Sesuai notifikasi sistem, sepuluh menit kemudian portal dimensi terbuka di hadapan Riko. Beberapa orang yang tampak cemas segera menyerbu masuk, salah satunya adalah Tera. Pria itu tampak sangat bersyukur mendapati Riko yang berdiri layu di depan portal.
“Ya ampun, Riko! Kamu kok bisa ketinggalan di dungeon. Kamu tahu gimana stresnya aku gara-gara anak setimku ilang satu?” sergah Tera yang segera memeluk Riko penuh syukur.
Beberapa anggota blacksmith yang lain turut menerubutinya dan menepuk-nepuk punggung Riko.
“Kamu harus berterima kasih sama Rhea. Sage dari perusahaan itu sampai datang ke sini buat buka gerbang. Susah payah dia kerahin semua kekuatan sihirnya sampai akhirnya gerbang ini bisa kebuka lagi,” lanjut Tera melepaskan pelukannya.
Riko mengernyit bingung. Bukankah gerbang ini terbuka karena Riko sudah mengalahkan Baphomet itu? Akan tetapi ia begitu malas menjelaskan. Biarlah kalau orang-orang berpikir demikian. Ia hanya ingin cepat pulang dan istirahat.
Akhirnya Tera dan yang lainnya berbondong-bondong membawa Riko keluar dari portal. Orang-orang dari perusahaan, termasuk Rhea berdiri di depan portal sambil menatapnya penuh selidik. Salah seorang pria berjas hitam yang Riko kenali sebagai Dimas, orang yang ia temui saat mendaftar sebagai player legal, mendatanginya dengan tergopoh-gopoh.
“Riko Sanjaya? Kamu baik-baik saja? Satu jam lamanya kamu terjebak dalam dungeon. Apa ada yang terjadi selama kamu di dalam sana?” tanya Dimas.
Riko berpikir sejenak. Akan sangat luar biasa bila ia menceritakan tentang pertempurannya dengan Baphomet. Namun orang-orang pasti tidak akan percaya kalau seorang player level F sepertinya berhasil mengalahkan bos monster level 30. Kalau dia tidak ingin dicap sebagai pembohong, Riko terpaksa harus menunjukkan Token of Apostole sebagai buktinya. Bisa-bisa pemerintah atau orang-orang dari perusahaan justru merebut material langka itu darinya. Riko tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Maka dari itu, ia memutuskan untuk berbohong.
“Hmm … nggak ada kok. Aku cuma nunggu kayak orang bego di dalam,” jawab Riko polos.
Dimas tampak menghela napas cepat. “Syukurlah kalau gitu. Kamu kalau butuh pertolongan medis bisa langsung ke mobil ambulan yang ada di sana. Nanti perawat bisa cek kondisi kamu. Ada healer juga disana. Perempuan namanya Audrey yang adalah Priest dari perusahaan,” terang Dimas memberi instruksi.
Riko menggeleng pelan. “Aku nggak apa-apa. Cuma pengen cepet pulang terus istirahat,” jawab Riko cepat.
Ia sudah cukup mendapat banyak material yang dibutuhkan. Sebuah token berelemen gelam dan bonus Kristal yang sangat banya. Tidak ada lagi yang dipikirkan Riko, mau itu gaji atau sedikit bagian Kristal untuknya. Yang ingin dia lakukan hanya berbaring.
Setelah memastikan keadaan Riko, Dimas pun akhirnya pergi dan berbicara dengan tim dari perusahaan. Tidak ada lagi yang mengganggu Riko. Ia dibiarkan berjalan bersama Tera menuju kendaraan mereka untuk kembali ke Yogya. Namun langkah mereka tiba-tiba dihadang oleh seorang pemuda berseragam merah hitam: Rangga.
“Udah lemah, bikin repot semua orang aja. Lo pikir lo penting? Harusnya Rhea biarin lo terjebak dalam dungeon. Salah sendiri jadi player lemah,” ejek Rangga dengan tatapan merendahkan.
“Kalau ngomong diatur, Mas. Masih muda udah sombong aja. Maksudnya apa?” sergah Tera marah.
Rangga melirik Tera sambil mendengkus meremehkan. “Cocok sih, temenan sama kakek-kakek bau tanah,” cemoohnya.
Tera sudah naik pitam dan hendak menantang Rangga. Namun Riko mencegahnya. Tidak ada gunanya membuat perkara dengan manusia itu. Sekarang dia juga merupakan bagian tim pemburu. Secara status dan kekuatan, Rangga lebih unggul dari mereka.
“Makasih perhatiannya, Ngga. Aku nggak apa-apa kok. Nggak usah khawatir,” celetuk Riko ringan. Ia menolak untuk terprovokasi. Rangga tidak tahu kalau RIko sudah melewati hal luar biasa sebelum ini. Ia bahkan mendapat material langka. Kepuasan itu sudah cukup membuat Riko tidak terpancing.
Sikap tenang Riko justru membuat Rangga kesal. Pemuda itu berdecih marah lantas mendekatkan wajahnya ke telinga RIko.
“Kalau lo emang pengen mati di dungeon, gue kabulin. Tunggu aja tanggal mainnya,” desis Rangga dengan nada suara yang bengis.
Riko tidak menjawab. Ia hanya mengamati Rangga yang kembali menjauhkan wajahnya sambil menyeringai.
“Apa sih anak ini?” geram Tera masih diliputi emosi.
Rangga mendengkus ringan dan melirik Tera. Setelah itu pemuda tersebut berbalik pergi meninggalkan mereka.
“Udah, biarin aja, Bang. Emang suka nggak jelas dia,” ujar Riko masih mengamati punggung Rangga yang berjalan menjauh. Ia tidak sepenuhnya memahami ancaman Rangga. Namun firasatnya berkata bahwa musuh bebuyutannya itu sedang merencanakan hal buruk lagi. Riko sudah terlalu lelah untuk berpikir. Karena itu ia akan membiarkan Rangga bertingkah sesukanya kali ini.
“Kamu kenal anak nggak sopan itu, Rik?” tanya Tera dengan ekspresi jijik.
“Cuma orang nggak penting. Nggak usdah dipikirin,” sahut Riko lantas mengajak Tera untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Riko tidak tahu, di masa depan, pertemuan selanjutnya dengan Rangga mungkin akan menjadi pertemuan paling berdarah yang pernah dialami Riko selama menjadi player.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments