Hari kelahiran Puteri Alessa pun tiba. Malam itu sebuah pesta meriah diadakan, berbagai hiburan dan jamuan mewah terdapat di sana. Semua orang bersuka cita. Namun, berbanding terbalik dengan Puteri Alessa. Gadis itu gusar karena sampai saat ini belum ada kabar mengenai Pangeran Fabian. Utusannya belum juga kembali dari perjalanan menuju kerajaan Prussia.
“Yang Mulia!”
Drap langkah cepat serta seruan seseorang berhasil menyadarkan Puteri Alessa dari lamunan. Ternyata yang memanggilnya adalah utusan kekaisaran yang ditugaskan untuk pergi ke kerajaan Prussia.
“Gondor, kenapa kau baru kembali?” tanya Darius. Pria itu menghampiri utusan itu.
“Maafkan hamba Tuan Darius, Yang Mulia Puteri,” ucapnya terengah-engah. Pria itu membungkuk berulang kali.
Puteri Alessa pun ikut mendekat. Gadis itu tersenyum ramah. “Tidak apa-apa Darius, yang penting dia sudah sampai. Di mana Pangeran Fabian? Aku tidak melihatnya?” dia mengedarkan pandangan mencari sosok tunangannya.
“Ada apa ini?” bersamaan itu datang pula Kaisar Basil di sana.
“Panjang umur Yang Mulia Kaisar,” seru Darius dan utusan tersebut.
“Panjang umur Ayahanda,” Puteri Alessa menyambut ayahnya.
Kaisar Basil mengangguk lalu kembali bertanya. “Kenapa kamu malah di sini Puteri Alessa? Pestanya sedang berlangsung di dalam.”
“Aku menunggu Pangeran Fabian, Ayah!” jawab Puteri Alessa.
“Pangeran Fabian telah datang?”
“Utusan yang aku kirim ke kerajaan Prussia baru saja sampai. Aku pikir dia datang bersamanya,” terang Puteri Alessa.
Utusan yang bernama Gordon itu menunduk dalam, pria itu tampak ketakutan.
“Maafkan hamba Tuan Puteri, Yang Mulia Kaisar…” ucapnya dengan suara bergetar.
“Ada apa Gordon?” Puteri Alessa menoleh.
“Pangeran Fabian tidak ikut bersama hamba,” tambah utusan itu.
“Maksudmu?” Puteri Alessa tampak keheranan.
Utusan itu pun bersujud di hadapan Puteri Alessa dan menengadahkan sebuah gulungan kertas, terlihat kayu di sudut kertas itu. symbol kerajaan Prussia yang tidak asing bagi Puteri Alessa.
Gadis itu menoleh pada Kaisar meminta persetujuan, setelah sang Kaisar mengangguk Puteri Alessa pun mengambil gulungan itu.
Puteri Alessa menarik nafas dalam, entah mengapa dia merasakan firasat buruk melihat respon yang diberikan utusannya. Terlebih lagi, bukannya menjawab pertanyaan, utusan itu malah memberikannya sebuah gulungan kertas yang berasal dari kerajaan Pangeran Fabian.
Dibukanya gulungan itu dengan perlahan, meski terdapat rasa penasaran yang membuncah. Namun, dia pun tidak menampik adanya rasa takut di hatinya. Puteri Alessa membaca setiap bait kata yang ada di sana. Seketika pula matanya melebar sempurna, bulir keringat menguar dari pori-pori keningnya. Tubuhnya seketika melemas hingga tanpa sadar dia terduduk di atas lantai.
“Tuan Puteri Alessa!” teriak Darius khawatir.
“Puteriku!” Kaisar Basil tidak kalah terkejut. Pria paruh baya itu segera menopang tubuh puterinya.
Puteri Alessa menitikkan air mata, dadanya sesak. “Ayah… ayah!” ucapnya lirih.
Kaisar yang melihat Puteri Alessa yang tiba-tita menangis kemudian merampas kertas itu dan membacanya. Berbanding terbalik dengan Puteri Alessa yang sedih, dia malah mengetatkan rahang karena amarah. Diremasnya kertas itu hingga tidak berbentuk.
“Kurang ajar!” maki Kaisar dengan suara meninggi. “DARIUS!”
“Hamba, Yang Mulia!” sahut Darius mantap.
“Siapkan tentara malam ini juga! Kita akan serang kerajaan Prussia. Aku pastikan mereka akan rata dengan tanah,” Kaisar menggeram.
Barusan dia membaca sebuah undangan pernikahan Pangeran Fabian dengan puteri lain. Pria itu memutuskan pertunangan yang telah terjalin, begitu saja. Bahkan hanya dengan sehelai kertas. Kaisar Basil merasa tidak dianggap.
“Jangan Ayah! Jangan…” Puteri Alessa menahan tangan ayahnya.
“Untuk apa kamu masih melindungi pria kurang ajar itu? Apa dia memandang remeh dirimu? Kamu adalah pewarisku! Apa dia tidak tahu itu?”
Puteri Alessa menggeleng dengan derai air mata. Hatinya berdarah-darah. Tapi, dia tidak mau sampai ada peperangan. “Aku… baik-baik saja Ayah…”
“Alessa-“
“Kumohon, kumohon… Ayah…” suara parau itu menyentuh hati sang Kaisar.
“Baik! Kita akan bahas ini lagi nanti. Sebaiknya kau beristirahat sekarang,” Kaisar Basil mengusap pipi puterinya yang basah. Dan meminta dayang mengantarkan sang Puteri ke kamarnya.
Kaisar Basil melihat Puteri Alessa yang berjalan menjauh, amarahnya masih belum mereda. Tapi, melihat Puterinya yang memohon membuatnya luluh juga.
“Darius…”
“Ya, Yang Mulia!” sahut Darius.
“Bubarkan pestanya, dan… panggil Tuan Cicero menemuiku besok!” perintah sang Kaisar.
“Baik, Yang Mulia!” Darius mengangguk dan membungkuk hormat melepas kepergian Kaisar Basil yang pergi dari sana.
Darius berfikir sejenak. Jika sampai Tuan Cicero dipanggil ke istana, pasti ada sesuatu hal yang amat penting mengenai kerajaan. Cicero Tullius, adalah seorang negarawan Yunani, pengacara, sarjana, dan penulis sekaligus seorang pejabat kehakiman yang sangat berkuasa saat ini.
Beliau juga berjasa menjaga kekaisaran Aegis dalam mempererat kerja sama dengan kerajaan lain di luar Yunani. Bisa di bilang dia merupakan duta besar pada zaman modern.
Di sisi lain ternyata ada Yudas yang sejak tadi mengamati Puteri Alessa bersama sang Kaisar. Pria itu berdiri tidak jauh dari keberadaan mereka. Bersembunyi di balik pohon pinus agar dia bisa mendengar semua yang dibicarakan antara Puteri Alessa dan Kaisar Basil. Manik hitam itu menajam, memancarkan kebencian. Yudas mengepalkan tangan sebelum akhirnya pergi dari sana setelah sang Kaisar meninggalkan tempat itu.
***
Puteri Alessa menangis semalaman hingga tertidur karena kelelahan. Bagaimana tidak, diputuskan oleh orang yang amat dia cintai hanya karena dia berbeda Ras keturunan dengan kerajaan sang Kekasih. Yang lebih menyakitkan adalah, perkataan yang tertulis di sana.
Sebuah tawaran untuknya menjadi selir saat Pangeran Fabian diangkat menjadi raja nanti. Karena itu lah Kaisal Basil murka, puterinya yang merupakan calon pewaris takhta akan dijadikan selir di kerajaan tetangga. Sebuah tawaran yang melecehkan harga dirinya.
Hingga matahari cukup tinggi, Puteri Alessa baru bangun dari tidurnya. Matanya yang sembab jelas terlihat di wajah cantiknya. Saat menatap diri di cermin, hanya bayang-bayang mantan tunangannya yang terlintas. Kebersamaan mereka selama dua tahun ini tidak cukup berarti untuk pria itu. Dan yang sangat disayangkan, Puteri Alessa sudah terlanjur jatuh cinta.
“Kau sangat kejam, Fabian…” bulir air mata itu kembali mengalir. Sungguh, hati Puteri Alessa begitu lemah. “Kau bilang mencintaiku, kau bilang aku adalah ratumu… semua hanya omong kosong!” Puteri Alessa melempar gelas emas yang ada di mejanya ke arah cermin hingga cermin itu pecah berhamburan.
PRANK!
“Yang Mulia Puteri Alessa!” para dayang memasuki kamar karena mendengar suara pecahan kaca. “Anda baik-baik saja?”
Puteri Alessa tidak menjawab. Dia mengusap wajahnya dan mengedikkan bahu.
“Bereskan pecahan itu,” perintahnya. Lalu dia keluar kamar tanpa berganti baju bahkan tanpa memakai alas kaki. Seorang dayang yang melihat itu segera mengejar sang Puteri.
“Yang Mulia, Anda belum memakai solea*,”
Puteri Alessa mengindahkannya dan terus berjalan tanpa arah. Puteri Alessa menyusuri koridor yang mengarah ke kamar Kaisar, dari kejauhan dia melihat kerumunan. Dahinya mengeryit, dan jantungnya berdebar seketika saat melihat Ibundanya, Permaisuri Rhea keluar dari sana dalam keadaan menangis.
“Ibunda!”
Permaisuri Rhea menoleh cepat. Ketika dia melihat wajah sang puteri, tangisnya pun pecah.
“Puteri Alessa…”
“Ibunda, ada apa?”
Darius mendekat dan segera meraih tubuh Permaisuri Rhea yang tiba-tiba tidak sadarkan diri. Puteri Alessa terkejut hingga memekik.
“IBU!”
Tbc.
*sebutan dari sandal rumah pada zaman yunani kuno.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Chybie Abi MoetZiy
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
2023-01-03
1
Erna Sutopo
kok likenya gak ada ya?
2022-12-10
0
Mega
aku sedih😭
2022-11-16
1