncul player level SS lagi dari kota ini.”
Riko hanya tersenyum sopan menanggapi. Entah kenapa ekspektasi orang-orang terhadapnya justru membuat Riko sedikit tertekan.
“Sebenarnya kenapa Genesis ini bisa muncul ke dunia nyata?” tanya Riko mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Kita juga masih selidiki penyebabnya. Secepatnya akan diumumkan kalau sudah ketemu masalahnya apa. Nah, kita udah sampai. Sekarang masuk dulu ke ruangan ini dan nanti akan ada rekan saya yang akan membantu,” kata Dimas kemudian.
Riko melihat ke depan pintu kayu di hadapannya. Entah kenapa jantungnya mendadak berdegup lebih cepat. Bagaimana kalau dia gagal? Bagaimana kalau levelnya tidak setinggi yang dia harapkan? Beragam kecemasan mendadak muncul. Meski begitu ia berusaha menguasai diri.
“Oke, makasih, Mas,” ucapnya kemudian.
“Semoga sukses, ya,” tandas Dimas tersenyum tulus.
Riko hanya bisa menelan ludah lalu membuka pintu kayu itu dengan perasaan campur aduk. Di dalam ruangan itu, alat-alat canggih menyambut Riko. Sebuah tabung kaca besar dengan bola perak seukuran bola basket yang melayang di udara menjadi alat yang paling menarik perhatian Riko. Di sebelah tabung kaca itu, seorang perempuan berambut keriting dengan kacamata persegi tersenyum menatapnya. Kedua tangannya memeluk semacam ipad berwarna putih.
“Selamat datang, Kak Riko Sanjaya?” sapa perempuan itu.
“Eh, iya,” jawab Riko gugup.
“Santai saja. Saya Nala, penanggung jawab sistem. Silakan isi data diri sebentar di sini,” kata perempuan bernama Nala itu sembari menyodorkan ipadnya kepada Riko.
Riko menerima ipad itu lalu menuliskan beberapa data dirinya dengan cepat.
“Nah, sekarang Kak Riko bisa langsung masuk ke tabung kaca itu, terus tangan kanannya disentuhkan di bola perak yang melayang. Nanti tunggu berapa menit sesuai aba-aba saya baru bisa dilepas, ya,” terang Nala dengan senyuman ramah.
Sekilas senyuman perempuan itu berhasil membuat Riko sedikit tenang. “Oke,” ujarnya pendek.
Riko pun segera mengikuti arahan Nala. Ia masuk ke dalam tabung kaca seukuran tubuh orang dewasa itu. Tabung itu sedikit mengingatkannya dengan toilet portable yang sering dia lihat di tempat-tempat umum. Bedanya ini berbentuk tabung.
Begitu memasuki ruangan kaca itu, Riko menyentuh bola perak yang melayang-layang di depannya. Sensasi kesemutan muncul begitu telapak tangannya memegang permukaan bola. Seperti ada aliran listrik kecil yang memasuki tubuhnya. Riko bertahan selama beberapa saat sembari mengamati Nala. Perempuan itu fokus pada layar ipadnya dan beberapa kali menyentuh tombol-tombol.
Rasa gugup kembali merayapi Riko. Apa yang akan terjadi setelah ini? Meski jarang beribadah, tetapi Riko memaksakan diri untuk berdoa dengan kuat saat itu. Ia nyaris memejamkan matanya ketika tiba-tiba sebuah bunyi bel keras yang melengking mengagetkannya. Lampu berwarna merah mendadak menyala di atas kepalanya, lalu dinding kaca di hadapannya memunculkan sebuah huruf yang membuat Riko ingin mencekik dirinya sendiri.
“Yak, sudah selesai, Kak Riko. Seperti yang bisa dilhat di depan, Anda mendapat level F,” kata Nala masih dengan senyum ramahnya. Senyuman yang kini terlihat begitu mengejek bagi Riko. Hancur sudah dunianya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Low profile
kasian
2022-09-06
1