Satu hari sudah berlalu sejak Riko berlatih menempa di akademi. Kini skill point menempanya kini sudah mencapai 910. Tak terhitung berapa banyaknya pukulan yang sudah dihujamkan Riko pada Kristal latihan berwarna hijau terang itu. Riko bahkan tidak mempedulikan para player lain yang silih berganti memasuki ruang latihan. Tera bahkan sudah pulang sejak tadi.
Pada pukulan ke seribu, Riko akhirnya memutuskan untuk berhenti. Peluhnya membanjiri seluruh tubuh hingga membuat jersey Liverpoolnya basah kuyup. Riko menengok jam dinding. Pukul 9.20 malam. Tanpa terasa ia sudah berlatih sampai tidak ada siapa pun lagi di ruang latihan tersebut.
“Keknya harus pulang sekarang. Laper juga aku,” gumamnya pada diri sendiri.
Setelah mengepak tasnya dan minum dari botol air, Riko pun keluar dari ruang latihan. Akademi sudah gelap. Tidak ada lagi pegawai yang terlihat berlalu-lalang. Riko hanya bertemu dengan dua orang satpam penjaga yang terkejut melihatnya pulang selarut itu. Sebenarnya para player diperbolehkan untuk berlatih selama dua puluh empat jam.
Akan tetapi karena belum ada pengurus tetap tempat tersebut, jadi para player biasanya tidak suka berlatih terlalu lama. Riko satu-satunya hari itu yang pulang sampai malam. Harus diakui, Riko memang terlalu bersemangat hari itu. Ia benar-benar tidak sabar menantikan besok pagi.
Esok paginya Riko sudah sampai di Akademi pukul tujuh tepat. Sesuai janjinya kemarin, Tera sudah menghubungi Riko semalam untuk melakukan pendaftaran sebagai anggota tim pembersih dungeonnya. Begitu datang ke akademi, pria itu bahkan sudah tampak menunggu Riko untuk menyerahkan dokumen-dokumen penting yang nantinya digunakan untuk mengambil gaji dan bagiannya dari hasil menambang Kristal.
“Latihan sampe jam berapa semalam?” tanya Tera sembari menyerahkan satu map merah muda pada Riko.
“Jam sembilanan. Setengah sepuluh lah, Pak,” jawab Riko sembari membaca sekilas dokumen-dokumen tersebut.
“Heh, udah kubilang jangan panggil Pak lah. Kayak udah tua banget aku. Bang aja. Umur kita kan nggak jauh-jauh amat,” protes Tera sembari berdecak tak sabar.
Riko hanya mendengkus kecil sambil tersenyum simpul. Jarak usia mereka sekitar tujuh belas tahun, tapi Tera bilang itu tidak jauh. Riko bahkan belum lahir saat pria itu sudah masuk SMA. Meski begitu Riko menurut. Mungkin itu cara Tera untuk membuat mereka lebih akrab.
“Oke, Bang,” sahut Riko kemudian.
“Sip. Jadi udah nambah berapa skill poin menambangmu? Udah lebih dari seratus, kan?” tanya Tera lagi, mencoba memastikan.
“Aman kok, Bang. Nggak akan jadi beban tim,” sahut Riko mencoba menyembunyikan fakta kalau dia sudah mencapai tingkat tinggi dalam menambang. Entah kenapa ia terlalu malu mengakui kalau dia sudah bekerja keras hanya untuk menjadi seorang pemain cadangan alias tim pembersih.
“Yaudah, kalau gitu, karena semua tim udah lengkap, sepuluh menit lagi kita berangkat pakai portal yang ada di akademi. Perusahaan Alcanet Tech itu sekarang ngembangin portal terleport buat berpindah tempat. Kayaknya mereka punya player Sage atau Mage level tinggi sampai bisa bikin teknologi sehebat itu,” info Tera sambil menepuk bahu Riko.
Pemuda itu hanya mengangguk paham. Tera lantas kembali maju ke hadapan para blacksmith lain yang menjadi anggota timnya. Total ada dua belas orang termasuk Riko di tim tersebut. Dengan penuh wibawa Tera mengoordinir tim itu dengan memberikan sedikit materi briefing sebelum mereka berangkat.
Setelah semuanya siap, masing-masing personil Tim diberikan satu palu besar berwarna cokelat yang mirip dengan palu di ruang latihan. Perusahaan menyediakan benda tersebut untuk membantu pekerjaan menambang para blacksmith. Mereka pun dibimbing menuju sebuah ruangan di lantai dasar. Ruangan tersebut bernuansa biru dan sangat luas hingga menyerupai aula beratap rendah. Sebuah portal berwujud cahaya bulat yang berpusar searah jarum jam berada di tengah ruangan tersebut. Portal itu kurang lebih setinggi pria dewasa dengan cahaya gelap – perpaduan ungu tua dan biru –.
Seorang wanita berjubah putih dengan rambut panjang keperakan berdiri di sisi portal itu. Kedua matanya ditutup dengan kain yang juga berwarna putih.
“Selamat datang Tim Pembersih 2. Saya adalah Rhea, Sage yang akan bertanggung jawab untuk perjalanan kalian menuju dungeon alun-alun Rembang. Mohon persiapkan diri kalian dengan baik karena perjalanan portal mungkin terasa sedikit tidak nyaman,” kata perempuan itu sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
Tera membalas salam Rhea dengan sopan, lantas diikuti seluruh anggota tim tersebut termasuk Riko.
“Jika kalian sudah siap, silakan berbaris untuk masuk melalui portal satu persatu. Kalian tidak perlu memikirkan apa pun karena saya sudah mengatur tujuan portal ini dengan tepat,” ujar Rhea lagi.
“Baik, terima kasih, Rhea,” sahut Tera lantas menjadi orang pertama yang berjalan memasuki portal. Detik berikutnya seluruh tubuh Tera sudah lenyap ditelan cahaya gelap yang berpusar pelan itu.
Satu persatu seluruh anggota tim itu pun turut memasuki portal. Riko menjadi orang terakhir yang melewati portal tersebut. Sensasi aneh segera menyerang tubuh Riko ketika pusaran cahaya gelap melingkupinya. Ia merasa seperti disedot dan diputar-putar sedemikian rupa hingga merasa sedikit mual dan pening. Beruntung sensasi itu hanya berlangsung beberapa menit karena setelah Riko membuka mata, ia kini sudah berada di sebuah alun-alun dengan rumput basah di bawahnya.
Tidak banyak orang di tempat itu kecuali beberapa petugas sipil berseragam cokelat muda, juga orang-orang perusahaan Alcanet Tech yang berbaju hitam. Tim Pembersih lantas diberi rompi berwarna hijau abu-abu untuk mereka gunakan sebagai seragam. Riko memakai rompi itu yang ternyata terlalu besar untuk tubuhnya yang jangkung.
Tak jauh dari tempat Riko berdiri, sebuah celah dimensi berupa retakan di udara kosong melayang-layang dengan aura gelap. Meski disebut retakan atau celah, namun ukurannya tidak main-main. Udara seperti dirobek hingga menghasilkan kegelapan setinggi enam meter dengan lebar tak lebih dari dua meter. Itu kali pertama Riko melihat celah dungeon break. Para player dari tim pemburu harus masuk ke dalam sana dan menyapu bersih semua monster dalam batas waktu tertentu sebelum celah tersebut terbuka sempurna. Bila terlambat, maka semua monster dalam dungeon itu akan keluar di dunia nyata.
Riko menatap celah tersebut dengan takjub. Tubuhnya dipenuhi semangat hingga membuatnya gemetar karena begitu antusias. Sayang sekali dia tidak bisa masuk ke dalam sana untuk membasmi monster.
“Riko Sanjaya?” mendadak sebuah suara bernada mencemooh menyapanya. Suara menyebalkan yang selama ini sangat dibenci Riko.
Riko menoleh dan didapatinya pemuda yang paling menyebalkan seantero dunia, berdiri di hadapannya.
“Rangga Sasmita,” geram Riko dengan rahang mengeras karena menahan emosi.
Sang pemuda yang disapanya itu mendengkus keras lalu tertawa penuh ejekan. “Kamu jadi tim pembersih?” tanyanya diiringi tawa berderai yang menyebalkan.
“Siapa, Ngga?” tanya pemuda lain yang berseragam sama seperti Rangga: setelan merah hitam yang terlihat sangat mahal.
“Temen kuliah dulu. Gayanya aja sok, tahunya cuma blacksmith level rendah,” ejek Rangga sambil berdecih jijik.
Riko mengepalkan kedua tangannya dengan marah. Ingin rasanya membalas kata-kata Rangga. Tapi ia tahu kalau ia terprovokasi, maka ia hanya akan merugikan dirinya sendiri. Rangga Sasmita adalah mantan teman kuliahnya dulu. Pemuda itu pernah menyukai Sita, tapi gadis itu justru memilih Riko sebagai pacarnya. Sejak saat itu Rangga menyimpan dendam pada Riko dan selalu mengganggunya setiap ada kesempatan. Contohnya hari ini.
“Yah, Good Luck ya, Cupu. Gue masuk dulu. Lo tinggal bersih-bersih kalau udah kelar,” ucap Rangga dengan ekspresi mencemooh yang sangat dibenci Riko.
Riko masih berusaha menahan diri. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan musuh bebuyutannya di tempat ini, dengan kondisi sememalukan ini. Kenapa rasanya dunia begitu tidak adil bagi Riko?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Deshan
crazy up thor
2022-09-04
2