Istana Aegis
“Buatkan aku surat yang berisikan sebuah lamaran!” perintah Kaisar setelah membuat Darius terkejut dengan keputusannya ingin meminang pangeran kerajaan Persia.
Darius mendadak pias. “Saya? Lamaran?” tangannya sampai gemetar.
“Maksudku, lamaran untuk para pria ini.” Kaisar Alessa memberikan surat yang sudah terpilih sebagai kandidat calon selirnya.
“Maaf Yang Mulia… hamba tidak bisa…” Darius menolak surat-surat tersebut sambil memalingkan muka.
“Tidak bisa? Yang benar saja? Masa kau tidak pernah membuat surat cinta?” Kaisar Alessa seolah lupa jika seumur hidup Darius hanya dihabiskan untuk melindungi dirinya. Darius menoleh dan memandang sang Kaisar dengan tatapan aneh. Kaisar tidak bisa mengartikan tatapan itu.
“Darius?”
Pria itu tersenyum tipis. “Hamba akan meminta penasehat lain yang pandai di bidang ini Yang Mulia… karena memang sejak dulu hamba terbiasa sendiri. Hamba tidak pernah menuliskan sesuatu hal yang romantis ke pada siapa pun. Hamba lebih nyaman seperti ini,” surat yang barusan ia tolak dia ambil kembali. Lalu membawanya pergi.
Kaisar terdiam mendengar setiap perkataan Darius. Wanita itu berusaha mencerna semuanya. “Ya Tuhan… apa yang sudah aku lakukan?” Kaisar menutup mulutnya.
Dilihatnya Darius yang semakin menjauh, Kaisar Alessa pun mengejarnya. Wanita itu segera menarik tangan Darius hingga tubuh mereka sama-sama terhuyung. Darius secara refleck memeluk pinggang sang Kaisar. Dia tidak mau sampai Kaisar terjatuh dan mengenai tanah.
“Yang Mulia!” ucapnya cemas.
Kaisar Alessa terbelalak karena tersentak. Dia tidak menyangka jika hampir terjatuh dan dengan erat memegang tangan Darius.
“Darius?”
Waktu seolah terhenti saat netra mereka beradu, saling menatap lamat. Entah mengapa terasa sebuah detakan jantung yang perlahan berpadu dengan cepat. Kaisar Alessa pun mengerjap, tersadar dan menunduk.
“Uhm, terima kasih Darius… aku baik-baik saja,” Kaisar Alessa menjauh dan berusaha melepas rangkulan tangan Darius di pinggangnya.
“Ah, maafkan kelancangan hamba Yang Mulia!” Darius langsung bersimpuh di hadapan Kaisar. Dia tidak menyangka akan melakukan hal itu. Darius mengepalkan tangan yang barusan menyentuh pinggang sang Kaisar.
Kaisar Alessa mengibaskan kedua tangannya. “Tidak! Tidak, itu bukan salahmu. Kamu hanya berusaha menolongku. Kamu selalu melaksakan tugas dengan baik. aku sangat berterima kasih, Darius….”
Kaisar Alessa ikut menekuk kakinya hingga sejajar dengan Darius. Pria itu kelabakan.
“Yang Mulia! Apa yang Anda lakukan? Berdirilah!”
“Maafkan aku Darius, aku telah mengatakan hal yang tidak seharusnya,” sesal Kaisar.
“Hal tidak seharusnya?” Darius membeo.
Kaisar mengangguk. “Ya, masalah surat lamaran,” Wanita itu mengambil surat yang ada di tangan Darius. “Aku akan meminta orang lain yang mengerjakannya,” pungkasnya kemudian berdiri.
Darius terhenyak. Pria itu berusaha menggapai surat yang barusan diambil Kaisar. Kaisar Alessa menggeleng. “Biar aku yang menyelesaikannya.”
Darius ikut bangkit dan menahan Kaisar.
“Hamba yang seharusnya lebih sadar akan diri hamba sendiri. Hamba akan melakukan apa pun demi kepentingan Yang Mulia, itu merupakan alasan hamba hidup sampai sekarang.”
“Darius… sebenarnya apa maksud dari ucapanmu?”
Darius tersenyum. “Serahkan semuanya pada hamba, Yang Mulia.”
Pria itu menyadari jika sudah terlalu jauh membiarkan perasaannya menguasai dirinya hingga tidak bersikap sepatutnya. Darius mencengkeram surat-surat itu, rasa nyeri yang tidak henti berdenyut di dada. Mengusik akal sehatnya. Panas membara dan menyesakkan. Pria itu telah berubah menjadi orang lain yang menimbulkan kekacauan.
Dia tidak layak merasa cemburu, dia tidak layak melarang Kaisar untuk tidak memiliki pendamping. Semua ini demi Aegis.
Darius berjalan menuju ruangan penasehat utama yang selama ini menjadi orang kepercayaan Kaisar selain dirinya. Menutup pintu dengan perlahan. Penasehat menyadari kedatangan Darius dan menatap aneh pria yang terus menunduk ke arah lantai.
“Tuan Darius?”
“Tolong aku….”
***
Akhirnya Darius menulis setiap surat tersebut dengan petunjuk penasehat. Penasehat mendiktekan setiap kata, sedangkan Darius mengukirnya dengan tinta di atas kertas. Meski setiap goresan pena terasa begitu berat, Darius berusaha meneruskannya dan mengingat tekad hidupnya selama ini. sambil berdo’a di dalam hati berharap sebuah kebahagiaan akan dimiliki oleh sang Kaisar. Darius mencoba ikhlas dengan semuanya.
“Ternyata Tuan Darius memiliki bakat tersembunyi!” puji penasehat melihat hasil karya Darius. Pria yang dipuji malah menggeleng dengan senyuman miris. Bukan apa, ternyata tulisan Darius sangat indah. Penasehat bahkan berulang-ulang membacanya hanya sekedar ingin melihat ukiran tinta tersebut.
Setelah puas, penasehat menggulung surat tersebut dan memberikan tali berwarna warni. Dia melakukan hal itu agar surat tersebut tidak tertukar.
“Saya akan segera mengirimkannya, terima kasih Tuan Darius!” wajah penasehat berbinar. Kali ini dia telah menyelesaikan tugas yang sebelumnya diberikan padanya. Namun, urung karena Kaisar mengambil setiap surat secara tiba-tiba. Tanpa disangka, Darius malah menemuinya untuk membuat surat lamaran.
“Saya yang harus berterima kasih,” Darius bangkit dari duduk setelah membuat surat-surat itu.
“Ah… saya tidak terlalu membantu,” penasehat mengibaskan tangannya. “Ayo, Tuan… kita menghadap Kaisar dan memberikan surat ini meminta pendapatnya,” ajak penasehat pada Darius.
Darius menggeleng. Dia belum siap bertemu dengan sang Kaisar. Seolah memiliki banyak dosa, Darius terlalu malu sekedar berpapasan dengan wanita itu.
“Anda saja, saya… masih ada yang perlu dikerjakan,” pria itu beralasan.
Penasehat memaklumi Darius yang memang sangat sibuk dengan kegiatannya. Selain sebagai panglima perang, pria itu selalu di sisi Kaisar sebagai pengawal pribadi. Tugas utamanya sebagai panglima perang pasti menunmpuk. “Oh, baiklah… saya akan pergi menemui Kaisar,” pamit penasehat.
Darius mengangguk membiarkan penasehat pergi meninggalkannya seorang diri di ruangan itu. Pria itu menghembuskan napas lega, tanpa adanya seseorang disekelilingnya membuat dia lebih leluasa meluapkan segala ekspresi. Wajah yang barusan terlihat baik-baik saja berubah muram. Cukup hari ini… hari ini saja dia berkeluh kesah dalam keheningan.
Darius memejamkan mata, membayangkan masa-masanya bersama sang Kaisar yang dulu masihlah seorang puteri nan cantik jelita. Dengan segala kepolosan dan kemurniaannya. Tanpa disadarinya Darius tersenyum.
‘Darius! Ayo kita menangkap ikan di sungai!’
‘Jangan perlakuan aku seperti anak kecil!’
‘Darius, coba cari aku!’
‘Darius, ajari aku ilmu pedang!’
‘Darius!’
Suara-suara Kaisar terngiang di telinga Darius. Suara merdu yang selalu terekam menjadi memori ingatan indah untuk pria itu. Seseorang yang akan menjadi alasan dia berada di dunia ini.
‘Tidak ada cinta di dunia ini, hanya ada ambisi. Bukankah itu yang ada di dalam pikiran setiap lelaki? Aku… akan melakukan hal yang sama.’
Darius membuka mata ketika perkataan itu terlintas. Di balik kepolosan dan kemurniaan Kaisar duhulu terdapat luka yang sangat dalam. Luka yang masih bersarang hingga hari ini. Menjadi penghalang untuk Kaisar merasakan manisnya cinta. Pria itu menerawang dan bergumam. “Meski hatimu kini membeku, aku mengharapkan kebahagiaanmu di atara mereka.”
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Vera Nsc
selirnya 4 plus permaisuri persi pria nya satu yaitu darius jd 5 lah yaa 😁😁
2023-08-09
1
momy ida
entah mengapa gw malah berharap darius lah yg jdi pendamping kaisar
2022-12-11
2