“IBUNDA!”
Puteri Alessa berteriak karena terkejut melihat Ibundanya yang tidak sadarkan diri di depan matanya. Gadis itu bertanya-tanya, ada apa gerangan.
“Kenapa Ibunda pingsang? Katakan Darius!” gadis itu histeris dan mulai menangis lagi. Padahal matanya sudah menyipit karena sembab.
Darius diam dengan ekor matanya melirik ke arah kamar Kaisar. Puteri Alessa mengikuti arah pandang Darius, dia pun bangkit dan hendak memasuki kamar. Namun, tangannya dicekal oleh sang pengawal.
“Tuan Puteri,” Darius menggeleng. Tapi, justru itu membuat Puteri Alessa penasaran.
“Jika kau tidak bisa menjawab, aku akan mencari tahu sendiri!” Puteri Alessa menepis tangan Darius dan segera melangkah memasuki kamar.
Para dayang berusaha menahannya. Melihat hal itu Puteri Alessa semakin berontak. Dia tahu pasti bukan hal menyenangkan.
Dia memasuki kamar dan melihat Ayahandanya yang sedang tertidur pulas. Di sampingnya terdapat tabib dan para petinggi kekaisaran. Dia pun semakin keheranan.
“Ada apa ini?”
Mereka diam, Puteri Alessa pun geram.
“Apa kalian tuli? Aku bertanya! Ada apa kalian berkumpul di sini? Kalian tidak lihat kaisar sedang tidur?”
Mereka semua menunduk. Puteri Alessa pun memikirkan sesuatu. Dia mendekati ranjang dan melihat Kaisar yang tertidur sangat pulas, bahkan dia tidak melihat Ayahandanya menarik nafas. Puteri Alessa mencoba mengangkat tangannya yang gemetaran, menyentuh wajah Kaisar Basil yang terlihat pucat pasi.
Dingin
Kenapa begitu dingin?
Puteri Alessa pun menyingkap selimut dan menggenggam tangan Kaisar. Sama, dingin sekali. Puteri Alessa tercekat, menggeleng dengan air mata yang menyeruak deras.
“Tidak… tidak… ini tidak mungkin,” ucapnya lirih.
“Yang Mulia!” Darius datang dari luar kamar. Dia bisa melihat kesakitan di mata sang Puteri.
Puteri Alessa menutup mulutnya, kemudian menyeka pipinya yang basah. Dia mengusap tangan sang Kaisar.
“Ayahanda, bangun… apa kau tidak melihat jika matahari telah meninggi?” bisiknya. Gadis itu menyunggingkan senyum pahit. “Kumohon… bangunlah…” kini dia bersimpuh di sisi ranjang sambil mengecupi tangan Kaisar. “Ayah… hu… ayah…bangun… jangan tinggalkan aku…”
Darius menghampiri dan mendekap tubuh sang Puteri. Puteri Alessa meraung memanggil Ayahandanya yang sudah tidak bernyawa lagi. Sungguh tragedy yang memilukan. Ibarat sudah terjatuh, tertimpa tangga pula. Belum kering lukanya akibat diputuskan pertunangan, kini Puteri Alessa harus menerima kenyataan akan Ayahandanya yang telah tiada.
***
Kabar pertunangan yang dibatalkan serta kematian sang Kaisar menyebar ke penjuru kerajaan kecil di bawah kekuasaan Aegis, semua orang bersedih dan berkabung selama lebih dari 10 hari berturut-turut.
Puteri Alessa sendiri mengurung diri di kamar tanpa ingin dikunjungi, dunianya serasa runtuh dan seolah sudah tidak memiliki semangat untuk hidup. Kaisar Basil yang dikenalnya sebagai seorang Ayah yang sangat menyayangi dan selalu memanjakannya. Seseorang yang selalu mendukungnya selain Ibundanya, Permaisuri Rhea, kini telah tidur abadi di dalam catacombe*.
“Puteri Alessa,” panggil seseorang.
Orang itu memasuki kamar. Puteri Alessa menoleh sesaat untuk mengetahui siapa yang datang. Jika seorang dayang yang datang, sudah dipastikan akan diberi hukuman oleh Puteri Alessa. Dia sama sekali tidak ingin berbicara dengan siapa pun. Tapi, terkecuali keluarganya.
Ternyata yang mendatanginya adalah selir Maria Eve dengan puteranya, Pangeran Yudas.
“Kemari Anakku,” Selir Eve merentangkan tangan menawarkan sebuah pelukan.
Puteri Alessa yang sudah tidak menangis akhirnya kembali mengingat kejadian naas itu. dia bangkit dari ranjangnya dan mendekap tubuh Selir Maria Eve.
Tubuh gadis itu bergetar dengan isak tertahan.
Selir Maria mengusap lembut punggung Puteri Alessa. “Menangis lah sebanyak yang kau mau,” hiburnya.
“Aku… aku rindu Ayahanda…”
“Aku dan Yudas merasakan hal yang sama. Puteri, kita sama-sama berduka. Tapi, sampai kapan kau mengurung diri?”
Selir Maria membawa wajah sembab Puteri Alessa ke arahnya hingga mereka bersitatap. “Keluar lah, hirup udara segar bersama Yudas. Dia mempunyai tempat yang cocok untuk melepas kesedihanmu,” sarannya.
“Tempat melepas kesedihan?” tanya Puteri Alessa.
“Ya, aku punya tempat yang menarik,” sahut Yudas.
Puteri Alessa melihat kedua anggota keluarganya yang tersenyum ramah, dan mulai memikirkan tawaran tersebut. Namun, saat Puteri Alessa akan menjawab kehadiran seseorang menunda hal itu.
“Panjang umur Yang Mulia Puteri Alessa!” Permaisuri Rhea datang dengan Tuan Cicero bersamanya.
Selir Maria Eve dengan Pangeran Yudas pun memberikan hormat pada sang Permaisuri.
“Panjang umur Permaisuri Rhea,” ucap mereka bersamaan.
Kali ini Pangeran Yudas membungkukkan badan. Puteri Alessa mengerutkan kening melihat itu.
Permaisuri Rhea hanya tersenyum membalas sapaan Selir Maria dan Yudas. Wanita itu pun berkata dengan serius pada puterinya.
“Puteri Alessa, ada hal yang sangat mendesak yang harus kamu lakukan saat ini!”
“Apa itu Ibunda?”
Permaisuri Rhea menoleh pada Tuan Cicero. Pria tua itu pun mengambil alih.
“Kita bicarakan ini aula sidang!”
“Ruang sidang? Memangnya ada apa Tuan Cicero?” Selir Maria manyahut.
“Anda akan tahu saat kita di sana,” jawab Tuan Cicero. Sikap pria tua itu tidak luput dari perhatian Pangeran Yudas.
“Ayo Puteri Alessa, semua pejabat telah menunggu kehadiranmu di sana,” ajak Permaisuri Rhea.
Puteri Alessa yang masih kebingungan hanya bisa mengikuti Ibunda yang menuntunnya menuju aula pengadilan.
***
“Dengan wasiat dari mendiang Kaisar Basil, serta melihat silsilah keturunan terdekat dari Yang Mulia maka tahkta Kaisar selanjutnya akan diberikan kepada Puteri Alessa Melaina Aphrodite!” seru Tuan Cicero selaku hakim kekaisaran Aegis.
Keputusan yang dilakukan secara mendadak dan terkesan tergesa-gesa itu tentu saja mengejutkan berbagai pihak, salah satunya Selir Maria Eve dengan Pangeran Yudas Klark.
“AKU MENOLAK!” teriak Yudas saat itu juga. Suaranya menggelegar memenuhi aula persidangan.
“Pangeran Yudas?” Tuan Cicero mengeryit dan melihat Pangeran Yudas menuruni kursi peserta sidang.
Pria muda itu tersenyum ramah setelah berdiri di hadapan mimbar sang hakim.
“Maaf menyela keputusanmu, Tuan Cicero… dengan lantang aku menyatakan keberatan, karena apa?” Yudas merubah mimik wajahnya menjadi menyedihkan dan melemparkan pandangan pada Puteri Alessa. “Aku kasihan dengan adik kesayanganku, harus mengemban beban yang berat disaat tubuh Ayahanda kami masih berupa daging segar. Kau mengerti maksudku ‘kan?”
“Maafkan saya Pangeran Yudas, semua demi kebaikan kekaisaran. Puteri Alessa harus naik takhta demi mengisi kekosongan kekuasaan. Terlepas dia bersedia atau tidak, terlepas dia senang atau tidak. Ini sebuah ketetapan yang mutlak!” tegas Tuan Cicero.
“Bagaimana bisa Tuan Cicero begitu tidak memiliki hati?” Yudas menatap tajam Tuan Cicero, dia mendesis.
Puteri Alessa merasa akan ada perseteruan jika dibiarkan terus menerus. “Kakak, aku tidak apa-apa. Terima kasih atas perhatianmu yang sangat besar untukku. Aku bersedia menerima takhta itu,” ucapnya.
“Puteri Alessa…” Yudas menoleh dan sedikit terkejut.
“Kau bersedia, puteriku?” tanya Permaisuri Rhea.
Puteri Alessa mengangguk. Tuan Cicero pun tersenyum lega. Yudas terdiam, dia menunduk sesaat dan menengadahkan wajah. Dia menatap Puteri Alessa dan membungkuk hormat.
“Panjang umur Yang Mulia Kaisar,” ucapnya.
Selir Maria mengatupkan bibirnya dan pergi dari aula tersebut.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
momy ida
gw curiga nih sama siselir Maria dan anaknya siyudas..... jgn jgn mereka berdua dalang dibalik semua kekacauan yg terjadi saat ini
2022-12-10
2
Mega
Sabar Alessa
2022-11-16
0
Happy♡~
Sedih 😭
2022-11-13
0